Terhambat Tindakan Taliban, Badan-badan Amal Tangguhkan Program di Afghanistan
Penghentian aktivitas sejumlah badan amal internasional yang mengelola program-program bantuan bagi jutaan warga Afghanistan terjadi saat lebih dari separuh penduduk negeri itu mengandalkan bantuan kemanusiaan.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
KABUL, SENIN — Lembaga-lembaga amal dan bantuan internasional, seperti Save the Children, Dewan Pengungsi Norwegia, CARE International, dan Komite Penyelamatan Internasional atau IRC, menangguhkan program kemanusiaan mereka di Afghanistan. Langkah ini terpaksa mereka ambil setelah kelompok Taliban yang memerintah negeri itu memerintahkan semua organisasi nonpemerintah baik lokal maupun asing yang beroperasi di Afghanistan untuk tidak lagi mempekerjakan staf perempuan.
”Kami tidak mungkin bisa menjangkau anak-anak yang butuh bantuan di Afghanistan tanpa bantuan staf perempuan kami. Selama ini staf perempuan bisa menjangkau jutaan warga Afghanistan yang sangat butuh bantuan sejak Agustus 2021,” sebut pernyataan tertulis lembaga Save the Children, Minggu (25/12/2022).
Kementerian Ekonomi Afghanistan mengirimkan larangan pelibatan kaum perempuan itu kepada berbagai LSM pada Sabtu (24/12/2022). Juru bicara Kementerian Ekonomi Afghanistan, Abdulrahman Habib, mengatakan, larangan berlaku sampai ada pemberitahuan selanjutnya. Taliban akan mencabut izin operasi LSM yang tetap mempekerjakan perempuan Afghanistan selepas larangan itu dikeluarkan.
Keputusan itu diambil karena Taliban menerima banyak keluhan bahwa perempuan yang bekerja di organisasi-organisasi nonpemerintah tidak mematuhi aturan berpakaian menurut Islam, seperti yang mereka pahami dan anut.
Pada Mei 2022, Taliban memerintahkan seluruh perempuan Afghanistan menutup sekujur tubuhnya jika berada di luar rumah. Seluruh wajah juga harus ditutup dengan cadar yang menyisakan bagian seperti jaring agar penggunanya tetap bisa melihat. Menurut Taliban, demikianlah busana perempuan yang sesuai syariat Islam.
Secara terpisah, merespons tindakan terbaru Taliban tersebut, Komite Penyelamatan Internasional (International Rescue Committee/IRC) melalui pernyataan tertulis juga mengumumkan penangguhan layanan mereka di Afghanistan. Alasan mereka sama seperti dikemukakan oleh Save the Children. Di antara lebih dari 8.000 warga Afghanistan yang dilibatkan dalam pelayanan IRC, lebih dari 3.000 orang adalah kaum perempuan.
”Kemampuan kami memberikan layanan sangat bergantung pada staf perempuan. Jika tidak diizinkan mempekerjakan perempuan, kami tidak bisa membantu mereka yang membutuhkan,” sebut pernyataan tertulis IRC, lembaga yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, itu.
Penghentian aktivitas sejumlah badan amal internasional, yang mengelola program-program bantuan bagi jutaan warga Afghanistan, terjadi saat lebih dari separuh penduduk negeri itu mengandalkan bantuan kemanusiaan. Ketergantungan mereka saat ini semakin besar, terutama bagi warga-warga di pelosok pedalaman dan di tengah musim dingin yang sekarang ini melanda Afghanistan.
Kemampuan kami memberikan layanan sangat bergantung pada staf perempuan. Jika tidak diizinkan mempekerjakan perempuan, kami tidak bisa membantu mereka yang membutuhkan.
Save the Children, Dewan Pengungsi Norwegia (Norwegian Refugee Council), dan CARE International juga mengemukakan dampak pelarangan staf perempuan oleh Taliban bagi hilangnya ribuan lapangan pekerjaan di negara itu. Ketersediaan lapangan pekerjaan sedikit membantu ekonomi Afghanistan, terutama di tengah krisis ekonomi yang semakin parah sejak Taliban mengambil alih pemerintahan negara itu pada Agustus 2021.
Badan amal internasional lainnya, AfghanAid, sebelumnya telah mengumumkan penangguhan operasi mereka di Afghanistan. Sejumlah LSM juga mengambil kebijakan serupa.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Afghanistan menyatakan prihatin dengan larangan-larangan yang dikeluarkan Taliban terhadap perempuan di negeri tersebut. Apalagi, sebelumnya Taliban juga telah melarang perempuan masuk perguruan tinggi. Perempuan juga tak boleh bekerja di pemerintahan, tidak boleh bepergian tanpa ditemani saudara laki-laki, dan wajib mengenakan pakaian menutupi seluruh tubuh saat keluar rumah.
Tak hanya itu, perempuan di Afghanistan juga dilarang masuk ke taman-taman umum. Banyak kalangan menilai, semua larangan Taliban bagi perempuan akan memicu bencana kemanusiaan di negara tersebut.
Membalas kritik berbagai pihak, juru bicara pemerintahan Taliban, Zabihullah Mujahid, menegaskan bahwa semua institusi yang mau beroperasi di Afghanistan wajib mematuhi aturan negara. Bagi organisasi bantuan kemanusiaan yang tidak mematuhi aturan baru itu, izin operasinya akan ditangguhkan.
”Kami tidak mengizinkan siapa pun berbicara sembarangan atau membuat ancaman terkait keputusan para pemimpin kami,” kata Mujahid dalam unggahannya di Twitter yang merujuk pada pernyataan Kepala Misi AS untuk Afghanistan.
Seruan Qatar
Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan prihatin dan meminta pemerintahan Taliban untuk meninjau kembali keputusannya. Qatar menekankan perlunya menghormati hak perempuan untuk bekerja, mengingat kebebasan untuk memilih dan menerima pekerjaan termasuk dalam hak asasi manusia.
Qatar menjadi tuan rumah bagi kantor perwakilan Taliban semasa perang sekaligus menjadi tempat perundingan damai yang berujung pada pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban di Afghanistan pada 2021.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menilai larangan Taliban terhadap perempuan jelas merugikan pemerintahan Taliban dan juga merugikan kepentingan seluruh rakyat Afghanistan.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell mengecam langkah Taliban. Ia mendesak Taliban segera mencabut larangan-larangan terhadap perempuan sebagai bagian dari kewajiban Taliban menghormati hukum kemanusiaan internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Keputusan ini juga dikhawatirkan akan menghapus peran perempuan di publik.
”UE harus mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan ini, termasuk keterlibatan Afghanistan dan Taliban dengan UE,” sebut Borrell dalam pernyataan tertulisnya.
Kuasa Usaha AS untuk Afghanistan, Karen Decker, memperingatkan bahwa keputusan Taliban tersebut hanya akan menyebabkan kelaparan. ”Sebagai perwakilan dari donor bantuan kemanusiaan terbesar di Afghanistan, saya berhak atas penjelasan tentang bagaimana Taliban hendak mencegah perempuan dan anak-anak kelaparan jika perempuan tidak lagi diizinkan mendistribusikan bantuan kepada perempuan dan anak-anak lain,” tulis Decker melalui Twitter, Minggu.
Wakil Perwakilan Khusus Ketua PBB untuk Afghanistan Ramiz Alakbarov menyatakan khawatir larangan itu akan memperparah perekonomian Afghanistan yang sudah semakin terpuruk sejak Agustus 2021. Sejak Taliban merebut kekuasaan, AS membekukan miliaran dollar aset, sedangkan lembaga-lembaga donor asing pun memotong jumlah bantuan.
Puluhan organisasi internasional beroperasi hingga daerah-daerah terpencil di Afghanistan. Banyak organisasi itu mempekerjakan perempuan yang mengandalkan pendapatan mereka untuk memberi makan seluruh anggota keluarga mereka. ”Semua bantuan yang diberikan kepada rakyat Afghanistan ini penting baik untuk ketahanan gizi maupun jaminan lapangan pekerjaan bagi rakyat,” ujar Alakbarov.
”Kalau saya kehilangan pekerjaan, 15 orang di keluarga saya nanti bisa mati kelaparan. Sementara dunia sedang merayakan datangnya tahun baru, Afghanistan malah menjadi neraka bagi perempuan,” kata Shabana (24) yang menjadi tulang punggung keluarganya itu. Shabana sudah bekerja untuk LSM asing selama puluhan tahun. (REUTERS/AFP/RAZ)