Simpanan Nasabah Perbankan AS Turun 870 Miliar Dollar AS
Walau krisis kepercayaan nasabah tampak mereda, ada 50 persen kesempatan krisis kepercayaan itu akan terulang kembali.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·5 menit baca
Terjadi penurunan nilai deposito di perbankan Amerika Serikat sebesar 870 miliar dollar AS sejak April 2022 hingga April 2023 akibat penarikan dana oleh nasabah. Dari total penurunan itu, sebanyak 300 miliar dollar AS menyebabkan kebangkrutan Silicon Valley Bank pada 10 Maret dan Signature Bank pada 12 Maret.
Demikian data yang terungkap dari Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) sendiri terjadi hanya dalam tempo dua hari, dipicu penarikan deposito sebesar 42 miliar dollar AS mulai 8 Maret. Ini terjadi setelah muncul informasi bahwa SVB kekurangan likuiditas. Situasi itu berimbas ke perbankan AS lainnya karena nasabah khawatir dan mendorong rentetan penarikan deposito.
Penarikan deposito dari semua perbankan AS sangat kencang pada pekan pertama setelah kebangkrutan SVB dan Signature Bank dengan jumlah 174,5 miliar dollar AS. Jumlah penarikan ini tergolong bersejarah bagi perbankan AS. Penarikan pada pekan kedua yang berakhir pada 22 Maret mulai menurun, yakni sebesar 126 miliar dollar AS.
Total penarikan deposito sebesar 300 miliar dollar dari seluruh bank di AS terjadi selama dua pekan setelah kebangkrutan SVB. Menurut The Fed, aliran keluar dana deposito terjadi pada institusi besar keuangan AS. Sebanyak 25 bank terbesar AS dari ukuran aset telah kehilangan 90 miliar dollar, setelah disesuaikan berdasarkan penarikan musiman (seasonally adjusted). Bank-bank berukuran lebih kecil sempat mengalami arus keluar terderas setelah kebangkrutan SVB dan Signature, tetapi kemudian malah kemasukan dana 6 miliar dollar AS.
Terendah sejak 2021
Total deposito telah anjlok 4,4 persen menjadi 17,3 triliun dollar AS atau turun sekitar 870 miliar dollar AS pada April 2023 dibandingkan April 2022. Jumlah deposito di dalam sistem perbankan AS sekarang merupakan yang terendah sejak Juli 2021.
Angka penurunan deposito ini menegaskan sesuatu sudah terjadi dalam persepsi para nasabah sebelum kebangkrutan SVB. Bahkan, penurunan deposito juga telah terjadi dalam dua bulan pertama 2023. Deposito perbankan AS sudah anjlok 5 persen pada kuartal terakhir 2022 dibandingkan dengan kuartal terakhir 2021.
Pengamat menilai, penarikan deposito ini termasuk sebagai efek kenaikan suku bunga oleh The Fed, yang dimulai sejak Maret 2022. Hanya, isu kenaikan suku bunga sudah terjadi sejak pertengahan 2021 karena tekanan inflasi meninggi. Situasinya sangat berbeda dengan masa awal pandemi Covid-19, saat bank-bank ketiban arus masuk deposito. Ini berkat stimulus berbunga murah dari The Fed.
Setelah suku bunga inti di AS naik oleh The Fed, nasabah mengalihkan simpanan ke dalam bentuk obligasi terbitan pemerintah AS dan lainnya. Pengalihan ini didasarkan pada opini bahwa ada hasil lebih tinggi (kupon) dengan memegang obligasi dibandingkan dengan suku bunga deposito yang sempat bertahan rendah. Maka, penurunan pertama jumlah deposito telah terjadi secara signikan pada kuartal kedua 2022.
Sebagian dana deposito beralih ke pasar uang (market fund), termasuk ke dalam bentuk obligasi. Sejak Januari 2023, dana-dana investor mulai beralih ke market fund, menurut riset Bank of America. Ini menciptakan aliran tertinggi ke market fund secara kuartalan yang tercatat pada kuartal pertama 2022, dan hanya kalah dengan kenaikan kuartalan tertinggi di masa pandemi pada awal 2020. Dalam periode ini, penarikan deposito karena kekhawatiran akan kebangkrutan bank belum muncul.
Menahan arus keluar
Sebanyak 60 miliar dollar AS dana masuk lagi pekan lalu ke market fund. Kebangkrutan SVB menambah faktor pendorong penarikan deposito. Pemerintah dan pejabat keuangan AS sebenarnya telah berupaya sekuat mungkin untuk mencegah arus keluar massal deposito sejak kebangkrutan SVB.
Otoritas juga sudah menjamin semua deposito untuk meredakan kepanikan dan menjanjikan hal serupa jika bank-bank lain bangkrut. Sebelas bank raksasa AS pun sudah memutuskan bantuan 30 miliar dollar AS ke First Republic untuk menstabilkan situasi.
Namun, ada tantangan di balik upaya pencegahan arus keluar deposito. Jika perbankan menaikkan suku bunga deposito untuk mempertahankan deposito, bank akan mengalami kekurangan laba, terlebih kucuran dana ke dunia bisnis tidak menghasilkan, seperti dialami SVB. Namun, jika perbankan kehilangan nasabah terlalu banyak, perbankan otomatis akan kehilangan aset penting, yakni deposito, dan mungkin akan dipaksa menjual aset untuk menutupi penarikan dana deposan, seperti yang menimpa SVB.
Secara umum, akhirnya hal yang terjadi adalah penurunan deposito. Situasi ini juga memberi pukulan lain pada industri keuangan AS. Saham-saham bank turut mengalami penurunan. Terbaru Charles Schwab, sebuah perusahaan sekuritas yang juga memiliki divisi bank, telah kehilangan nilai pasar sebesar 47 miliar dollar AS sepanjang Maret.
Schwab didera isu keuangan, yang membuat sahamnya anjlok disertai penarikan deposito dari divisi bisnis bank. Pada awal Maret, harga saham Schwab dengan aset 7 triliun dollar AS itu masih bertengger di level 77 dollar AS per lembar saham. Pada akhir Maret, harga saham itu telah anjlok ke level 52 dollar AS.
Maka, tidak heran jika mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers, Sabtu (1/4/2023), kepada televisi Bloomberg mengatakan, terlalu dini untuk mengatakan krisis perbankan telah berakhir. Walau krisis kepercayaan nasabah tampak mereda, ada 50 persen kesempatan krisis kepercayaan itu akan terulang kembali.
Bahkan, meski krisis kepercayaan nasabah mereda, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar dampak krisis perbankan ke perekonomian. Ini peringatan penting karena di samping krisis perbankan, The Fed juga masih harus menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi. Walaupun sudah menurun, inflasi masih jauh dari target 2 persen.
Sehubungan dengan itu, Summers mengingatkan ada potensi kejatuhan keras perekonomian, semuanya tergantung perkembangan. Ia menambahkan, resesi ringan tampak sangat sulit melihat situasi sekarang ini. Resesi keras juga dimungkinkan jika krisis perbankan menyebabkan kemacetan pinjaman ke dunia usaha. (REUTERS/AP/AFP)