Perbankan Asia Kebal terhadap Efek Krisis Perbankan AS (Bagian 2)
”Situasi ekonomi makro dan sumber pendanaan yang meluas serta rasio likuiditas yang baik menegaskan pandangan kami bahwa perbankan Asia berdaya tahan kuat,” demikian S&P.

Pejalan kaki melintasi papan elektronik Dah Sing Bank di Hong Kong, 17 Maret 2023. Saham-saham di Asia naik setelah sebuah kelompok bank-bank besar menawarkan suntikan dana bagi First Republic Bank yang mengalami krisis.
Jika ada perbankan Asia yang mengalami krisis, hal itu pasti lebih disebabkan kesalahan pengelolaan internal. Namun, jika itu menyangkut efek terhadap krisis perbankan yang sedang terjadi di AS, perbankan Asia memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat.
Demikian disampaikan lembaga pemeringkat Fitch, 17 Maret 2023. Hal senada disampaikan lembaga lain kaliber internasional, termasuk lembaga Barat yang turut berbisnis di Asia. ”Kami secara umum melihat risiko atas valuasi portofolio relatif terkendali bagi perbankan Asia Pasifik,” demikian pernyataan Fitch.
Baca Juga: Perbankan AS dalam Posisi Sangat Berbahaya, Perbankan Asia Aman (Bagian 1)
Meski saham-saham perbankan Asia Pasifik sempat bergoyang sedikit, hal itu tidak terlalu parah dan hanya merupakan gejolak sesaat. Fitch memang melihat sebuah risiko signifikan pada deposito perbankan digital Asia Pasifik. Akan tetapi, otoritas di Asia kemungkinan bisa memberikan dukungan untuk mencegah risiko agar krisis tidak berlanjut. Perbankan di Jepang dan Australia tergolong yang paling kuat terhadap risiko.
Salah satu penyebabnya, perbankan di Asia Pasifik telah mengurangi investasi di bidang surat berharga dan memiliki sekuritas berjangka waktu lebih pendek. ”Akan tetapi, daya tahan perbankan Asia juga sangat didukung dengan kesiapan pemerintahan di Asia untuk melakukan intervensi,” demikian Fitch.
Komposisi dan kualiatas AS

Pemerintahan Asia masih memiliki kekuatan anggaran dan memiliki beban utang yang jauh di bawah pemerintahan AS dan Eropa. Perekonomian Asia juga tumbuh kuat dan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global. Pertumbuhan menjadi sumber pendapatan perbankan dan demografi Asia yang muda masih akan melesatkan perekonomian Asia dan lembaga keuangannya.
Fitch menambahkan, demikian pula perubahan suku bunga di AS, efeknya terhadap perbankan Asia tidak akan besar. ”Umumnya kami melihat pergerakan suku bunga di AS akan turut menekan perbankan Asia. Akan tetapi, pergerakan suku bunga di AS telah mendorong perbankan Asia menjaga kualitas komposisi surat berharga sehingga tidak memengaruhi secara berarti peringkat perbankan Asia,” lanjut Fitch.
Berbeda dengan Silicon Valley Bank (SVB), perbankan Asia memiliki nasabah yang beraneka ragam. Dana-dana perbankan Asia juga ditempatkan ke perusahaan-perusahaan, bukan ditumpuk dalam bentuk obligasi yang rentan terhadap perubahan suku bunga.
Regulator Asia

Bendera nasional Jepang berkibar di depan kantor pusat Bank of Japan (BOJ) di Tokyo, 20 Maret 2023.
Sebagaimana dikutip CBNC, 20 Maret 2023, para regulator perbankan di Asia mengatakan, sistem perbankan di Asia berdaya tahan. Asia kebal dari krisis SVB di AS dan kuat terhadap krisis Credit Suisse, yang telah dibeli UBS seharga 3,25 miliar dollar AS.
Otoritas Moneter Hong Kong mengatakan, perbankan di Hong Kong kuat secara permodalan dan memiliki likuiditas dana yang bagus. Aktivitas Credit Suisse di Hong Kong pun berjalan relatif baik. Aset Credit Suisse di Hong Kong tergolong kecil, yakni sebesar 100 miliar dollar Hong Kong, atau hanya 0,5 persen terhadap total aset perbankan Hong Kong. Pinjaman perbankan lokal ke Credit Suisse juga tidak signifikan.
Otoritas Moneter Singapura turut menyatakan, kemelut Credit Suisse secara global tidak menjadi masalah di Singapura. Semua bisnis Credit Suisse di Singapura berjalan lancar saja. Aktivitas Credit Suisse tidak melayani konsumen perbankan retail, tetapi hanya melayani private banking dan bank investasi. Jadi, tidak memiliki masalah terhadap sistem perbankan Singapura.
Demikian pula kalangan perbankan Jepang menyatakan, kemelut Credit Suisse tidak berpengaruh. ”Saya kira eksposur ke Credit Suisse dan UBS hanya 4 persen terhadap total portofolio perbankan di Jepang,” kata Cyrus Daruwala, Direktur Pelaksana IDC Financial Services.
Christopher Kent, Asisten Gubernur Reserve Bank of Australia, juga menekankan, perbankan Australia dalam keadaan baik meski ada kepanikan global. Ketahanan sistem perbankan Australia tidak perlu dipertanyakan.
Indikator kekuatan

Pedagang valuta asing mengamati layar komputer dalam ruang jual beli valuta asing di Seul, Korea Selatan, 23 Februari 2023.
Daya tahan perbankan Asia juga terlihat dari spread (semacam selisih) suku bunga di antara berbagai jenis obligasi terbitan perbankan Asia, sebagaimana dilacak oleh Bloomberg, 20 Maret 2023. Spread obligasi merujuk pada selisih suku bunga di antara dua jenis obligasi, entah itu dari dua obligasi dengan jangka waktu berbeda atau obligasi terbitan perbankan dengan beda kelas.
Obligasi denominasi dollar AS terbitan perbankan Singapura, Australia, Jepang, dan China memiliki spread hingga 42 poin (0,42 persen) pekan lalu. Ini lebih rendah ketimbang spread 100 poin (1 persen) untuk obligasi terbitan perbankan AS, Jerman, Perancis, dan Italia. Bandingkan dengan spread obligasi terbitan Credit Suisse yang mencapai 2.700 poin (setara 27 persen).
Ini menunjukkan obligasi perbankan Asia menjadi surga yang relatif stabil di tengah gejolak pasar global. Para analis dari S&P Global Ratings, Fitch Ratings, dan DBS Group Holdings sama-sama menunjukkan spread rendah bagi obligasi perbankan Asia sebagai pertanda deposito dalam perbankan Asia relatif aman. Hal itu juga pertanda lemahnya efek perubahan suku bunga terhadap keuangan perbankan serta kecilnya potensi pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap perbankan.
Baca Juga: Penutupan Silicon Valley Bank Tidak Berdampak Langsung ke Indonesia
”Kami merasa sistem perbankan di Asia dan perekonomian di negara tempat kami berinvestasi tergolong sehat, seperti Thailand dan Singapura,” kata Sheldon Chan, manajer portofolio untuk Asia Credit di T Rowe Price Group. ”Akan tetapi, pada saat bersamaan kami harus terus memantau pergerakan spread atas obligasi denominasi dollar AS terbitan perbankan Asia,” katanya.
Ini artinya, obligasi terbitan perbankan Asia tetap rawan jika ada kejutan baru atau ada perkembangan terbaru dalam keguncangan sistem perbankan global. ”Situasinya bisa berubah sewaktu-waktu karena keadaan mirip dengan guncangan-guncangan yang terus muncul,” kata Omar Slim, ahli fixed income dari PineBridge Investments. Ucapannya merujuk pada guncangan yang konstan melanda perbankan AS dan Eropa.
Pergerakan suku bunga

Pegawai bank memberi tahu orang-orang bahwa kantor pusat Silicon Valley Bank (SVB) tutup pada 10 Maret 2023 di Santa Clara, California, Amerika Serikat.
Situs NBC, 13 Maret 2023, menuliskan, kebangkrutan SVB berdampak kecil terhadap perbankan Asia. Hal ini bisa dilihat dari fenomena suku bunga inti di Asia yang relatif bergeming. Suku bunga pinjaman berjangka setahun yang dikenakan Bank Sentral China (PBOC) tetap bertahan pada level 3,65 persen. Ini semacam suku bunga pinjaman acuan yang dikenakan perbankan komersial terhadap nasabahnya. Bank Sentral Jepang (BoJ) juga mempertahankan suku bunga inti pada level -0,1 persen.
Usaha patungan SVB di China, SPD Silicon Valley Bank, menyatakan operasinya independen dan stabil. Perusahaan beroperasi sesuai peraturan di China dan menjaga posisi keuangannya.
Lembaga pemeringkat Moody’s Investors Service turut menyatakan perbankan Asia tidak terdampak krisis SVB karena pinjaman yang dikucurkan perbankan Asia pada umumnya dialirkan ke nasabah kreditor ketimbang obligasi terbitan Pemerintah AS, seperti dilakukan SVB.
”Jika Anda melacak rasio pinjaman terhadap deposito (loan to deposit ratio/LDR) di Asia, angkanya sekitar 90 persen. Hampir semua deposito ditempatkan ke dalam pinjaman ke nasabah kreditor,” kata pejabat senior ahli kredit Moody’s, Eugene Tarzimanov. Tentu perbankan menempatkan dana dalam bentuk surat utang terbitan pemerintah, global, dan asing, tetapi dengan porsi yang tidak signifikan.
Pengawasan berjalan baik

Pada 15 Maret, analis kredit divisi Asia dari Schroeders, Yustina Quek, mengatakan, perbankan Asia diatur lebih ketat. Perbankan menjaga likuiditas dan posisi pendanaan. Senada dengan pandangan Moody’s, Quek menyebutkan, simpanan nasabah di perbankan Asia lebih banyak dialokasikan ke dalam bentuk kredit ke perusahaan-perusahaan ketimbang surat berharga.
Dalam kasus demikian, jika terjadi kenaikan suku bunga oleh bank-bank sentral di Asia, kenaikan itu akan diterjemahkan pula ke dalam kenaikan suku bunga pinjaman. Dengan demikian, tetap ada sumber pendapatan yang bisa mengatasi kerugian dari investasi dalam bentuk obligasi dan surat utang lainnya.
Posisi perbankan Asia juga memiliki aneka kreditor, tidak menumpuk pada satu jenis usaha, seperti perusahaan teknologi, yang menyebabkan kebangkrutan SVB.
Di 18 negara Asia Pasifik yang masuk pemantauan S&P, hanya Jepang yang agak meragukan.
Lembaga pemeringkat lain, S&P, 16 Maret, meyakini perbankan Asia tergolong kuat. Di 18 negara Asia Pasifik yang masuk pemantauan S&P, hanya Jepang yang agak meragukan. Akan tetapi, kesimpulan yang didapat, posisi Jepang kuat meski tidak sekuat 17 negara lainnya. Australia memiliki kekuatan luar biasa.
Para deposan dan pemegang saham perbankan Asia Pasifik memiliki keyakinan kuat pada perbankan. Kekuatan pendanaan dan pengelolaan likuiditas merupakan bagian intergral dari kestabilan perbankan.
Baca Juga : BI: Jatuhnya Tiga Bank AS Tak Berdampak Besar pada Indonesia
Perbankan Asia berada dalam posisi yang jauh lebih baik dari posisi 20 tahun lalu, terutama karena keberadaan peraturan keuangan yang bagus dan pemeliharaan likuiditas. ”Situasi ekonomi makro dan sumber pendanaan yang meluas serta rasio likuiditas yang baik menegaskan pandangan kami bahwa perbankan Asia berdaya tahan kuat,” demikian S&P.
Deposito dalam sistem perbankan Asia Pasifik bersumber dari rumah tangga dengan persentase tinggi. Sama seperti nasabah kreditornya yang bervariasi, nasabah kreditor perbankan Asia sangat beraneka ragam. (AP/AFP/REUTERS)