Indonesia Akhirnya Berkomunikasi dengan Oposisi Myanmar
Komunikasi dengan kubu oposisi sudah berulang kali diminta berbagai pihak. Komunikasi ASEAN tidak bisa lagi dilakukan hanya dengan junta. Sebab, sejauh ini junta tidak kunjung serius mewujudkan Lima Poin Konsensus ASEAN.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia mengindikasikan peningkatan komunikasi dengan kubu oposisi Myanmar. Komunikasi itu merupakan bagian dari upaya mendorong perwujudan Lima Poin Konsensus ASEAN soal Myanmar.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Indonesia berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan. ”Dengan tujuan untuk mendorong dapat dilakukannya dialog nasional yang inklusif,” ujarnya, Rabu (5/4/2023), di Jakarta.
Komunikasi itu disebut Retno sebagai pelaksanaan mandat Lima Poin Konsensus ASEAN soal Myanmar. Disepakati pada April 2021 di Jakarta, konsensus itu berisi permintaan penghentian kekerasan di Myanmar. Dialog dengan semua pihak untuk mencari solusi damai harus dilakukan. Dialog itu akan difasilitasi Utusan Khusus Ketua ASEAN dan Sekretariat Jenderal ASEAN. Utusan khusus juga perlu ke Myanmar dan bertemu semua pihak terkait. Selain itu, melalui ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre), ASEAN menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk warga Myanmar.
Berbagai pihak sudah berulang kali meminta berkomunikasi dengan kubu oposisi. Anggota DPR sekaligus anggota ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR), Eva Kusuma Sundari, mendesak komunikasi dengan oposisi. Secara spesifik, APHR minta komunikasi dilakukan dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk oposisi Myanmar. ”Kami meminta kepada Pemerintah Indonesia, menteri luar negeri, mulai berkomunikasi dengan NUG,” ujarnya.
APHR memandang, komunikasi ASEAN tidak bisa lagi dilakukan hanya dengan junta. Sebab, sejauh ini junta tidak kunjung serius mewujudkan Lima Poin Konsensus ASEAN.
Kekerasan
Dengan pernyataan Retno, Indonesia telah melakukan permintaan APHR dan berbagai pihak lain. Dalam berbagai komunikasi lintas pemangku kepentingan itu Indonesia terus meminta penghentian kekerasan. Indonesia khawatir karena kekerasan di Myanmar terus meningkat. Pasukan junta, oposisi, dan kelompok bersenjata suku-suku Myanmar terus baku tembak atau menyerang dengan berbagai cara.
Dilaporkan The Irrawaddy, salah satu kelompok milisi mengklaim menewaskan Minn Tayzar Nyunt Tin di Yangon. Secara resmi ia berprofesi sebagai pengacara khusus bisnis, tetapi The Irrawaddy menyebut Minn sebagai salah satu pengatur pencucian uang untuk junta. Pelaku serangan menyebut diri sebagai Burung Hantu Kota. Mereka mengklaim menyerang Minn pekan lalu di salah satu sisi Yangon. Serangan itu bagian dari upaya melemahkan junta.
Di sisi lain, junta juga menggencarkan serangan ke berbagai kubu pertahanan kelompok-kelompok milisi. Junta memakai roket dan panser dalam berbagai serangan ke lokasi pasukan yang mayoritas mengandalkan senapan dan pelontar roket itu. Dari sisi persenjataan, junta lebih unggul dibandingkan oposisi.
Karena itu, salah satu fokus sanksi sejumlah negara adalah jalur pasokan dan pendanaan pembelian senjata oleh junta. Pada Maret lalu, Amerika Serikat, antara lain, menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang memasok bahan bakar pesawat dan helikopter junta. Sejauh ini, AS telah menjatuhkan sanksi kepada 80 orang dan 32 badan hukum Myanmar. Mereka dianggap membantu junta mendapatkan penghasilan yang dipakai mendanai operasional junta. Dana itu dipakai, antara lain, untuk membeli persenjataan dan aneka peralatan operasional junta.
Ada tantangan serius menghentikan pasokan senjata ke junta. Sebab, junta, antara lain, mendapatkan persenjataan dari Rusia. Fakta itu membuat permintaan embargo senjata melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sulit dilakukan. Sebab, Rusia pasti akan memvetonya.
Karena itu, AS berusaha membangun kerja sama dengan negara di kawasan dan global untuk menekan aliran senjata ke Myanmar. AS memandang Indonesia negara yang sangat vokal soal pasokan senjata ke junta. Sebab, pasokan itu menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan tidak kunjung berhenti di Myanmar.
Dialog
Retno mengatakan, dialog inklusif tetap menjadi fokus utama pendampingan ASEAN terhadap Myanmar. Karena itu, komunikasi dengan semua pihak di Myanmar diintensifkan. Salah satu hasilnya adalah akses AHA Centre untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan semakin luas. ”Dengan fasilitasi Indonesia tesebut, AHA Centre telah berhasil melakukan konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan yang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Dengan demikian, terdapat pergerakan mengenai akses yang diberikan kepada AHA Centre,” tuturnya.
Retno mengakui, komunikasi perlu diperluas dan diintensifkan. Tujuannya untuk meluaskan area jangkauan pengiriman bantuan kemanusiaan untuk Myanmar. Konsultasi untuk menjangkau lebih banyak pemangku kepentingan masih diperlukan sambil mulai mempersiapkan pengiriman dari bantuan kemanusiaan tersebut. (REUTERS)