Tugas Fed Menurunkan Inflasi Terlalu Berat (Bagian 1)
“Beberapa pembuat kebijakan di Federal Reserve berpikir untuk menghentikan kenaikan suku bung,” demikian hasil pertemuan itu.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Misi Bank Sentral AS menurunkan suku bunga berat. Ini bukan saja soal stimulus ekonomi dengan jumlah dana berlebihan, penyebab inflasi. Kebijakan fiskal pemerintah AS yang selalu defisit turut membebani. Ini masih ditambah lagi dengan kebijakan luar negeri AS yang sangat menonjolkan konfrontasi dengan blok China dan berefek inflatoir.
Di Amerika Serikat, ekonom Jeremy Siegel paling konstan menentang lanjutan kenaikan suku bunga. Sejak akhir 2022 Siegel memperingatkan kenaikan suku bunga harus diredam karena akan memukul perekonomian. Namun, suara umum menyebutkan inflasi sebesar 5 persen masih terlalu tinggi dan perlu dinaikkan lagi hingga inflasi bisa mencapai 2 persen.
Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell terjepit di tengah dua opini: apakah terus melanjutkan kenaikan suku bunga atau menghentikannya. Rapat Komite Kebijakan Pasar Terbuka Fed (FOMC), 21-22 Maret, memperlihatkan kegamangan tersebut.
FOMC menghadapi trilema, terkait pertumbuhan, inflasi dan krisis keuangan/perbankan yang tidak bisa dicapai bersamaan, seperti tertuang dalam laporan tentang pertemuan pada 21-22 Maret lalu. Kenaikan suku bunga mencegah pertumbuhan ekonomi dan telah menyebabkan Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut. ”Beberapa pembuat kebijakan di Federal Reserve berpikir untuk menghentikan kenaikan suku bunga,” demikian hasil pertemuan itu.
Namun, dalam pertemuan itu, khususnya Presiden The Fed Chicago Austan Goolsbee dan Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, menyatakan suku bunga tetap perlu dinaikkan. Jika tidak, risikonya adalah kenaikan inflasi kembali. Goolsbee menyimpulkan, FOMC perlu menaikkan suku bunga ketimbang berpikir semata soal risiko pengetatan kucuran kredit perbankan AS akibat kenaikan suku bunga.
Bantuan dana darurat
Di akhir pertemuan FOMC itu diputuskan, kenaikan suku bunga hanya dengan besaran 0,25 persen ketimbang 0,5 persen. Ini menjadikan suku bunga naik menjadi kisaran 4,75–5 persen. Ada kompromi. Namun, FOMC kemudian terbukti memperlihatkan fleksibilitas tinggi dalam kebijakan moneter.
Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) menjamin semua deposito, termasuk simpanan di atas 250.000 dollar AS yang tak dijamin, setelah kebangkrutan SVB pada 10 Maret. The Fed juga mengucurkan dana 300 miliar dollar AS lewat fasilitas yang dinamakan Bank Term Funding Program (BTPF).
Dana-dana dikucurkan untuk menalangi deposito kepada pebisnis dan perbankan. Fasilitas BTPF ini serupa saja dengan menaikkan jumlah uang beredar dan selanjutnya mendorong inflasi. Bagi Robert Kiyosaki, pengusaha dan penulis buku AS, BTPF ini adalah pencetakan uang yang menyebabkan fiat dollar AS seiring berjalannya waktu akan mengalami kemerosotan kurs. Pencetakan uang inilah yang turut menaikkan inflasi.
Sebagaimana dikatakan John Taylor, ekonom Standford dan mantan pejabat keuangan AS, inflasi adalah fenomena moneter. The Fed tidak perlu melihat hal lain, dan agar terus kukuh pada tujuan menurunkan inflasi dengan menaikkan suku bunga. Pesan Taylor ini sebenarnya berkali-kali ditekankan Powell, bahwa inflasi tinggi tidak baik, apalagi berkembang menjadi spiral.
Namun, sekarang pandangan tarik-menarik menguat di antara pihak yang mendorong kenaikan suku bunga dan penentangnya. Menteri Keuangan AS Janet Yellen, 15 April, kepada CNN, mengatakan, perbankan tampaknya makin berhati-hati mengucurkan kredit sehubungan dengan kebangkrutan perbankan. Hal ini mungkin melemahkan kebutuhan akan kenaikan suku bunga, kata Yellen. Beberapa pejabat The Fed senada dengan Yellen.
Lagi-lagi, tidak semua sependapat. Anggota Dewan Gubernur The Fed, Christopher Waller, Jumat (14/4/2023), mengatakan, The Fed belum terlalu agresif menurunkan inflasi menuju 2 persen dan perlu menaikkan suku bunga lebih tinggi lagi. Waller mengatakan, situasi pengetatan kredit oleh perbankan belum cukup meyakinkan untuk melepaskan kekukuhan akan kenaikkan suku bunga. ”Kebijakan moneter masih harus ketat untuk periode tertentu dan akan berangsung lebih lama dari yang dibutuhkan pasar,” kata Waller.
Indikasi Campur Tangan
The Fed ada di persimpangan. Ini bukan hal baru dan pernah terjadi pada dekade 1970-an. The Fed menurunkan suku bunga di tengah inflasi yang naik. Ini berlangsung saat The Fed dipimpin Arthur Burns yang sangat dekat dengan Presiden Richard Nixon. Namun, AS kemudian mengalami inflasi selama satu dekade.
Pesan serupa diingatkan lewat artikel The Wall Street Journal edisi 10 Juli 2023 berjudul “For the Fed, Easing Too Soon Risks Repeat of Stop-and-Go 1970s”. Ini pesan soal bahaya pengendoran kenaikan suku bunga di tengah tekanan inflasi.
Ekonom Mohamed El-Erian mengingatkan pentingnya independensi The Fed. ”Bank sentral berisiko kehilangan otonomi jika tidak bertanggung jawab secara terbuka atas kesalahan masa lalu, termasuk sikap yang pada 2021 pernah mengecilkan ancaman inflasi, dan efeknya menghukum konsumen serta merugikan ekonomi dengan inflasi yang menguat,” katanya.
Sejak itu The Fed bergegas mengejar ketinggalan dengan menaikkan suku bunga secara agresif, bahkan dengan risiko memicu resesi. ”Otonomi bank sentral sangat penting,” kata El-Erian.
Bank sentral berisiko kehilangan otonomi jika tidak bertanggung jawab secara terbuka atas kesalahan masa lalu, termasuk sikap yang pada 2021 pernah mengecilkan ancaman inflasi, dan efeknya menghukum konsumen serta merugikan ekonomi dengan inflasi yang menguat.
Akan tetapi, The Fed dan sikap error-nya tidak bisa dipersalahkan begitu saja. Pemerintah AS dan Kongres AS suka mengintervensi sektor keuangan. Tidak ada jaminan akan independensi The Fed.
Kenaikan suku bunga yang merapuhkan ekonomi bisa membahayakan pemerintahan, dalam hal ini posisi Presiden Joe Biden. Kongres AS juga demikian, takut menjadi pihak yang dipersoalkan dan melakukan campur tangan untuk menghapus jejak lama yang buruk.
Campur tangan itu walau tidak terlihat nyata, terindikasi kuat. Ketua DPR AS Kevin McCarthy, 12 Maret, mengatakan, pemerintahan Biden dan The Fed mampu sepenuhnya mengatasi krisis SVB. Ia juga mengatakan akan berbicara dengan Biden tentang krisis SVB. Terbukti kemudian, talangan terhadap SVB dikucurkan, beda dengan Lehman Brothers yang dibiarkan bangkrut pada 2008. SVB ditalangi sepenuhnya.
McCarthy pernah melobi Kongres AS pada 2018 untuk mengubah Dodd-Frank Act. Ini membuat kondisi SVB bebas dari pemantauan The Fed (The Intercepts, 12 Maret). Harian AS, USA Today, 15 Maret, menuliskan, para eksekutif SVB, Signature Bank yang sama-sama bangkrut, telah memberi ribuan dollar AS, baik ke kubu Demokrat dan Republikan. McCarthy menerima 13.667 dollar AS periode 2011 hingga 2018. Sebanyak 15.950 dollar AS dana diberikan kepada tim kampanye Biden. (Reuters/AP/AFP)