Tak Mau Kalah dari AS, Rusia Kembali Tempatkan Nuklir Taktis di Luar Negeri
AS sudah menempatkan 150 senjata nuklir taktis di sebagian negara anggota NATO. Setelah Soviet runtuh, Moskwa menarik TNW dari sejumlah negara. Sejak itu, baru kali ini TNW Rusia ditempatkan di luar negeri.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
AP/ALEXANDER ZEMLIANICHENKO
Rudal-rudal balistik Rusia RS-24 Yars dipamerkan di Lapangan Merah dalam parade militer Hari Kemenangan di Moskwa, Rusia, 24 Juni 2020.
MOSKWA, MINGGU — Rusia mengubah kebijakan penggunaan senjata nuklirnya. Mengikuti Amerika Serikat, Rusia akan kembali menempatkan sebagian persenjataan nuklirnya di luar negeri.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan, Rusia akan menempatkan rudal Iskander yang bisa dipasang hulu ledak nuklir. ”Pada 1 Juli, kami akan menuntaskan pembangunan tempat penyimpanan khusus untuk senjata nuklir taktis di wilayah Belarus,” ujarnya dalam wawancara yang disiarkan televisi Rossiya-24, Sabtu (25/3/2023) malam waktu Moskwa atau Minggu dini hari WIB.
Traktat Pengendalian Penyebaran Senjata Nuklir (NPT) tidak secara spesifik melarang negara pemilik senjata nuklir menempatkan senjata itu di negara lain. NPT hanya mengharuskan negara pemilik tetap menjadi pengendali peluncur persenjataan tersebut.
Karena itu, AS tetap menempatkan setidaknya 150 senjata nuklir taktis (tactical nuclear weapons/TNW) di sebagian negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Bom-bom nuklir B61 dengan panjang sekitar 3,6 meter, dengan daya ledak yang bervariasi mulai dari 0,3 hingga 170 kiloton ditempatkan AS di enam pangkalan udara di Italia, Jerman, Turki, Belgia, dan Belanda.
Sebaliknya, setelah Uni Soviet runtuh tahun 1991, Moskwa menarik TNW dari berbagai negara. Kala itu, AS berupaya keras mengembalikan senjata-senjata nuklir Soviet yang ditempatkan di Belarus, Ukraina, dan Kazakhstan ke Rusia. Moskwa kini mewarisi senjata-senjata nuklir peninggalan Soviet. Sejak senjata-senjata nuklir itu dikembalikan ke Rusia, Moskwa belum pernah mengumumkan penempatan senjata nuklirnya di luar wilayah negaranya.
AP/SPUTNIK/KREMLIN POOL PHOTO/SERGEI KARPUKHIN
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) menerima Presiden China Xi Jinping di Kremlin, Moskwa, Senin (20/3/2023). Pada Sabtu (25/3), Putin mengumumkan rencana penempatan senjata nuklir taktis di Belarus.
Sampai 2021, Putin berulang kali meminta AS menarik TNW. Permintaan itu ditolak Washington sampai sekarang. Kini, Putin membalik kebijakan Moskwa soal TNW. Pembalikan terjadi setelah Inggris menyatakan akan memasok peluru berlapis uranium sisa (depleted uranium) ke Ukraina.
Dalam ”Nuclear Notebook” Direktur Program Informasi Nuklir pada Federation of American Scientists Hans M Kristensen menulis bahwa Rusia mempunyai 1.830 TNW pada 2019. Sementara AS mempunyai 230 TNW. Adapun Pakistan memiliki hingga 30 hulu ledak TNW. Pada 1990, total hulu ledak TNW secara global ditaksir mencapai 30.000 unit.
Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Angkatan Darat AS-Rusia tetap mempunyai unit yang bisa melepaskan TNW. Hampir seluruh jenis rudal Rusia bisa mengangkut hulu ledak nuklir dan hulu ledak konvensional.
Daya ledak TNW berkekuatan hingga tiga kali lipat daya ledak bom yang dijatuhkan Amerika Serikat ke Hiroshima, Jepang, pada 1945. Bom Hiroshima berdaya ledak 15 kiloton TNT. Adapun senjata nuklir strategis (SNW) berdaya ledak di atas 100 kiloton TNT.
STAFF SGT NICHOLAS PEREZ/US AIR NATIONAL GUARD VIA AP
Peluru berlapis uranium sisa milik Amerika Serikat disimpan di gudang senjata di Utah pada Juni 2022. Inggris mengumumkan akan memasok peluru sejenis untuk Ukraina.
Meski berdaya ledak lebih tinggi dari bom Hiroshima, TNW tetap didefinisikan sebagai bom yang digunakan di medan tempur atau skala dampak lebih kecil. Adapun SNW dimaknai sebagai bom untuk menghancurkan suatu wilayah.
Karena tujuan penggunaannya, TNW biasanya dipasang di rudal jelajah atau berjangkauan lebih pendek, sedangkan SNW lazimnya dipasang di rudal balistik antarbenua (ICBM).
Rusia mempunyai 1.830 senjata nuklir taktis pada 2019, sementara AS mempunyai 230 TNW.
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menaksir, hampir 13.000 hulu ledak SNW dimiliki AS, Rusia, Perancis, Inggris, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara. Dari jumlah itu, sebanyak 6.375 unit ada di Rusia dan 5.800 unit berada di AS. Mayoritas bom tidak dipasang di rudal. Kini, hanya 3.852 unit SNW siap luncur sewaktu-waktu. Sementara itu, hingga 2.200 unit di antaranya dipasang di berbagai rudal AS dan sekutunya.
Peningkatan ketegangan
Pengumuman Putin berpotensi membalikkan keadaan. Sebab, pengumuman itu membuat potensi perang nuklir semakin terbuka. ”AS tidak mungkin diam saja kalau sampai senjata nuklir dipakai di medan perang,” kata Direktur Kajian Nuklir pada Carnegie Endowment for International Peace James M Acton.
Acton tidak bisa memastikan apakah Putin benar-benar akan menggunakan senjata nuklir di Ukraina atau tidak. Sebab, sudah berulang kali Moskwa mengisyaratkan penggunaan senjata nuklir di Ukraina. Sampai sekarang, belum satu pun hulu ledak TNW, apalagi SNW, diluncurkan Rusia. ”Dia (Putin) lebih condong mengancam dengan nuklir, lalu mendapatkan konsesi dibandingkan benar-benar menggunakannya,” kata Acton.
Dosen Ilmu Hubungan Internasional pada University of Southern California, Nina Srinivasan Rathbun, mengatakan, penggunaan TNW di Ukraina akan meningkatkan peluang keterlibatan langsung NATO. Selama ini, NATO terlibat secara tidak langsung dengan hanya mengirim persenjataan dan data intelijen ke Ukraina.
Direktur Eksekutif Arms Control Association Daryl Kimball menyebut penggunaan nuklir dalam skala apa pun jelas akan berdampak buruk. Sebab, pihak lawan akan menemukan alasan untuk membalas dengan senjata nuklir. Apalagi, sudah bertahun-tahun AS dan Rusia mengubah doktrin penggunaan senjata nuklir.
RUSSIAN DEFENSE MINISTRY PRESS SERVICE VIA AP
Foto yang dirilis Kementerian Pertahanan Rusia, 19 Februari 2022, memperlihatkan seorang petugas tengah memeriksa kesiapan jet tempur MiG-31K yang akan mengangkut rudal hipersonik Kinzhal. Kinzhal telah digunakan dalam dua kesempatan di Ukraina, masing-masing pada Maret 2022 dan 9 Maret 2023.
Sampai 2022, AS membatasi penggunaan nuklir hanya untuk membalas serangan nuklir. Pemerintahan Joe Biden memperluas penggunaannya menjadi alat pembalas untuk semua jenis ancaman terhadap AS. Dengan kata lain, serangan senjata kimia sekalipun akan dibalas Washington dengan senjata nuklir.
Sebelumnya, pada 2020, Moskwa mengumumkan perubahan doktrin penggunaan senjata nuklirnya. Rusia akan meluncurkan bom nuklirnya jika mendeteksi ada rudal balistik diluncurkan ke Rusia atau sekutunya. Bom nuklir juga akan digunakan jika Rusia diserang dengan senjata konvensional pada skala luas. (AFP/REUTERS)