China Jajaki Upaya Perdamaian Palestina-Israel
Bagi China, langkah mendasar untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel adalah mengimplementasikan solusi dua negara dan berdirinya negara Palestina merdeka.
BEIJING, SABTU — Setelah berhasil mendamaikan dua rival bebuyutan di kawasan Timur Tengah, Arab Saudi dan Iran, kini China tengah menjajaki penyelesaian masalah Palestina. Penjajakan ini dilakukan di tengah gelombang baru kekerasan Israel-Palestina. Beijing mengungkapkan akan berusaha menyelesaikan isu Palestina secara layak dan cepat.
Penjajakan tersebut dilakukan Pemerintah China dengan mengumpulkan para duta besar negara-negara Timur Tengah untuk China di Beijing, Jumat (7/4/2023). Mereka diundang Utusan Khusus China untuk Timur Tengah Zhai Jun.
Dikutip media China, Global Times, Zhai menyebut bahwa Beijing berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk memfasilitasi perdamaian Palestina-Israel. China secara aktif telah merespons seruan negara-negara kawasan dan meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan konsultasi darurat mengenai situasi Palestina-Israel bersama negara-negara lain, termasuk Uni Emirat Arab, serta menempuh upaya-upaya aktif untuk deeskalasi.
Inisiatif yang diambil Beijing tersebut diungkapkan di tengah meningkatnya kekerasan yang selama ini terus menyelimuti krisis Palestina-Israel. Kekerasan terbaru ini berlangsung di tengah momen bersamaan bulan suci Ramadhan bagi umat Islam, perayaan Paskah bagi umat Kristiani, dan hari libur Paskah Yahudi.
Pada Jumat (7/4/2023) malam waktu Tel Aviv atau Sabtu dini hari WIB, seorang pria menabrak dan menembaki kerumunan orang di Tel Aviv. Pelaku disebutkan beridentitas warga Arab Israel berusia 45 tahun asal Desa Kafr Qassem. Ia tewas ditembak polisi.
Seorang pria warga Italia, Alessandro Parini, tewas dalam insiden itu. Sementara enam orang lain cedera karena ditabrak dan ditembak pelaku.
Insiden penembakan sejenis terjadi di Tepi Barat, tepatnya di dekat permukiman Israel, Efrat, di Lembah Jordan. Akibatnya, dua remaja putri masing-masing berusia 20 tahun dan 16 tahun tewas, sementara ibu mereka kritis. Mereka warga berkewarganegaraan Israel-Inggris dan tinggal di permukiman Efrat, tidak jauh dari kota Bethlehem.
Pelaku insiden tersebut melarikan diri. Israel masih memburu pelaku yang belum jelas identitasnya itu. Belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab. Menurut petugas media, mobil ibu dan dua putrinya tersebut dipepet dan didorong keluar dari jalur jalan raya.
”Musuh-musuh kami sedang mengetes kami lagi,” kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu seusai mengunjungi lokasi insiden bersama Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Netanyahu memerintahkan personel cadangan polisi perbatasan dan pasukan keamanan tambahan untuk dimobilisasi guna mengatasi gelombang serangan ini.
Insiden di Masjidil Aqsa
Insiden tersebut terjadi beberapa jam setelah Israel menyerang Lebanon dan Gaza. Serangan di Gaza, antara lain, merusak sebagian rumah sakit ibu dan anak Al Dorra. Sebelum itu, Israel juga mengepung Masjidil Aqsa selama dua hari dan menyerbu ke dalam masjid. Banyak anggota jemaah ditangkap dan dipukuli pasukan Israel.
Pada Rabu (5/4/2023), polisi Israel bersenjata lengkap menyerbu ke dalam Masjid Al-Aqsa, mengakibatkan perlawanan dari jemaah yang tengah berada di dalam masjid. Aparat Israel beralasan terpaksa masuk ke dalam masjid untuk mengusir para penghasut dan orang yang memprovokasi warga yang tengah berada di dalam masjid serta membarikade diri mereka dengan petasan, tongkat, hingga batu. Insiden itu dilanjutkan Israel dengan menangkap lebih dari 350 warga Palestina.
Baca juga : Pasca-penyerbuan Masjid Al-Aqsa, Ratusan Warga Palestina Ditahan Israel
Kompleks Masjidil Aqsa di kawasan Kota Tua Jerusalem, situs suci bagi Muslim dan Yahudi, sudah lama menjadi episentrum konflik dan kekerasan antara Palestina dan Israel. Wilayah pendudukan Tepi Barat, sebelum kekerasan baru-baru ini, juga mencatat sejumlah penyerbuan militer Israel ke kamp-kamp Palestina. Beberapa serbuan itu kemudian dibalas dengan penyerangan warga Palestina terhadap warga Israel.
Sejak awal tahun, hampir 90 orang Palestina—termasuk warga sipil—tewas dalam serbuan militer Israel. Di pihak Israel, sedikitnya 18 warga Israel dan warga asing tewas dalam sejumlah serangan di wilayah mereka.
Pengepungan dan penyerbuan Israel di Masjidil Aqsa pada Rabu lalu dibalas dengan penembakan roket dari Lebanon selatan dan Gaza. Setidaknya 34 roket ditembakkan dari Lebanon selatan ke arah Israel.
Penembakan itu menunjukkan potensi konflik Israel-Lebanon tidak berkurang meski tahun lalu Israel-Lebanon menyepakati perbatasan maritim. Kesepakatan itu disebut salah satu penanda baru hubungan mereka. Kesepakatan itu, antara lain, menegaskan bagian dasar laut yang bisa dieksplorasi oleh Israel-Lebanon. Kawasan itu diduga menjadi tempat lumbung gas bumi dengan kapasitas besar.
Upaya China
Di tengah peningkatan ketegangan di Israel, para duta besar negara-negara Timur Tengah untuk China berkumpul di Beijing. Mereka diundang Utusan Khusus China untuk Timur Tengah Zhai Jun.
Dikutip Global Times, Zhai menyebut bahwa Beijing berkomunikasi dengan berbagai pihak untuk memfasilitasi perdamaian Palestina-Israel. Beijing akan berusaha menyelesaikan isu Palestina secara layak dan cepat.
Ia juga menegaskan permintaan China soal penghormatan status quo di Kota Tua Jerusalem. Beijing juga menekankan, kemerdekaan penuh Palestina adalah bagian tidak terpisahkan dari resolusi konflik di sana. Semua pihak juga diingatkan pada berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa terkait isu Palestina.
Zhai mengajak komunitas internasional berbuat lebih banyak dan serius untuk membantu Palestina. Komunitas internasional belum menunaikan janji utamanya kepada warga Palestina. Ia menegaskan, langkah mendasar untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel adalah mengimplementasikan solusi dua negara—berdirinya negara Palestina dan Israel secara berdampingan dan damai—dan tegaknya negara Palestina merdeka.
Perkembangan di Palestina juga menjadi pembahasan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan Presiden Iran Ebrahim Rais. Erdogan meminta negara-negara Muslim bersatu melindungi Masjidil Aqsa. Pengelolaan dan pelindungan Kota Tua Jerusalem perlu dilakukan oleh lembaga multilateral, sebagaimana pernah diusulkan Perserikatan Bangsa-Bangsa puluhan tahun lalu.
Sementara Raisi menyebut, Israel kembali menunjukkan kejahatan tanpa takut mendapatkan sanksi. Sebab, Israel tahu akan selalu dibela Amerika Serikat dan sekutunya.
Adapun Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib mengatakan, Beirut akan mengirimkan protes ke Dewan Keamanan PBB. Protes itu terkait serangan Israel ke Lebanon. Serangan itu jelas melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701.
Peran AS
Direktur Kajian Timur Tengah di Fudan University Sun Degang mengatakan, dinamika di Palestina tidak bisa dilepaskan dari kebijakan Amerika Serikat. Sejauh ini, AS cenderung memaafkan apa pun ulah Israel. Akibatnya, Israel semakin keras terhadap Palestina.
”Isu Palestina adalah hal yang menyedihkan di tengah tren perdamaian kawasan,” ujarnya kepada Global Times.
Baca juga : Aparat Kepolisian Israel dan Warga Palestina Bentrok di Masjid Al-Aqsa
Sun merujuk pada rekonsiliasi Arab Saudi dengan Iran dan Suriah. Difasilitasi China, Arab Saudi-Iran setuju menormalkan lagi hubungan diplomatik mereka. ”Sayangnya, di Palestina tidak ada tanda perbaikan,” katanya.
Kondisi di Palestina akan tetap sama selama para pihak bertahan pada pandangan untuk mengenyahkan pihak lain. Ketimpangan pemihakan AS dan sekutunya memperburuk keadaan. ”Keamanan negara memang penting. Namun, keamanan satu negara tidak boleh dihadirkan dengan mengorbankan negara lain,” ujarnya.
Setelah bisa mendapatkan Arab Saudi-Iran, Sun yakin China bisa membantu menyelesaikan isu Palestina. Fakta ketidakberpihakan Beijing di kawasan adalah modal penting bagi upaya itu.
Analis di Arab Saudi, Salman Al-Ansari, menyebut rekonsiliasi Riyadh-Teheran sebagai ”tsunami perdamaian Timur Tengah”. ”China adalah satu-satunya negara yang punya daya tawar terhadap Iran dan China seolah satu-satunya negara yang membantu Iran bertahan di tengah sanksi global. Upaya China adalah tawaran sekali seumur hidup bagi Iran. Kalau diabaikan, China bisa jadi tidak akan mengurus Iran lagi,” tuturnya kepada Arab News.
Beijing bisa menjadi penengah dua musuh besar di Timur Tengah itu karena lama fokus pada berbagai isu kesejahteraan di kawasan. Beijing juga serius menjauhi urusan internal setiap negara mitranya di kawasan. ”Berbeda dengan Amerika Serikat, yang kurang lincah dan pragmatis di kawasan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, AS telah dan tetap berperan penting di kawasan. Bagaimanapun, AS telah melakukan berbagai hal di kawasan. Masalahnya, AS membuat berbagai kesalahan selama 20 tahun terakhir. Serbuan ke Irak dan Suriah hanya sebagian kesalahan AS di kawasan. Bahkan, sebagaimana dilaporkan The Wall Street Journal, AS disebut keberatan Arab Saudi rujuk dengan Iran dan Suriah. (AP/AFP/REUTERS)