Korea Selatan Buat Keputusan Berbeda Soal Jugun Ianfu
Pengadilan Korsel menolak gugatan dari korban perbudakan seksual oleh Jepang pada masa Perang Dunia II. Salah satu penggugat adalah Lee Yong Soo, mantan ”jugun ianfu” yang kini berusia 92 tahun.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
AP photo/Yonhap/Kim Sun-ho
Patung Jugun Ianfu alias budak seks tentara Jepang pada Perang Dunia II terpasang di depan Konsulat Jepang di Busan, Korea Selatan, Januari 2017.
SEOUL, RABU — Pengadilan di Seoul, Korea Selatan, membuat keputusan berbeda atas gugatan yang diajukan oleh mantan jugun ianfu atau budak seks tentara Jepang pada Perang Dunia II. Pernah mengabulkan tuntutan ganti rugi pada Januari 2021, kini pengadilan Seoul menolak gugatan sejenis lewat keputusan pada Rabu (21/4/2021).
Penolakan atas gugatan oleh 20 mantan jugun ianfu itu dibuat berdasarkan dua hal. Pertama, Kekebalan karena Kedaulatan, yakni prinsip hukum internasional yang menyatakan negara tidak digugat di pengadilan negara asing.
Kedua, sembilan dari 20 penggugat telah menerima ganti rugi berdasarkan kesepakatan Korea Selatan-Jepang pada 2015. Menurut pengadilan, kesepakatan itu menyelesaikan masalah soal jugun ianfu dan tetap berlaku.
Dalam kesepakatan pada Desember 2015 itu, Seoul-Tokyo setuju Jepang menyumbang 9,25 juta dollar AS untuk mendirikan yayasan. Tujuan yayasan adalah membantu para mantan jugun ianfu dari sisi keuangan.
Pengacara para pengugat menyebut, uang yang diterima dari yayasan itu tidak layak. Selain itu, dasar pemberian uang bukanlah kesepakatan bilateral yang mengikat secara hukum.
AFP/JUNG YEON-JE
Para demonstran duduk di dekat sebuah patung seorang gadis remaja yang melambangkan ”perempuan penghibur” yang melayani tentara Jepang selama Perang Dunia II pada demonstrasi anti-Jepang di dekat Kedutaan Jepang di Seoul, Korea Selatan, 24 Juli 2019.
Karena itu, pada Desember 2016, sebanyak 20 mantan jugun ianfu dan perwakilan keluarganya mengajukan gugatan ke pengadilan Seoul. Mereka meminta ganti rugi total 2,6 juta dollar AS. Salah satu penggugat adalah Lee Yong Soo, mantan jugun ianfu yang kini berusia 92 tahun.
Pengadilan Seoul sebenarnya dijadwalkan membuat keputusan atas gugatan pada Januari 2021. Walakin, pembacaan putusan ditunda sampai Rabu ini.
Sebelum putusan atas gugatan itu dibacakan, pengadilan Seoul dengan majelis hakim berbeda membuat keputusan atas gugatan sejenis. Dalam putusan pada 8 Januari 2021 itu, pengadilan Seoul mengabulkan gugatan ganti rugi senilai total 1,2 miliar won dari 12 penggugat.
Kala itu, pengadilan Seoul tidak menggunakan prinsip Kekebalan karena Kedaulatan. Pengadilan menyebut, Pemerintah Jepang sengaja terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan yang sistematis dan meluas. Selain itu, menurut majelis hakim kala itu, korbannya adalah warga Korea yang diduduki secara ilegal oleh Jepang.
Sepanjang perang dunia II, kekaisaran Jepang memaksa banyak perempuan menjadi budak seks bagi tentaranya di daerah pendudukan. Di Korsel saja, sejarawan menaksir ada 200.000 korban. Dari ratusan ribu orang itu, hanya beberapa yang masih hidup. Salah satunya adalah Lee Yong Soo.
Sikap Jepang
Untuk semua gugatan ganti rugi terkait Perang Dunia II, Tokyo menolak melayani. Jepang beralasan, semua hal sudah diselesaikan lewat kesepakatan perdamaian pada 1965. Kala itu, Jepang sudah memberikan bantuan keuangan kepada Seoul.
Sikap serupa ditunjukkan Jepang untuk keputusan pengadilan Korsel pada 2018. Kala itu, pengadilan mengabulkan gugatan ganti rugi yang diajukan mantan korban kerja paksa di sejumlah perusahaan Jepang. Sejak putusan dibuat, hubungan Seoul-Tokyo memburuk. Tokyo membatasi sejumlah ekspor bahan baku yang sangat dibutuhkan industri elektronika Korsel.
Seoul membalas dengan membatasi kerja sama keamanan dan pertukaran informasi intelijen. Informasi itu sangat dibutuhkan Amerika Serikat dan Jepang untuk memantau perkembangan Korea Utara dan China.
AS sudah bolak-balik mendamaikan kedua sekutu itu. Walakin, sampai sekarang upaya itu belum berhasil. (AFP/REUTERS)