DK PBB Desak Taliban Cabut Larangan Perempuan Bekerja
Gara-gara larangan Taliban, perempuan yang bekerja di UNAMA hanya memiliki waktu hingga 5 Mei untuk berkiprah. Setelah itu, Taliban meminta mereka berhenti bekerja.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
NEW YORK, JUMAT — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi yang mengecam peraturan Taliban melarang perempuan bekerja untuk lembaga-lembaga PBB di Afghanistan. Mereka meminta Taliban segera mencabut larangan itu karena pertolongan terhadap masyarakat Afghanistan yang sangat rentan bergantung pada kinerja PBB.
Resolusi itu dikeluarkan di New York pada Kamis (27/4/2023) malam waktu setempat atau Jumat (28/4/2023) pagi waktu Indonesia. Lima anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap DK PBB memberi suara bulat. Mereka mengecam keputusan Taliban yang dikeluarkan pada 5 April 2023.
”Cabut larangan bekerja bagi perempuan. Partisipasi penuh dan aman seluruh perempuan dan anak perempuan Afghanistan untuk pembangunan bangsa harus dijamin,” demikian kutipan resolusi itu, dilansir dari laman UN News Centre.
Resolusi itu meminta semua organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan yang beroperasi di Afghanistan agar mengajak Taliban─pemimpin de facto di Afghanistan─untuk mencabut larangan. Masa depan negara dan pertumbuhan kesejahteraan penduduk semakin terancam.
PBB memiliki misi kemanusiaan di Afghanistan yang disebut UNAMA. Gara-gara larangan Taliban, perempuan yang bekerja di UNAMA hanya memiliki waktu hingga 5 Mei untuk berkiprah. Setelah itu, Taliban meminta mereka berhenti bekerja. Apabila ini terjadi, operasionalisasi UNAMA sangat terganggu. Layanan kepada masyarakat rentan, bahkan untuk layanan mendasar sekalipun terhambat.
Sebagai gambaran, para perempuan kader UNAMA dan organisasi lain inilah yang bisa masuk hingga kampung-kampung. Mereka memberi imunisasi bagi anak-anak. Hanya kader perempuan pula yang bisa memeriksa kesehatan sesama perempuan, apalagi ibu hamil di komunitas yang sangat konservatif.
Afghanistan memiliki 28,3 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kemarau dan konflik berkepanjangan membuat mereka kesusahan menafkahi hidup. Mereka semua bergantung pada bantuan sosial baik yang disalurkan melalui UNAMA maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Hal ini membuat Afghanistan sebagai negara nomor satu di dunia yang bergantung pada pertolongan internasional.
PBB menganalisis, pada 2023 saja butuh dana 4,6 miliar dollar AS untuk membantu rakyat Afghanistan. Hingga kini, belum 5 persen dari jumlah tersebut yang terhimpun. Berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Taliban kontraproduktif terhadap pertumbuhan kesejahteraan masyarakat sehingga banyak individu ataupun lembaga penyantun enggan mengulurkan tangan untuk Afghanistan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menjadwalkan rapat darurat mengenai situasi di Afghanistan pekan depan. Rapat itu direncanakan berlangsung di Doha, Qatar. Negara-negara yang memiliki hubungan persahabatan serta kerja sama ekonomi dan kebudayaan dengan Afghanistan dilibatkan dalam rapat itu.
Sementara itu, Penasihat Senior Amnesty International Joyce Bukuru menulis di laman lembaga tersebut bahwa ia menyayangkan resolusi DK PBB itu kurang bergigi. ”Resolusi ini tidak mencakup permintaan pertanggungjawaban kepada semua pihak terkait atas pelanggaran hak asasi manusia secara sistemik di Afghanistan. Taliban terus melanggar hak-hak universal dan mendasar masyarakat Afghanistan dan ada pembiaran dari dunia,” tuturnya.
Dana
Di dalam rapat DK PBB terjadi perdebatan. Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzia menuduh AS mencuri dana masyarakat Afghanistan. Ketika Taliban merebut pemerintahan pada akhir Juli 2021, Pemerintah AS membekukan dana yang disimpan Pemerintah Afghanistan di bank-bank AS sebesar 7 miliar dollar AS.
”Kalau memang niat menolong rakyat Afghanistan, kembalikan uang mereka,” kata Nebenzia.
Wakil Dubes China untuk PBB Geng Shuang mendukung perkataan Nebenzia. AS memutuskan memindahkan setengah dari dana tersebut ke sebuah rekening di Swiss. Akan tetapi, tidak jelas setelah itu apabila dana dipakai untuk membantu rakyat Afghanistan. (AP)