Diplomasi Nasi Goreng ”Omurice” Menyelimuti Jepang dan Korsel
Setelah 12 tahun tak berjumpa secara bilateral, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol berkunjung ke Jepang bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida. Kishida mengajak Yoon bernostalgia bersama dengan makan omurice.
Oleh
LUKI AULIA
·4 menit baca
Hidangan klasik Jepang, omurice atau nasi goreng berselimut telur dadar, menjadi topik hangat publik setelah stasiun televisi Jepang, Fuji TV, melaporkan rencana Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mentraktir Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di restoran Rengatei di Tokyo, yang menjadi tempat lahirnya omurice. Kishida ingin mengajak Yoon bernostalgia di restoran yang sudah berusia 128 tahun di Distrik Ginza itu.
Perjalanan kuliner nostalgia ini diperkirakan berlangsung setelah pertemuan bilateral Kishida dan Yoon, Kamis (16/3/2023). Ini merupakan kunjungan bilateral pertama di antara keduanya dalam 12 tahun terakhir. Hubungan Jepang dan Korsel selama empat tahun terakhir kurang harmonis.
”Saya berharap normalisasi hubungan bilateral tidak hanya melayani kepentingan kedua negara, tetapi juga menyebarkan hal yang positif bagi komunitas internasional,” kata Yoon.
Yoon, pencinta kuliner yang sering memasak sendiri, memiliki kenangan tidak terlupakan tentang omurice yang pernah dia santap di restoran itu bersama ayahnya saat masih kecil. Yoon pernah menceritakan pengalamannya ini kepada Kishida. Bercerita kepada harian Yomiuri, Yoon sempat tinggal di Tokyo selama setahun pada tahun 1966 bersama ayahnya, guru besar yang pernah mengajar di Universitas Hitotsubashi. Pada waktu itu, Rengatei sudah terkenal sebagai tempat lahirnya omurice.
Sebelum menikmati omurice, Kishida mengajak Yoon makan malam terlebih dahulu dengan menu sukiyaki atau sup daging di kawasan yang sama. Setelah itu barulah mereka pindah ke Rengatei yang menghidangkan omurice dengan harga 2.600 yen (Rp 302.000) per porsinya itu. ”Menyantap omurice bersama ini bisa menjadi upaya untuk membangun suasana hati yang santai karena hidangan ini dikenal oleh warga Jepang dan Korsel sebagai hidangan kasual yang menenangkan,” kata ahli strategi global restoran Jepang yang juga Guru Besar di Universitas Kwansei Gakuin, Motoo Kawabata.
Kawabata menjelaskan, omurice di Korsel dan Jepang sedikit berbeda. Di Korsel, omurice biasanya memiliki lapisan telur yang lebih tipis dan lebih keras. Adapun omurice di Jepang lapisan telurnya lebih lembut, encer, dan menyelimuti nasi goreng kecap. ”Yoon mungkin terkesan dengan kelembutan omurice ala Jepang,” ujarnya.
Meski banyak orang asing mungkin mengasosiasikan masakan Jepang dengan sushi dan tempura, ”yoshoku” atau hidangan yang dipengaruhi Barat seperti omurice dan tonkatsu (potongan daging babi goreng) lebih umum tersaji di meja makan masyarakat Jepang. Yoshoku adalah genre masakan Jepang yang dimulai lebih dari seabad lalu dan sampai ke Korsel pada 1960-an saat etnis Korea melakukan perjalanan antar-kedua negara.
Meskipun hidangan asli Rengatei mencampurkan adonan telur dengan nasi, omurice seperti yang dikenal orang Jepang saat ini dibuat dan dipopulerkan dalam film karya Juzo Itami pada tahun 1985 yang berjudul Tampopo. Film ini mengangkat meditasi tentang makanan yang diakui secara kritis dan salah satu film paling terkenal di Jepang.
Hiroshi Modegi, koki generasi ketiga pemilik Taimeiken, yang muncul dalam film tersebut, mengaku kecewa karena restorannya bukan pilihan Kishida, tetapi ia senang omurice diperhatikan. ”Saya harap dunia tahu kalau dalam budaya makanan Jepang juga ada hidangan seperti ini,” ujarnya.
Ulang-alik
Harian The Strait Times, 16 Maret 2023, menyebutkan, kunjungan Yoon selama dua hari ke Jepang ini menandai dimulainya kembali ”diplomasi ulang-alik" antar-kedua negara yang sudah ditahan sejak Desember 2011. Hubungan bilateral Korsel-Jepang memburuk akibat argumentasi tentang sejarah dan sengketa wilayah. Pada Agustus 2012, Presiden Korsel saat itu, Lee Myung-bak, memicu ketegangan dengan mendarat di Pulau Dokdo/Takeshima yang diperebutkan kedua negara.
Yoon berharap bisa lebih sering berdialog dengan Kishida tanpa batasan waktu dan formalitas. Ini perubahan luar biasa, tiga tahun setelah warga Korsel memboikot semua hal tentang Jepang, mulai dari pakaian produksi Jepang bermerek Uniqlo hingga ke pena bermerek Unistream.
Di Korsel pun, tak semua setuju dengan kunjungan Yoon ke Jepang ini. Banyak pejabat Korsel yang skeptis pada upaya perbaikan hubungan ini dan mengingatkan Yoon untuk berhati-hati. Dalam jajak pendapat oleh Gallup Korea yang diterbitkan Jumat lalu, 64 persen responden mengatakan tidak perlu terburu-buru untuk memperbaiki hubungan dengan Jepang jika tidak ada perubahan dalam sikapnya. Sebanyak 85 persen mengatakan, menurut mereka, Pemerintah Jepang saat ini tidak menyesal atas penjajahan Jepang.
Meski hubungannya panas dingin, ikatan ekonomi Korsel-Jepang terbilang kuat. Menurut Dana Moneter Internasional, keduanya merupakan pasar ekspor terbesar keempat satu sama lain pada tahun 2021. Ekspor Jepang ke Korsel sebesar 52 miliar dollar AS, sedangkan ekspor Korsel 30 miliar dollar AS.
Pemimpin partai oposisi utama, Partai Demokrat Korsel, Park Hong-keun, mengatakan, kunjungan Yoon jangan hanya berhenti di urusan nostalgia menyusuri jalan kenangan. ”Presiden Yoon harus mendapatkan permintaan maaf dan resolusi dari Jepang atas masalah kerja paksa semasa kolonialisme Jepang,” ujarnya. (REUTERS)