Kantor Komisi Tinggi HAM PBB merilis laporan terbaru dugaan kejahatan perang selama enam bulan terakhir invasi Rusia ke Ukraina. Kedua pihak diduga melakukan eksekusi tawanan perang.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
KYIV, SABTU — Perserikatan Bangsa-Bangsa prihatin terhadap eksekusi puluhan tawanan perang, baik oleh Rusia maupun Ukraina. Kelompok tentara bayaran Wagner adalah salah satu nama terduga pelaku yang melakukan eksekusi tahanan perang asal Ukraina di pihak Rusia.
Tak hanya eksekusi tawanan perang, dugaan kejahatan perang lain yang terjadi sepanjang satu tahun invasi Rusia ke Ukraina adalah penyiksaan tawanan perang dan warga sipil, kekerasan seksual terhadap warga sipil, serta penggunaan manusia sebagai perisai perang.
Laporan kondisi HAM di Ukraina yang dikeluarkan Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau OHCHR pada Jumat (24/3/2023) adalah bagian dari upaya utuk mengungkap fakta berbagai laporan tentang kekejaman dan pelanggaran hukum perang atau hukum humaniter internasional. Dokumentasi PBB dapat diajukan sebagai bukti untuk kemungkinan persidangan di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atau oleh pengadilan lainnya.
”Kami sangat prihatin dengan eksekusi terhadap 25 tawanan perang Rusia dan orang-orang yang diperintahkan untuk berperang yang dilakukan oleh militer Ukraina,” kata Matilda Bogner, Kepala Misi Pemantauan Kantor Komisi Tinggi HAM PBB, pada konferensi pers Kyiv, Jumat.
Dia juga mengatakan, militer Rusia melakukan eksekusi terhadap 15 tawanan perang, warga Ukraina, tidak lama setelah mereka tertangkap oleh militer Rusia. Sebanyak 11 di antaranya dilakukan oleh Wagner.
Laporan soal dugaan eksekusi para tahanan perang oleh kedua belah pihak ini adalah hasil pemantauan Kantor HAM PBB selama enam bulan, yang berakhir pada Januari lalu. Laporan itu didasarkan pada wawancara terhadap sekitar 400 tawanan perang, yang separuhnya adalah warga Ukraina yang telah dibebaskan dan separuh lainnya merupakan warga Rusia yang ditawan Ukraina.
Laporan itu menemukan bahwa para pihak yang terlibat dalam perang melakukan penyiksaan dan memperlakukan tahanan perang secara buruk. Akan tetapi, dalam laporan itu tim menyebut, perlakuan buruk dan penyiksaan lebih banyak terjadi terhadap pasukan atau warga sipil Ukraina yang tertangkap oleh militer atau tentara bayaran Rusia.
Dalam laporan tentang perlakuan terhadap tawanan perang yang menyertai laporan lengkap yang dirilis bersamaan, OHCHR menyatakan, wawancara terhadap 203 orang yang ditawan oleh Rusia, terdiri dari 179 laki-laki dan 24 perempuan, mereka menemukan fakta adanya eksekusi, penyiksaan hingga perlakuan buruk lainnya, seperti penolakan memberi pengobatan, tidak adanya akses pada makanan dan air, serta kekerasan seksual.
Masih di dalam laporan yang sama disebutkan adanya eksekusi terhadap 14 tawanan perang laki-laki Ukraina tak lama setelah mereka tertangkap, baik oleh militer Rusia maupun oleh Wagner. ”Menyerang dan dengan sengaja membunuh tawanan perang dianggap sebagai pelanggaran berat Konvensi Geneva Ketiga dan Protokol Tambahan I.6,” tulis laporan tersebut.
Laporan itu menyebut bahwa pada awal April 2022, di Mariupol, militer Rusia menyiksa dan kemudian mengeksekusi seorang anggota pasukan Garda Nasional Ukraina karena menolak memberikan kata sandi untuk mengakses jalur komunikasi militer Ukraina. Peristiwa lainnya, 26 Juni, kelompok Wagner menangkap enam prajurit Ukraina dan membawa mereka ke sebuah pembangkit tenaga listrik Myronivskyi di wilayah Donetsk untuk diinterogasi. Di sana, seorang anggota kelompok Wagner mengeksusi seorang tahanan setelah dia menyatakan telah secara sukarela bergabung dengan angkatan bersenjata Ukraina setelah dimulainya serangan bersenjata Rusia terhadap Ukraina.
Ukraina
Di kubu Ukraina, melalui sumber terbuka dan wawancara rahasia, OHCHR mendokumentasikan eksekusi terhadap 25 tawanan perang oleh militer Ukraina. Dalam sebuah peristiwa yang terjadi pada Maret di Luhanks, militer Ukraina yang berhasil mengepung kelompok bersenjata yang terafiliasi dengan Rusia melakukan eksekusi terhadap mereka. Sejumlah saksi yang diwawancarai oleh OHCHR mendengar suara tembakan dan seorang prajurit Ukraina berkata, ”Jika tidak, mereka akan lebih menderita.”
Jumlah korban pelanggaran hukum humaniter internasional, mulai dari tidak layaknya pengobatan yang diterima, penyiksaan, hingga eksekusi, menurut tim pemantau, diyakini lebih besar lagi karena mereka tidak memiliki akses penuh terhadap tawanan perang di Rusia atau di wilayah Ukraina yang diduduki oleh Rusia. Tim mengidentifikasi setidaknya terdapat 48 lokasi yang dijadikan tempat untuk menahan tawanan perang.
Eksekusi yang terjadi, menurut tim, hanya didasarkan pada kasus yang bisa dikonfirmasi kepada tawanan perang yang masih hidup dan memiliki informasi mengenai tindakan itu.
Pelanggaran HAM lainnya
Laporan terbaru itu juga menyebut, sepanjang Agustus 2022-Januari 2023, terjadi setidaknya 621 kasus penghilangan paksa atau penahanan sewenang-wenang serta penyiksaan oleh militer Rusia. Penyiksaan dilakukan dengan berbagai metode, mulai dari pemukulan, penyetruman alat kelamin, hingga ancaman pembunuhan terhadap anggota keluarga yang lain.
Bogner menyebut, OHCHR juga mendokumentasikan setidaknya 113 tindakan kekerasan seksual yang terjadi terhadap 85 laki-laki dan 45 perempuan, serta 3 anak perempuan. Menurut Bogner, 80 persen tindakan kekerasan seksual dilakukan oleh militer Rusia, otoritas penegak hukum, dan staf lembaga pemasyarakatan. Sisanya, dilakukan oleh aparat keamanan Ukraina.
Selain itu, OHCHR di dalam laporannya juga menyebut bahwa anak-anak Ukraina yang berasal dari Kharkiv di wilayah timur laut Ukraina dikirim ke kamp musim panas Rusia. Akan tetapi, hingga saat ini, mereka tidak dikembalikan ke rumah dan berkumpul kembali dengan orangtua dan kerabat lainnya, seperti yang biasa terjadi pada masa liburan.
Laporan itu menyebut, 200 anak dikirimkan ke Kota Krasnodarskyi Krai, Rusia, dan telah didaftarkan ke sekolah lokal. Laporan itu juga menyebut bahwa total sebanyak 2.500 anak asal Ukraina dibawa ke Rusia dan menetap di sana. OHCHR menyebut bahwa masih belum jelas berapa banyak anak tanpa pendampingan orangtua yang ditempatkan di kamp, penginapan sementara, atau lembaga perawatan di Rusia. Tidak jelas juga berapa anak yang dipindahkan ke Rusia bersama dengan orangtua mereka. (AP)