Era Baru Monarki Inggris di Bawah Raja Charles III
Raja Charles III resmi dinobatkan sebagai pemimpin Kerajaan Inggris. Di tengah skeptisisme sebagian pihak terhadap relevansi monarki, ia diharapkan memberi warna progresif kerajaan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
LONDON, SABTU – Kerajaan Inggris memasuki era baru. Di depan sekitar 100 pemimpin dunia dan anggota keluarga kerajaan, Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, mengurapi tangan, kepala, dan dada Pangeran Charles di atas takhta yang telah digunakan sejak abad ke-14 dengan minyak suci dari Jerusalem, lalu perlahan-lahan meletakkan Mahkota St Edward di atas kepalanya.
Melalui upacara penobatan sekitar dua jam di Westminster Abbey, Sabtu (6/5/2023), Charles secara resmi menjadi raja ke-40 Inggris. Istri kedua Charles, Camilla, juga dinobatkan jadi permaisuri. Upacara bersejarah yang berlangsung khusyuk ini adalah tradisi turun-temurun penobatan raja atau ratu Inggris sejak masa William Sang Penakluk pada 1066.
Meriam tanda penghormatan ditembakkan di Menara London dan seantero ibu kota, berbagai penjuru negeri, hingga di Gibraltar, Bermuda, dan di kapal-kapal di laut. Lonceng di gereja di Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara juga berdentang menyambut penobatan raja baru Inggris itu. ”Tuhan selamatkan Raja Charles. Hidup Raja Charles. Semoga raja hidup selamanya,” kata jemaat di biara setelah kemeriahan terompet.
Charles (74) sebenarnya secara otomatis telah menggantikan ibunya, Ratu Elizabeth II, sebagai raja menyusul kematian Sang Ratu, September tahun lalu. Upacara penobatan ini bukan hal yang esensial, tetapi kerap dipandang sebagai sarana melegitimasi kekuasaan raja di hadapan publik.
Memberi warna
Di tengah kesulitan yang menimpa Inggris untuk mengokohkan pijakan di pusaran politik dunia, terutama pascakeluarnya negara itu dari Uni Eropa, para pendukung monarki mengatakan, keluarga kerajaan memberi warna melalui kiprah internasional, menjadi alat diplomasi yang vital, dan sebagai sarana menjaga Inggris tetap dihormati di panggung dunia.
Di tengah pro-kontra terkait monarki, penobatan Charles tetap dinanti banyak kalangan di dalam ataupun luar Inggris. Ini penobatan raja Inggris yang pertama dalam 70 tahun. Charles adalah raja pertama sejak 1937. ”Saya hadir bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani,” demikian janjinya.
Upacara penobatan itu dihadiri para anggota keluarga kerajaan, termasuk Pangeran Harry—anak kedua Charles—yang sudah keluar dari istana dan tinggal di California, AS. Bersama pamannya, Pangeran Andrew, yang juga dibebaskan dari tugas-tugas kerajaan, Harry duduk di barisan ketiga di belakang barisan keluarga kerajaan yang berperan aktif.
Berbeda dari upacara serupa sebelumnya pada 1953, penobatan Charles dibuat dalam skala lebih kecil dan lebih sederhana. Walau demikian, unsur kemegahan dan kemeriahannya tetap dipertahankan.
”Tidak ada negara lain yang dapat menampilkan pertunjukan yang begitu memesona; prosesi, arak-arakan, upacara, dan pesta jalanan,” kata Perdana Menteri Rishi Sunak.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebut penobatan Charles sebagai bukti kekuatan monarki Inggris yang abadi. ”Simbol stabilitas dan kontinuitas. Selamat kepada Raja Charles III dan Permaisuri Camilla,” cuit Von der Leyen di Twitter.
Seusai upacara penobatan, Charles dan Camilla (75) naik kereta kencana emas, diikuti arak-arakan 4.000 personel militer dari 39 negara, dalam prosesi menuju Istana Buckingham. Iring-iringan mereka telah ditunggu puluhan ribu warga. Banyak dari mereka mendirikan tenda dan menginap di sekitar rute perjalanan itu agar bisa melihat langsung raja dan permaisuri baru.
Anne Daley (65) yang datang jauh-jauh dari Cardiff, Wales, mengaku sudah menggelar tenda tak jauh dari Istana Buckingham sejak Senin (1/5). Peggy Jane Laver (79), mantan guru dari Connecticut, AS, terbang langsung ke London untuk melihat kemeriahan penobatan. ”Saat masih kecil, saya hanya bisa menonton (penobatan) Ratu Elizabeth di televisi di Hartford, Connecticut, di rumah seorang teman karena kami tidak punya TV,” tuturnya.
Namun, sejumlah warga juga mengekspresikan penolakan terhadap kerajaan melalui unjuk rasa di beberapa titik. ”Dia bukan raja saya,” demikian tertulis di salah satu poster.
Wajah progresif
Tina Brown, mantan pemimpin redaksi The New Yorker dan penulis The Palace Papers: Inside The House of Windsor, dikutip dari laman Time, mengatakan, setelah kematian Ratu Elizabeth, secara perlahan Charles mulai memperlihatkan keinginannya untuk keluar dari bayang-bayang Sang Ibunda. Dia, menurut Brown, memiliki keinginan lebih kuat untuk menjadikan monarki—yang dibenci sebagian orang—memberikan manfaat riil dan tidak hanya menjadi sekadar simbol.
Selain menyuarakan keprihatian soal perubahan iklim sejak beberapa dekade lalu, Charles juga mengambil sikap progresif, misalnya dengan memberi akses pada arsip-arsip lama kerajaan guna membantu penelitian soal hubungan monarki Ingggris dengan perbudakan di masa lalu.
”Keinginannya membuka arsip kerajaan menunjukkan penerimaannya terhadap pemeriksaan ulang sejarah kerajaan,” kata Brown.
Seorang juru bicara Istana Buckingham pada 6 April lalu mengulangi pesan Charles saat bertemu para pemimpin Persemakmuran di Rwanda pada tahun lalu. ”Saya tidak dapat menggambarkan kedalaman kesedihan pribadi saya atas penderitaan begitu banyak orang karena saya terus memperdalam pemahaman saya sendiri tentang dampak abadi perbudakan,” tutur jubir kerajaan, mengutip pernyataan Charles.
Dengan cara pandangnya itu, Charles dinilai memiliki kecenderungan untuk menerima keinginan sejumlah negara anggota Persemakmuran jika mereka memutuskan untuk tidak lagi menempatkan Raja Inggris sebagai kepala negara mereka.
Suntikan ekonomi
Bagi warga, penobatan Charles tidak berhenti sekadar seremonial. Ajang itu diharapkan juga menjadi perayaan dan pesta rakyat. Para pengusaha dan pemilik usaha bisnis berharap penobatan itu menjadi hadiah dan menyuntikkan keceriaan di tengah perekonomian Inggris yang saat ini lesu.
Menurut Asosiasi Pengusaha Bir dan Pub Inggris, bir pahit Fullers’s Coronation King’s Ale, bir edisi khusus yang diproduksi untuk penobatan Charles dan Camilla, diperkirakan terserap hingga 17 juta pint di seluruh negeri. Industri perhotelan diperkirakan bisa meraup keuntungan sepanjang akhir pekan, ditambah hari libur nasional, Senin (8/5). UKHospitality, grup perdagangan, memperkirakan industri hotel dan makanan meraup keuntungan hingga 437 juta dollar AS.
”Dampak keseluruhan mungkin akan sangat kecil, bisa positif, bisa negatif,” kata Stephen Millard, Wakil Direktur Institut Riset Ekonomi dan Sosial Nasional.
Kate Nicholls, CEO UKHospitality sepakat dengan Millard. Perayaan penobatan bisa dimanfaatkan sebagai momentum membangun kembali kepercayaan konsumen terhadap perekonomian negara. (REUTERS/AFP)