Perayaan Idul Fitri di Tengah Pertempuran di Sudan
Warga Sudan harus merayakan Idul Fitri dengan penuh ketakutan. Pertempuran sedang berlangsung di antara dua kekuatan bersenjata di negara tersebut.
Oleh
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO
·4 menit baca
KHARTUM, JUMAT – Ratusan juta Muslim Indonesia dapat merayakan Idul Fitri dengan tenang dan penuh kegembiraan. Meski ada perbedan dalam penentuan dimulainya perayaan Idul Fitri, hal itu sama sekali tidak mengurangi kegembiraan Muslim Indonesia untuk merayakan Lebaran.
Kondisi berbeda dialami Muslim di Sudan, negeri berpenduduk 49 juta dengan sekitar 90 persen di antaranya menganut Islam. Puluhan juta orang umat Islam di negara itu harus bersiap-siap merayakan Idul Fitri dengan penuh ketakutan. Sejak Sabtu pekan lalu, pertempuran pecah antara Angkatan Bersenjata Sudan dan kelompok RSF. Sedikitnya 350 orang yang meliputi, antara lain, warga sipil tak berdosa tewas akibat tembak-menembak.
Pesawat udara dan roket milik Angkatan Bersenjata Sudan menembaki titik-titik lokasi RSF di ibu kota Sudan, Khartum, serta sejumlah kota lain. Sebaliknya, RSF menyerbu titik lokasi kekuatan militer Sudan, termasuk markas mereka.
Pertempuran pecah sebagai buntut perbedaan pendapat antara pemimpin militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Burhan, dan pemimpin RSF, Mohamed Hamdan Dagalo. Mereka tidak akur dalam penataan transisi demokrasi di negara tersebut.
Reuters melaporkan, Khartum diguncang rentetan tembakan pada Jumat (21/4/2023) meski sejumlah pemimpin negara lain menyerukan agar Burhan menjalankan gencatan senjata terkait perayaan Idul Fitri.
Para pemimpin yang menyerukan gencatan senjata itu antara lain Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken. Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dan Qatar serta Intelijen Mesir turut mendesak pihak yang bertikai di Sudan untuk segera menjalankan gencatan senjata.
Sementara itu, RSF mengatakan telah menyetujui gencatan senjata 72 jam atas dasar kemanusiaan mulai pukul 6 pagi pada Jumat, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Hampir semua negara di Timur Tengah dan Afrika Utara mengumumkan bahwa Idul Fitri dirayakan pada Jumat. Petugas pemantau hilal di negara-negara di kawasan itu melihat bulan sabit hari pertama Syawal pada Kamis malam waktu setempat.
”Gencatan senjata bertepatan dengan Idul Fitri yang penuh berkah... untuk membuka koridor kemanusiaan guna mengevakuasi warga dan memberi mereka kesempatan menyapa keluarga mereka,” kata RSF dalam pernyataan.
RSF secara tak langsung menuding Angkatan Bersenjata Sudan sebagai pemicu tembak-menembak. ”Pada saat ini, ketika warga bersiap menyambut hari pertama Idul Fitri, permukiman-permukiman di Khartum terbangun gara-gara pengeboman oleh pesawat dan artileri berat dalam serangan besar-besaran yang langsung menyasar lingkungan perumahan,” kata RSF, Jumat pagi.
Kepada Al Jazeera, Burhan mengatakan akan mendukung gencatan senjata yang memungkinkan warga untuk bergerak secara bebas. Menurut dia, upaya membantu warga sipil agar dapat bergerak secara bebas telah dihambat oleh kubu RSF.
Bantuan untuk RSF
CNN melaporkan, organisasi tentara bayaran Rusia, Wagner, telah memasok RSF dengan rudal guna membantu mereka melawan Angkatan Bersenjata Sudan. Hal itu dilaporkan CNN bedasarkan sumber-sumber diplomatik Sudan dan kawasan setempat. Menurut sumber itu, rudal darat-ke-udara secara signifikan membantu tentara RSF untuk menghadapi militer Sudan.
Berdasarkan citra satelit, aktivitas tidak biasa terjadi di perbatasan Sudan-Libya, tepatnya di pangkalan-pangkalan Wagner di wilayah-wilayah yang dikuasai seorang jenderal Libya yang didukung organisasi tentara bayaran itu.
Gambar satelit yang dianalisis CNN dan kelompok All Eyes on Wagner memperlihatkan sebuah pesawat angkut Rusia bolak-balik antara dua pangkalan udara utama Libya yang merupakan milik jenderal Libya, Khalifa Haftar, dan digunakan oleh kelompok tempur Rusia tersebut. Peningkatan aktivitas Wagner di pangkalan Haftar, dikombinasikan dengan klaim oleh sumber diplomatik Sudan dan kawasan, menunjukkan Rusia dan jenderal Libya mungkin telah bersiap untuk mendukung RSF sebelum pertempuran meletus di Sudan.
RSF pada awalnya merupakan milisi pendukung pasukan pemerintahan Sudan, yang masih dipimpin Presiden Omar Hassan al-Bashir, dalam konflik di Darfur, Sudan barat, bertahun-tahun yang lalu. Dagalo atau biasa dipanggil Hemeti berhasil memimpin jajarannya untuk mengatasi perjuangan kelompok bersenjata lokal di Darfur yang menolak pemerintahan di Khartum. RSF terus berkembang hingga akhirnya menempati posisi hampir sama kuat dengan Angkatan Bersenjata Sudan.
Bashir terpaksa mundur gara-gara kudeta militer yang terjadi di tengah demonstrasi besar menuntut pengunduran dirinya empat tahun lalu. Setelah itu, terbentuk dewan yang meliputi militer serta sipil guna menyiapkan demokratisasi. Angkatan Bersnejata Sudan kembali melakukan kudeta pada 2021 dan dibentuklah dewan kepemimpinan yang dipimpin Burhan dengan Dagalo sebagai wakilnya. Akan tetapi, keduanya akhirnya berseberangan dan saling mengerahkan kekuatan bersenjata untuk berperang.