Wilayah Lebanon Digunakan untuk Luncurkan Roket Usai Penyerbuan Kedua Israel ke Al Aqsa
Puluhan roket menyasar wilayah Israel setelah aparat keamanannya menyerbu untuk ke dua kalinya jemaah yang tengah beribadah di Kompleks Mesjid Al Aqsa. Israel menuding Pemerintah Lebanon mengetahui pelaku serangan.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·5 menit baca
Tel Aviv, Jumat — Puluhan roket yang berasal dari Lebanon ditembakkan ke wilayah Israel pascapenyerbuan aparat keamanan negara itu ke Mesjid Al Aqsa selama dua hari berturut-turut. Beberapa roket berhasil dihadang dan militer Israel membalas serangan itu dengan menyerang ke wilayah Lebanon dan ke Kota Gaza.
Dalam pernyataanya, Kamis (6/42023) malam, militer Israel menyebut bahwa roket yang ditembakkan dari wilayah Lebanon sebanyak 34 buah dan 25 diantaranya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome. “Lima roket mendarat di wilayah Israel,” demikian pernyataan militer Israel.
Sebagai balasan, Jumat (7/4/2023), militer Israel menyerang sejumlah sasaran di Lebanon selatan dan Kota Gaza. Militer Israel menyebut sasaran serangan mereka adalah sejumlah infrastruktur milik kelompok Hamas di Lebanon selatan. Stasiun televisi Lebanon, Al Mayadeen, menyebut ledakan terdengar di Kota Tirus, sebuah kota pelabuhan di selatan negara itu.
Serangan udara Israel ke wilayah Lebanon dan Gaza dilakukan setelah kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melakukan rapat, Kamis malam. “Ini adalah tanggapan Israel, untuk malam ini dan seterusnya,” katanya.
Serangan Israel ke wilayah Lebanon dipertanyakan oleh perdana menteri sementara Lebanon, Najib Mikati. Ia mengatakan, Lebanon, dibantu oleh pasukan penjaga perdamaian PBB, tengah menyelidiki hal itu serta berusaha menemukan pelaku penembakan roket. Mikati mengatakan bahwa pemerintahannya dengan tegas menolak eskalasi militer dan penggunaan wilayah teritorialnya untuk melakukan tindakan yang mengancam stabilitas.
Sejauh ini, tidak ada kelompok di Lebanon yang mengaku bertanggung jawab atas serangan roket ke wilayah Israel. Hezbollah, yang mengutuk penyerbuan aparat keamanan Israel ke kompleks Mesjid Al Aqsa, tidak menanggapi permintaan komentar atas serangan roket tersebut. Baik Israel dan Hezbollah telah menghindari konflik habis-habisan sejak perang 34 hari pada tahun 2006 yang berakhir imbang.
Seorang pejabat keamanan Lebanon, yang berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media, mengatakan pihak aparat keamanan meyakini roket diluncurkan oleh kelompok militan Palestina yang berbasis di Lebanon, bukan oleh Hezbollah.
Sementara, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht mengatakan, mereka meyakini bahwa roket yang ditembakkan dari wilayah Lebanon erat kaitannya dengan kejadian di kompleks Mesjid Al Aqsa. Dia juga menambahkan bahwa militer dan pemerintah Israel meyakini bahwa Hezbollah dan pemerintah Lebanon mengetahui apa yang terjadi dan seharusnya ikut bertanggung jawab atas serangan itu.
Serangan roket ke wilayah Israel terjadi tidak lama setelah penyerbuan pertama dan ke dua militer Israel ke Mesjid Al Aqsa. Mengulangi tindakan pada penyerbuan pertama, aparat keamanan Israel Rabu larut malam kembali menggunakan granat kejut, peluru karet serta tongkat untuk menyerbu warga Palestina yang tengah berada di dalam kompleks tempat suci ke tiga umat Islam itu.
Menurut seorang staf Waqf, lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah Yordania mengelola kompleks mesjid tersebut, aparat keamanan Israel menyerbu ke dalam mesjid ketika jemaat belum selesai beribadah. Jemaat mencoba mempertahankan diri dengan cara melempar benda-benda yang ada di sekitarnya ke arah aparat keamanan. Menurut Bulan Sabit Merah Palestina sedikitnya enam orang jemaah warga Palestina terluka dalam penyerbuan itu.
Dua kali penyerbuan aparat keamanan Israel ke kompleks Mesjid Al Aqsa mendapat tanggapan serius dari Kelompok Hamas. Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyatakan bahwa rakyat Palestina tidak akan tinggal diam melihat agresi yang dilakukan oleh Israel ke Mesjid Al Aqsa.
Pernyataan itu disampaikan Haniyeh di Beirut, Lebanon, dan bertemu sejumlah kelompok perlawanan Palestina di sana.
"Rakyat Palestina dan kelompok perlawanan tidak akan duduk diam" dalam menghadapi "agresi biadab" Israel terhadap Al-Aqsa,” kata Haniyeh dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan.
Dalam pernyataannya, Haniyeh menyerukan semua organisasi Palestina untuk menyatukan barisan mereka dan mengintensifkan perlawanan mereka terhadap pendudukan Zionis (Israel)
Kecaman serupa juga disampaikan Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Dia mengatakan serangan Israel ke Mesjid Al Aqsa, serangannya terhadap jamaah, merupakan tamparan terhadap upaya AS baru-baru ini yang mencoba menciptakan ketenangan dan stabilitas selama bulan Ramadhan.
Serangan roket dari Israel ke Lebanon dan Gaza menyusul penyerbuan aparat keamanan Israel ke kompleks Mesjid Al Aqsa dikhawatirkan akan meluas dan mengakibatkan situasi yang tidak bisa dikontrol. Koordinator khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland mendorong pemimpin para pihak menahan diri dari tindakan yang kontraproduktif terhadap proses perdamaian.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menyuarakan keprihatinan tentang kekerasan di masjid dan mengatakan sangat penting bagi Israel dan Palestina untuk meredakan ketegangan.
Liga Arab mengadakan pertemuan darurat setelah itu mengutuk serangan itu dan mengatakan itu membahayakan stabilitas regional. Sementara, Uni Emirat Arab (UEA) dan China meminta Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara untuk membahas situasi di Palestina secara tertutup.
Rekonsiliasi Iran dan Arab Saudi
Sementara itu, Iran dan Arab Saudi melakukan langkah signifikan dengan secara resmi memulihkan hubungan diplomatik mereka yang sempat retak tujuh tahun terakhir. Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Pemerintah China di Beijing, kedua pihak sepakat tentang perlunya stabilitas regional dan setuju untuk bekerja sama dalam bidang ekonomi.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian membeberkan rincian kesepakatan antara kedua negara dalam sebuah rangkaian cuitan melalui akun Twitternya, Kamis, usai bertemu dengan Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud.
Dia mengatakan, pertemuan itu menandai dimulainya kembali hubungan diplomatik resmi antara kedua negara, kerja sama ekonomi dan komersial, pembukaan kembali kedutaan dan konsulat jenderal serta menekankan pada stabilitas, keamanan yang stabil, dan pembangunan kawasan.
Kantor berita resmi Iran, IRNA, melaporkan, pemerintah kedua negara akan membuka misi diplomatik mereka di kota utama lain selain ibu kota masing-masing, yaitu Mashhad di Iran dan Jeddah di Arab Saudi. Laporan itu menyebut kedua negara sepakat untuk mempelajari prospek penerbangan komersil antara mereka serta fasilitas visa bagi warganya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning mengatakan menghangatnya hubungan menunjukkan bahwa negara-negara kawasan memiliki kemauan dan kemampuan untuk menjaga perdamaian. Dia juga menyatakan bahwa Beijing mendukung pihak manapun untuk membina hubungan baik. Dia juga mendesak masyarakat internasional untuk membantu negara-negara Timur Tengah menyelesaikan perbedaan mereka.
“Taktik hegemoni kolonial yang membangkitkan kontradiksi, menciptakan keterasingan dan perpecahan harus ditolak oleh orang-orang di seluruh dunia,” katanya, tanpa menyebut satu pihak tertentu sebagai penyebar taktik hegemoni kolonial.
Pengumuman pemulihan hubungan diplomatik Iran dan Arab Saudi dipandang sebagai kemenangan diplomatik lain China karena negara-negara Teluk Arab menganggap Amerika Serikat perlahan-lahan menarik diri dari wilayah yang lebih luas. (AP/AFP/Reuters)