Jutaan warga Sudan setidaknya bisa jeda sejenak dari kekerasan yang semakin mengarah ke kekacauan selama empat hari terakhir.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
KHARTOUM, SELASA — Kelompok yang bertikai di Sudan menyetujui gencatan senjata selama 24 jam mulai Selasa (18/4/2023) pukul 18.00 waktu setempat. Namun, gencatan senjata tidak akan diperpanjang lebih dari waktu yang telah disepakati. Jutaan warga Sudan setidaknya bisa jeda sejenak dari kekerasan yang semakin mengarah ke kekacauan selama empat hari terakhir.
Perseteruan antara Angkatan Bersenjata Sudan pimpinan Jenderal Abdel Fattah Burhan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pimpinan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo alias Hemedti sejak Sabtu (15/4/2023) telah menewaskan lebih dari 180 orang dan melukai 1.800 orang. Jutaan warga sudan di ibu kota dan kota-kota besar lainnya bersembunyi di rumah mereka, terjebak di tengah baku tembak kedua pasukan yang membombardir area permukiman dengan artileri dan serangan udara serta pertempuran di jalanan.
Stasiun televisi Al Arabiya dan Al Jazeera mengutip anggota senior militer Sudan, Letnan Jenderal Shams El Din Kabbashi, yang menyebutkan militer akan patuh pada gencatan senjata. CNN Arab mengutip Jenderal Burhan yang mengatakan akan menjadi pihak dalam gencatan senjata itu. Sebelumnya RSF juga menyatakan akan mematuhi gencatan senjata 24 jam itu.
Dagalo menyetujui gencatan senjata itu sehari setelah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken melalui telepon. ”RSF menegaskan kembali persetujuan gencatan senjata 24 jam untuk memastikan perjalanan yang aman bagi warga sipil dan evakuasi korban terluka. Namun, Angkatan Bersenjata Sudan tidak menghormati gencatan senjata ini dengan mengebom daerah padat penduduk dan membahayakan nyawa warga sipil,” kata Dagalo, Selasa.
Blinken menelepon pimpinan kedua kelompok yang berseteru secara terpisah. Pertempuran sengit kedua pasukan menyebaban konvoi diplomatik AS tertembak. Ia mengatakan, laporan awal menyebutkan serangan itu dilakukan pasukan yang terafiliasi dengan RSF dan menyebut serangan itu tidak bisa diterima.
Tak hanya konvoi diplomatik AS. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, perwakilannya di Sudan diserang di rumahnya sendiri. Sementara komite dokter nonpemerintah Sudan juga mengatakan rumah sakit di Sudan dibombardir. Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Sudan Volker Perthes mengatakan, dalam kondisi tegang saat ini, pengiriman bantuan tidak bisa dilakukan.
Pertempuran di Khartoum itu juga menghambat upaya mediasi langsung oleh para pemimpin dari Sudan Selatan, Kenya, dan Djibouti. Ketika pertempuran menyebar ke sejumlah daerah di Sudan, terutama wilayah Darfur barat, tekanan komunitas internasional dan regional untuk menyepakati gencatan senjata meningkat. Otoritas Antarpemerintah untuk Pembangunan regional, yang terdiri dari delapan negara di Tanduk Afrika timur, menyerukan agar permusuhan segera diakhiri.
Burhan membenarkan susahnya penyaluran bantuan untuk saat ini karena masih terjadi bentrokan antarfaksi dan bandara yang terancam. Ia mengaku terbuka untuk negosiasi dan bandara terancam. Meski terbuka untuk negosiasi, Burhan menegaskan pasukannya ”pasti” akan mengalahkan paramiliter Hemedti.
Analis politik di Sudan, Mehari Taddele Maru, menilai, bagi RSF, pertempuran di Sudan sudah bukan hanya perebutan kekuasaan, melainkan menjadi perjuangan untuk bertahan hidup. Dagalo telah menyatakan akan tetap memperjuangkan hak-hak rakyat melalui revolusi.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah menyatakan hampir tidak mungkin memberikan layanan bantuan kemanusiaan di sekitar Khartoum. Tanpa bantuan dari luar, sistem kesehatan Sudan berisiko runtuh.
”Faktanya, saat ini hampir tidak mungkin menyediakan layanan kemanusiaan di dalam dan sekitar Khartoum. Kami mendapat telepon dari berbagai organisasi dan orang-orang yang terjebak meminta evakuasi,” kata Kepala Delegasi IFRC Farid Aiywar.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengingatkan semua pihak harus berbuat sesuatu untuk mengurangi ketegangan. Semua pihak juga diminta untuk mengedepankan akal sehat. Juru bicara PBB, Alessandra Vellucci, menegaskan PBB akan tetap menghadirkan perwakilannya di Sudan dan melanjutkan mandat kemanusiaan. PBB memiliki 4.000 staf di Sudan yang bekerja dalam operasi kemanusiaan dan mendukung misi politik.
Program Pangan Dunia PBB untuk sementara menghentikan operasinya setelah tiga karyawannya tewas. Dalam komentar terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendokumentasikan tiga serangan terhadap fasilitas perawatan kesehatan sejak pertempuran meletus.
”Serangan terhadap layanan kesehatan merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum kemanusiaan dan hak atas kesehatan. Serangan harus dihentikan sekarang,” kata juru bicara WHO, Margaret Harris. (REUTERS/AP)