ASEAN Tetap Mitra Dagang Terbesar China, Kalahkan AS dan UE
ASEAN masih menjadi mitra dagang terbesar China dibandingkan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Jika perdagangan dengan UE dan AS turun, perdagangan China dengan ASEAN justru menguat pada periode Januari-Februari.
BEIJING, RABU – Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN masih tetap menjadi mitra dagang terbesar China dengan tingkat perdagangan dua arah yang mencapai 951,9 miliar yuan atau naik 9,6 persen tahun ke tahun. Jumlah ini menyumbang 15,4 persen dari perdagangan luar negeri China.
Setelah ASEAN, Uni Eropa merupakan mitra dagang terbesar kedua China dengan tingkat perdagangan bilateral mencapai 851,1 miliar yuan. Berbeda dengan ASEAN yang naik, perdagangan dengan Uni Eropa justru turun 2,6 persen.
Bukan hanya perdagangan dengan UE yang turun, melainkan juga dengan Amerika Serikat. Perdagangan China-AS turun 10,6 persen tahun ke tahun dan hanya mencapai 101,2 miliar dollar AS.
Perdagangan luar negeri menghadapi banyak tantangan, antara lain, berupa melemahnya permintaan eksternal pada tahun lalu. Meski demikian, secara umum perdagangan luar negeri China relatif stabil meski inflasi masih tinggi dan pertumbuhan ekonomi serta perdagangan secara global melemah.
Baca juga : China Intensif Tempel Indonesia dan ASEAN
Data terbaru perdagangan luar negeri China tersebut diperoleh dari laporan Administrasi Umum Kepabeanan (GAC) yang dipublikasikan kantor berita Xinhua, Selasa (7/3/2023). Dari data itu, ekspor barang China secara umum disebutkan naik 0,9 persen tahun ke tahun selama dua bulan pertama, Januari-Februari, hingga menjadi 506,10 miliar dollar AS.
Laporan itu juga menyebutkan perdagangan China dengan negara-negara yang berpartisipasi dalam Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) mencapai 2,12 triliun yuan atau naik 10,1 persen. Ini mendorong pertumbuhan impor dan ekspor secara keseluruhan sebesar 3,1 poin persentase dalam dua bulan pertama.
Hubungan kuat China-ASEAN pernah dilaporkan harian The Global Times, 13 Januari 2023, yang menyebutkan tingkat perdagangan China-ASEAN juga naik 15 persen pada tahun 2022 atau tahun pertama Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) mulai berlaku. Implementasi RCEP dinilai efektif menjadi kekuatan pendorong yang penting di balik pertumbuhan yang stabil.
Juru bicara Administrasi Umum Kepabeanan (GAC) China, Lü Daliang, mengaitkan pertumbuhan itu dengan efek yang dibawa oleh RCEP yang mendorong rantai industri semakin dekat. Awal tahun 2023 menandai peringatan pertama berlakunya RCEP. Selama satu tahun ini RCEP dinilai efektif meningkatkan perdagangan antarnegara anggota dan menguntungkan ekonomi regional.
Perdagangan China-ASEAN naik 15 persen pada 2022 atau tahun pertama Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) mulai berlaku. Implementasi RCEP dinilai efektif menjadi kekuatan pendorong yang penting di balik pertumbuhan yang stabil.
Selama satu tahun terakhir ini pula, perjanjian itu menurunkan biaya perdagangan dan memfasilitasi integrasi rantai industri. Para ahli ekonomi China menilai RCEP membantu memulihkan perekonomian Asia-Pasifik dan mengimbangi hambatan dari permintaan global yang lesu.
Lü menilai, interkoneksi fasilitas telah membuat pertukaran perdagangan menjadi lebih mudah yang juga mendorong pertumbuhan perdagangan dengan ASEAN.
Pada tahun 2022, impor dan ekspor China ke ASEAN melalui jalur kereta api, jalur air, dan udara meningkat masing-masing sebesar 197,6 persen, 26,7 persen, dan 15,5 persen. Secara khusus, pembukaan lalu lintas Kereta Api China-Laos pada akhir 2021 telah memberikan dorongan baru untuk kerja sama lebih lanjut antara China dan negara-negara terkait. Proporsi barang yang diangkut kereta api China-Laos melonjak menjadi 44,7 persen dan kontribusi terhadap pertumbuhan impor dan ekspor melalui kereta api antara China dan ASEAN melebihi 60 persen.
Baca juga : Laos-China Tersambung Jalur Kereta, Pengubah Permainan atau Beban Utang?
Pendalaman kerja sama di bidang produk pertanian juga mendorong perluasan impor. China mempercepat laju impor produk pertanian dari anggota ASEAN dan mengoptimalkan prosedur akses karantina untuk produk pertanian utama, seperti durian dari Vietnam, kelengkeng dari Kamboja, dan markisa dari Laos.
”Membangun hubungan bilateral yang lebih kuat antara China dan negara anggota ASEAN akan membantu meningkatkan kerja sama multilateral,” kata Presiden Eksekutif Dewan Bisnis China-ASEAN Xu Ningning.
Proteksionisme AS
Harian The Global Times menyebutkan, volume perdagangan China-AS menyumbang 11,4 persen dari total perdagangan luar negeri China. Ini turun dari tahun lalu yang mencapai 12,7 persen untuk periode yang sama.
Para pakar ekonomi China memperingatkan kemungkinan perdagangan China-AS akan turun lagi jika AS tetap berpegang pada pendekatan proteksionisnya terhadap China. Dari jumlah itu, ekspor China ke AS mencapai 494,1 miliar yuan, turun 15,2 persen tahun ke tahun.
Baca juga : Menlu China: Jika AS Tak Injak Rem, Konfrontasi AS-China Tak Bisa Dihindari
Sementara itu, impor China dari AS mencapai 208,9 miliar yuan, naik 2,8 persen. Surplus perdagangan China-AS menyempit 24,9 persen menjadi 285 miliar yuan. Meski proporsi perdagangan bilateral turun, AS tetap menjadi mitra dagang terbesar ketiga China.
Pakar ekonomi China di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, Gao Lingyun, menjelaskan, penurunan itu, antara lain, terjadi karena AS mengadopsi kebijakan perdagangan proteksionis. Selain itu, inflasi AS juga bisa menjadi alasan lain membatasi impor. Padahal, sebagai dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, China dan AS memiliki potensi untuk memperluas pertukaran ekonomi dan perdagangan.
Jika AS tidak memperbaiki proteksionismenya, tren penurunan akan terus berlanjut. ”Sebagai contoh yang paling baru, Departemen Perdagangan AS menambahkan 28 perusahaan China ke dalam daftar hitam perdagangannya,” ujar Gao.
Baca juga : AS-China Sepakat Melanjutkan Kesepakatan Perdagangan
Dengan menjunjung tinggi prinsip win-win dan multilateralisme, China menjadi mitra dagang terbesar untuk 120 negara dan wilayah. China tidak hanya mau menjadi pusat manufaktur dunia, tetapi juga menggenjot perluasan impor. Perusahaan swasta memberikan kontribusi positif untuk menstabilkan skala dan mengoptimalkan struktur perdagangan luar negeri China.
Dalam dua bulan pertama, impor dan ekspor di wilayah tengah dan barat China melonjak 12,1 persen tahun ke tahun dan ini salah satunya karena ekspor mobil meningkat dua kali lipat. Begitu pula ekspor ponsel dan produk pertanian yang naik hingga 20 persen.
Baca juga : Ekonomi China Melejit, Indeks PMI Tertinggi dalam Satu Dekade
China berjanji akan menstabilkan perdagangan luar negeri. Caranya, antara lain, dengan membantu perusahaan perdagangan luar negeri menerima pesanan dan mempertahankan produksi, mempercepat pengembangan bentuk dan model baru perdagangan luar negeri, memberikan peran penuh pada e-commerce lintas batas, dan mendukung pendirian gudang-gudang di luar negeri.
China juga berkomitmen meningkatkan impor produk dan layanan berkualitas serta mengeksplorasi cara-cara baru untuk mengembangkan perdagangan jasa dan perdagangan digital.