Perempuan Afghanistan punya mimpi. Namun di dalam negeri, mereka mengalami diskriminasi dan represi sehingga mimpi menjadi jauh. Sementara di luar negeri yang aksesnya terbuka, mereka bisa mengejar dan meraihnya.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Kaum perempuan Afghanistan secara harfiah hidup dalam dua dunia yang berbeda. Mereka yang hidup di Afghanistan mengalami diskriminasi dan represi. Sementara mereka yang hidup di luar negeri memiliki akses untuk mengejar mimpi.
Baru-baru ini, tim robotika putri Afghanistan yang tinggal di luar negeri memenangi kontes robotika Doha Expo di Qatar. Tim yang juga dikenal dengan julukan ”Afghan Dreamers” itu memenangi peringkat kedua.
Mereka diberi tantangan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat. Ketua tim, Somaya Faruqi, seperti dilansir oleh media Afghanistan, Tolo News, memilih tema kemacetan sebagai pokok permasalahan.
”Kami membuat sistem penghitungan otomatis jumlah kendaraan di jalan. Jika kondisi jalanan sesak, lampu merah akan lebih lama menyala dibandingkan dengan lampu hijau,” ujar salah seorang anggota tim.
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, Sabtu (26/3/2022), memberikan penghargaan Asosiasi Internasional Qatar kepada Roya Mahboob (35) di Doha, Qatar. Mahboob adalah perempuan pengusaha dari Herat, Afghanistan, yang mendirikan tim robotika putri pertama dan satu-satunya di Afghanistan.
”Saya berterima kasih kepada Sheikh Tamim dan juga kepada semua orang yang terus mendukung kami,” kata Mahboob dalam pidato sambutannya.
Prestasi ini dipuji oleh sejumlah perwakilan negara-negara Barat. Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Perempuan Afghanistan Rina Amiri mengutarakan, Mahboob adalah bukti pendidikan betul-betul jalan keluar untuk membangun serta memberdayakan masyarakat Afghanistan. Sementara itu, Utusan Khusus Jerman untuk Afghanistan dan Pakistan Jasper Wieck mengatakan, prestasi tersebut adalah teladan di tengah krisis yang dialami oleh perempuan Afghanistan.
Kemenangan tim putri dan penghargaan untuk Mahboob ini diberitakan di Afghanistan, termasuk oleh kantor berita resmi Bakhtar dan juga Pajwhok. Mereka menulis, Mahboob berjasa menunjukkan bahwa Afghanistan juga mampu menguasai teknologi canggih dan menciptakan karya-karya inovatif.
Saat Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan pada Agustus 2020, Mahboob beserta tim robotika putri merupakan kloter pengungsi pertama yang angkat kaki dari negara tersebut. Mereka di hari pertama mendapat kesulitan untuk meninggalkan Afghanistan sehingga Mahboob, seperti dilaporkan oleh surat kabar The Independent, meminta bantuan kepada narahubungnya di Pemerintah Kanada.
Akhirnya, dari 20 anggota tim robotika putri, sebagian besar berhasil diungsikan ke Qatar pada 19 Agustus 2021. Sisanya diboyong ke Meksiko. Di kedua negara ini, para remaja putri itu bisa melanjutkan pendidikan serta mengembangkan minat dan kompetensi mereka. Mereka juga rutin melakukan kegiatan daring untuk mengembangkan proyek-proyek terbaru.
Sekolah ditutup
Keadaan yang dialami oleh Mahboob dan tim robotika putri itu tidak bisa dinikmati remaja putri di Afghanistan. Pada 23 Maret 2022, Taliban mengumumkan bahwa anak-anak perempuan kelas VI hingga XII sudah boleh kembali ke sekolah. Sebelumnya, mereka tidak bersekolah karena Taliban menginginkan pendidikan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan usia remaja.
Namun, tak lama kemudian, Taliban mengumumkan peraturan baru yang membatalkan peraturan sebelumnya itu. Akibatnya, pihak sekolah terpaksa memulangkan siswi-siswi di tengah pelajaran pada hari pertama sekolah.
”Tentu saja pendidikan untuk kaum perempuan sangat penting. Namun, ketika kami (Taliban) melakukan rapat dalam skala yang lebih besar, kami menemukan bahwa kerangka pendidikan untuk remaja perempuan ini belum solid. Oleh sebab itu, pendidikan untuk perempuan kelas VI hingga XII ditunda dulu sampai kami menemukan pola yang sesuai dengan nilai dan norma Emirat Islam Afghanistan,” kata Direktur Komunikasi Kementerian Pendidikan Taliban Aziz Ahmad Ryan kepada kantor berita Bakhtar.
Taliban juga mengeluarkan larangan terbang bagi perempuan yang bepergian sendirian. Seorang petugas di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, yang menolak diungkap namanya, mengatakan, staf bandara pada Senin (28/3) melarang belasan perempuan yang hendak terbang menggunakan maskapai nasional Afghanistan, Ariana Airlines.
Alasannya, aturan baru melarang perempuan pergi tanpa pendamping yang merupakan muhrimnya. Muhrim yang dimaksud adalah laki-laki anggota keluarga perempuan tersebut, misalnya ayah, saudara kandung, ataupun suami.
Padahal, para perempuan yang hendak berangkat ini adalah orang Afghanistan dengan kewarganegaraan ganda. Mereka ingin terbang antara lain ke Dubai, Pakistan, dan Turki.
Sumber dari bandara menuturkan, Taliban masih membahas mengenai aturan perjalanan bagi perempuan. Informasi masih simpang siur karena tersebar kabar jika jarak perjalanan masih di bawah 72 kilometer, perempuan bisa pergi sendiri. (AP/DNE)