Risiko sekarang ini sudah beranjak dari risiko keuangan ke dalam risiko penurunan ekonomi. Kekacauan aliran kredit perbankan akan menyeret perekonomian ke dalam resesi.
Oleh
SIMON P SARAGIH S
·4 menit baca
Krisis perbankan Amerika Serikat jauh dari tuntas. Otoritas AS berupaya meyakinkan publik bahwa sistem perbankan kuat. Tindakan ini hanya semacam mengulur waktu. Ledakan lebih besar keuangan AS tidak terhindarkan. Demikian dikatakan ekonom AS, Nouriel Roubini, Jumat (31/03/2023), kepada televisi Bloomberg.
Roubini mengatakan, persoalannya adalah sistem keuangan AS sekarang ini tidak akan mampu mengatasi besaran utang swasta dan publik yang sudah mirip timbunan tinggi dan besar. Situasi tersebut memunculkan ”trilema” yang segera memicu tahap kepanikan lanjutan.
Pemerintahan AS kini memiliki utang lebih dari 31 triliun dollar AS. Utang pemerintah menumpuk dari tahun ke tahun untuk menutupi defisit anggaran pemerintah. Utang Pemerintah AS yang sudah tinggi itu kini masih perlu dinaikkan lagi untuk menutupi defisit anggaran.
Pihak swasta AS pada saat bersamaan juga memiliki timbunan utang. Hal ini berlangsung tahun demi tahun dan sangat dimungkinkan karena ada pasokan uang beredar dari bank sentral AS, The Fed, dengan bunga rendah.
Defisit anggaran pemerintah dan pasokan uang beredar telah memicu kenaikan inflasi AS yang kini sudah berada jauh di atas 2 persen. Pada Februari 2023, inflasi AS mencapai 6 persen, menurun dari 9,1 persen pada Juni 2022. Inflasi masih harus diturunkan dengan kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS, yang artinya sedang terjadi penarikan dana-dana dari pasar.
Vincenzo Inguscio, analis dari biro Nomura London, mengatakan, penarikan uang beredar itu telah melesukan peredaran uang. Hal itu sangat terasa di pasar uang dan perbankan.
Baik The Fed maupun Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde berharap inflasi bisa diturunkan untuk meraih kestabilan harga. Pada saat bersamaan, Lagarde juga berharap pertumbuhan ekonomi bisa diraih disertai kestabilan di sektor keuangan.
Trilema
Roubini menepis angan Lagarde dan The Fed. ”Kita tidak dapat meraih kestabilan harga, memelihara pertumbuhan ekonomi, dan memiliki stabilitas keuangan pada saat bersamaan,” katanya. ”Jadi, kita bahkan akan menghadapi kejatuhan ekonomi dan krisis keuangan,” ujar Roubini.
Menurut Roubini, pembahasan tentang isu kestabilan perbankan AS sekarang seharusnya tidak hanya fokus melihat potensi kerugian kolektif sebesar 620 miliar dollar AS akibat kenaikan suku bunga. Nilai obligasi berbanding terbalik dengan kenaikan suku bunga. Ini sudah termasuk kerugian dari kepemilikan surat-surat berharga lainnya, yang nilainya menurun akibat kenaikan suku bunga. Kerugian potensial 620 miliar dollar AS ini diutarakan Ketua Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Martin Gruenberg.
Ratusan bank kecil telah bangkrut secara teknis dan itulah persoalan mendasar sekarang ini.
Roubini mengatakan, perhatian juga selayaknya diarahkan pada efek kenaikan suku bunga The Fed dalam setahun terakhir yang sudah mencapai 4,75-5 persen. Kenaikan suku bunga itu telah menyebabkan kerugian potensial perbankan AS sebesar 1,7 triliun dollar AS, berdasarkan riset yang dipublikasikan New York University’s Stern School of Business. Bentuknya berupa penurunan nilai-nilai obligasi yang dimiliki perbankan.
Kerugian potensial ini hampir mendekati total modal perbankan AS yang kini sebesar 2,1 triliun dollar AS. ”Ratusan bank kecil telah bangkrut secara teknis dan itulah persoalan mendasar sekarang ini,” ujar Roubini. ”Ketika suku bunga naik, hal yang terjadi bukan saja penurunan nilai-nilai obligasi dan turunnya pinjaman perbankan ke dunia usaha. Kenaikan suku bunga juga menyebabkan likuiditas mengetat sekaligus penyebab kebangkrutan,” ujarnya.
Efek sistemik
Masalah lanjutan akan muncul jika terjadi kebangkrutan pada satu bank. Hal itu bisa bersifat sistemik, menyeret keseluruhan sistem ke dalam masalah. Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB), misalnya, telah menyeret kebangkrutan Credit Suisse dan menggoyang Deutsche Bank serta bank lainnya.
Efek dari semua ini adalah seretnya kucuran kredit dari perbankan ke dunia usaha, yang tadinya tumbuh 10 persen per tahun menjadi nol persen. Di antara sesama perbankan juga sedang terjadi sikap kehati-hatian mengucurkan dana karena sikap saling meragukan kekuatan keuangan masing-masing. Selanjutnya hal tersebut akan menyebabkan kontraksi perekonomian.
Pembicaraan dalam perekonomian AS sekarang ini bukan lagi soal krisis perbankan, melainkan sudah melebar ke potensi krisis ekonomi besar. Gubernur The Fed Jerome Powell, demikian pula Menteri Keuangan AS Janet Yellen, tetap meyakini perekonomian AS akan berjalan baik. Walau terjadi penurunan, hanya penurunan ekonomi berskala kecil, bukan kontraksi.
Bagi Roubini, hal itu hanyalah semacam penenangan pasar dan penguluran waktu. Akar menuju kejatuhan ekonomi besar sangat jelas dasarnya.
Hal senada dinyatakan ekonom kondang lainnya, Mohamed El-Erian. Ia katakan, risiko sekarang ini sudah beranjak dari risiko keuangan ke dalam risiko penurunan ekonomi. Kekacauan aliran kredit perbankan akan menyeret perekonomian ke dalam resesi. ”Efeknya akan terasa pada perekonomian, kemungkinan pada kuartal III atau IV tahun ini dengan durasi yang resesi yang berlangsung lama,” kata El-Erian. (REUTERS/AP/AFP)