NATO Buka Kantor di Jepang, China Minta Asia Waspadai Ekspansi NATO
NATO akan membuka kantor penghubung di Jepang untuk mengonsolidasikan diri dan para mitranya di Indo-Pasifik guna menghadang China. Beijing menuduh NATO berekspansi ke Timur.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
TOKYO, KAMIS — Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO berencana membuka kantor penghubung di Jepang. Hal ini menandakan keinginan aliansi militer tersebut untuk terlibat langsung mengurusi masalah keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Menggunakan kerja sama yang sudah diusung Amerika Serikat dan Inggris, masing-masing melalui AUKUS dan Quad, NATO ingin memainkan peran lebih di kawasan ini.
China menuding NATO tengah berekspansi ke Timur. Negara-negara Asia diminta waspada tinggi.
Rencana pembukaan kantor penghubung NATO untuk kawasan Indo-Pasifik dilaporkan media Jepang, Nikkei, Rabu (3/5/2023). Kantor penghubung NATO itu rencananya dibuka tahun depan. Melalui kantor itu, NATO secara berkala menggelar konsultasi dengan Jepang dan mitra utama di kawasan, seperti Australia, Korea Selatan, hingga Selandia Baru, dalam upaya mengimbangi tantangan yang diperlihatkan oleh China di kawasan.
Rencana tersebut dikonfirmasi oleh jubir NATO Oana Lungescu. Meski tidak memberikan detail rencana itu, Lungescu menyebut, perundingan finalisasi rencana tersebut masih berlangsung dan dipastikan pembukaan kantor penghubung itu akan melayani kebutuhan organisasi serta mitra mereka di kawasan.
“Seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal di Tokyo pada Februari, di antara mitra NATO, tidak ada yang lebih dekat atau lebih mampu daripada Jepang,” kata Lungescu.
Dia menambahkan, NATO dan Jepang memiliki nilai, minat, dan perhatian yang sama, seperti mendukung Ukraina hingga mengatasi masalah keamanan yang ditimbulkan rezim otoriter. Dia menyebut kemitraan NATO dan sejumlah negara di Indo-Pasifik semakin kuat.
Sehari sebelum berita tentang rencana pembukaan kantor penghubung itu muncul, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg, seperti dikutip Nikkei, memastikan ikatan NATO dan mitranya di Indo-Pasifik semakin kuat, terutama untuk menghadapi tantangan China di bidang keamanan siber dan ruang angkasa. Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi hadir dalam pertemuan para menteri luar negeri negara-negara anggota NATO.
“Kami sekarang meningkatkan kerja sama kami dengan mitra kami di Indo-Pasifik: Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia,” kata Stoltenberg, Selasa (2/5).
Rencana NATO memperkuat kehadirannya di Indo-Pasifik sudah tampak dalam pertemuan anggota NATO dengan beberapa mitranya dari kawasan Indo-Pasifik sejak Juli 2022. Empat kepala negara, yaitu Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan dan Australia, hadir pada KTT NATO di Madrid, Spanyol.
Saat itu, seperti dikutip Financial Times, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyebut, keamanan Eropa dan Indo-Pasifik tak bisa dipisahkan. “Saya merasakan potensi krisis yang besar bahwa apa yang terjadi di Ukraina bisa saja terjadi di Asia Timur besok,” kata Kishida dalam pertemuan itu.
Kishida tidak menyebut satu negara tertentu yang menjadi sumber ketegangan di kawasan Asia Timur. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, potensi ketegangan di kawasan itu semakin tinggi, khususnya antara Jepang dan China, ketegangan di Semenanjung Korea yang melibatkan Korea Selatan dan Korea Utara hingga ketegangan di Selat Taiwan.
Dalam konsep strategis NATO yang dirilis tahun lalu, aliansi militer itu menilai bahwa kebangkitan China telah menimbulkan tantangan sistemik terhadap keamanan Euro-Atlantik. Walau demikian, Rusia tetap menjadi ancaman paling signifikan dan langsung terhadap keamanan sekutu.
Tantangan yang telah ditimbulkan oleh China membuat NATO berkeinginan memperkuat dialog dan kerja sama dengan negara-negara mitra mereka di kawasan Indo-Pasifik, terutama untuk mengatasi tantangan lintas kawasan dan kepentingan keamanan bersama.
Duta Besar Denmark untuk Jepang Peter Takso-Jensen, seperti dikutip laman The Guardian, mengatakan, kekhawatiran terhadap China, terutama dalam persoalan keamanan Trans-Eropa membuat keputusan NATO menjaga hubungan dengan negara mitra di Indo-Pasifik menjadi relevan. Dia menyebut usulan pendirian kantor penghubung NATO yang baru adalah langkah riil aliansi itu memperkuat hubungan, tak hanya dengan Jepang, tetapi juga dengan negara mitra dan kawasan secara keseluruhan.
Ketegangan
Rencana NATO membuka kantor penghubung di Tokyo, Jepang, membuat geram China. Seperti dilansir laman Kementerian Luar Negeri China, jubir Kemenlu China Mao Ning menilai, tindakan NATO melebarkan sayap ke Asia Pasifik adalah bentuk campur tangan dalam urusan regional. Hal itu akan merusak perdamaian dan stabilitas kawasan.
“Asia adalah sauh bagi perdamaian dan stabilitas serta tanan yang menjanjikan untuk kerja sama dan pembangunan, bukan tempat pergulatan persaingan geopolitik,” kata Mao.
Dia menambahkan, upaya NATO untuk melebarkan sayap pengaruhnya ke Indo-Pasifik akan memicu konfrontasi dan semakin menuntut kewaspadaan tinggi di kawasan karena ketegangan meningkat.
Mantan juru bicara Kemlu China Zhao Lijian, yang dikutip Financial Times, menyebut tindakan NATO memperluas pengaruhnya ke Indo-Pasifik seperti gurita. “NATO memperluas tentakelnya ke Asia Pasifik,” kata Zhao. Dia juga mengatakan, upaya merusak perdamaian, seperti yang dilakukan NATO di kawasan, akan gagal.
Beijing telah berulang kali memperingatkan kemungkinan pembentukan blok militer seperti NATO di Asia. Menurut pakar keamanan, hal itu sangat tidak mungkin karena negara-negara di kawasan Asia memiliki kepentingan sangat beragam dan memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan China.
Untuk mengimbangi pengaruh China di kawasan, dari sisi ekonomi, pemerintahan Presiden Joe Biden telah meluncurkan program Indo-Pacifik Economic Framework for Prosperity pada Mei 2022. Tujuannya adalah untuk mengimbangi program Inisiatif Sabuk Jalan (Belt and Road Initiative atau BRI) Beijing yang sudah dinikmati banyak negara, termasuk Indonesia.
Blake Herzinger, peneliti tamu di Pusat Penelitian AS di Sydney, Australia, seperti dikutip Foreign Policy menyebut, protes China terhadap keagresifan NATO memperlihatkan betapa besar ambisi Beijing untuk menanamkan pengaruh di Selat Taiwan dan Laut China Selatan. Dalam pandangan lebih luas, langkah NATO tersebut untuk menekan potensi atau prospek invasi China ke Taiwan yang memiliki dampak merusak lebih besar, baik dari segi geoekonomi maupun tatanan internasional. (REUTERS)