Mencari Selamat di Bunker Zaman Perang Dingin
Bunker buatan era Perang Dingin yang dibuat untuk mengantisipasi serangan nuklir kini berfungsi menjadi tempat berlindung bagi warga Ukraina.
Bagi warga Desa Luch, sekitar 40 kilometer sebelah barat laut Kherson, Ukraina, bunker yang dibangun di era Perang Dingin menjadi penyelamat dari serangan bertubi-tubi Rusia hingga Luch hancur. Bunker itu sedianya dibangun untuk menahan serangan nuklir, tetapi serangan itu tak pernah terjadi.
Barulah ketika konflik Rusia-Ukraina terjadi, bunker itu berfungsi melindungi warga desa yang mengungsi di dalamnya hingga hampir satu tahun lamanya. Svitlana Gynzhul (55) termasuk satu dari lima orang yang tinggal di bunker beton tertutup tanah berumput itu. Bunker tersebut bisa diakses melalui pintu di sisi gundukan berumput yang mengarah ke tangga yang curam dan suram di bawah tanah.
Baca juga: Serangan Rusia Masih Intens, Rumah Sakit Anak Pindah ke Bunker
Sejak Maret 2022, Gynzhul tidak hanya berlindung di bunker, tetapi juga memanfaatkan lokasi strategis desa itu untuk mengatur mata-mata dan mengamati pergerakan pasukan Rusia yang hanya berjarak 2 kilometer. Ada pula warga desa berusia lebih muda yang memasang menara komunikasi di pinggiran desa yang lebih tinggi untuk meneropong aktivitas pasukan Rusia. Nanti laporannya diserahkan ke militer Ukraina.
Bunker yang dibangun 70 tahun lalu itu kemudian menjadi tempat berlindung bagi warga desa yang terperangkap di tengah-tengah antara pasukan Rusia dan Ukraina. Gynzhul bersama suaminya, Dmytro, dan anaknya pindah ke ruang bawah tanah gudang bunker tepat sebelum apartemen mereka di lantai dua hancur diserang rudal Rusia, April 2022.
Pada Agustus 2022, mereka pindah ke salah satu dari dua tempat penampungan bom nuklir era Soviet yang tidak terawat. Tempat yang dibangun pada 1950-an untuk tentara yang waktu itu dilatih di Luch tampak berantakan. Pintu logam berat, tempat tidur susun, dan masker gas sudah tidak ada. ”Tidak ada yang mengira tempat seperti ini akan berguna,” kata Gynzhul.
Gynzhul dan kelompoknya memanfaatkan tempat itu sebagai tempat mengungsi setelah pasukan Rusia keluar dari wilayah Kherson. Pasukan Ukraina berhasil mendorong pasukan Rusia keluar dari Luch dan pada awal November 2022 berhasil menguasai kembali kota Kherson. Pada waktu itu, Luch dalam kondisi luluh lantak. Mayoritas bangunan rumah hancur dihajar roket dan rudal.
Dari 935 warga desa yang tinggal di Luch sebelum invasi, kini hanya tersisa 50 orang. Sebanyak 30 orang di antaranya tinggal di bawah tanah di dua tempat perlindungan nuklir dan ruang bawah tanah Luch. Gynzhul dan warga desa lain di bunker hidup sehari-hari dari bantuan kemanusiaan. Gynzhul masih menerima gaji sebesar 109 dollar AS (sekitar Rp 1,6 juta) per bulan dari pekerjaan administratif di desa.
Setelah pasukan Rusia mundur, para penghuni bunker lalu memasang listrik untuk penerangan dan tungku kayu untuk memasak dan menghangatkan badan. Generator pun dipasang untuk memompa air.
Baca juga: Sukarelawan di Lviv, Ukraina, Dirikan Bungker untuk Antisipasi Serangan Militer Rusia
Iryna Sichkar, yang juga tinggal di dalam bunker, merasa tidak aman tinggal di bawah tanah karena setiap kali ada tembakan pasti getarannya terasa hingga ke bunker. Setelah Sichkar dan suaminya, Viktor Okhnal, tinggal di bunker selama dua bulan, mereka memutuskan pindah untuk tinggal bersama orangtuanya di wilayah Chernivtsi, 800 kilometer arah barat laut Luch, dan membawa kedua anaknya. Ia sudah kehilangan satu anak yang ditangkap Rusia pada awal perang di Mariupol.
”Saya tidak tahu apakah dia masih hidup. Saya hanya bisa berdoa agar anak saya bisa pulang,” ujarnya sambil menangis.
”Populer”
Keberadaan bunker sebagai tempat berlindung kembali ”populer” dan dicari-cari gara-gara perang di Ukraina. Salah satunya bunker perlindungan serangan nuklir yang tersembunyi di dalam Hutan Rold yang lebat di Denmark. Bunker yang selama ini dirahasiakan kini dibuka bagi umum untuk pertama kalinya. Hal itu bertujuan agar masyarakat bisa tahu seperti apa kehidupan sehari-hari selama Perang Dingin.
Bunker yang masih utuh itu seperti berada dalam kapsul waktu dan kini beralih fungsi menjadi museum. Bunker tersebut dibangun antara tahun 1963 dan 1968 atas desakan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) setelah uji coba nuklir Soviet dan krisis rudal Kuba. Direktur Museum Lars Christian Norbach menjelaskan, bunker yang dirancang untuk menampung raja dan pemerintah Denmark selama 30 hari jika terjadi perang nuklir itu terletak di bawah pepohonan, 60 meter di bawah kaki bukit kapur.
Bunker itu tidak pernah digunakan. Terakhir kali bunker itu dibuka pada 2003 lalu dan mulai diungkapkan ke publik pada 2012. Berjalan melalui koridor melengkung yang panjang, pengunjung bisa melihat kamar tidur untuk raja, kafetaria, ruang konferensi pemerintah, dan dekorasi bergaya 1960-an di ruangan yang remang-remang.
Pengunjung museum bisa berjalan sejauh 2 kilometer dalam tur yang berlangsung selama 90 menit. Itu pun baru bisa melihat 40 persen dari keseluruhan bunker. Bunker ini dibuka untuk umum demi menunjukkan kepada masyarakat betapa mengerikannya situasi selama Perang Dingin. Perang di Ukraina membuat bunker ini relevan lagi dan memicu kembali kekhawatiran akan terjadinya perang nuklir.
Baca juga : Dubes Ukraina: Rakyat Ukraina adalah Pahlawan
Kekhawatiran yang sama juga dirasakan Jerman yang mulai memperkuat tempat-tempat penampungan bawah tanah serta mengumpulkan stok masa krisis, seperti peralatan medis, obat-obatan, pakaian pelindung, dan masker, jika terjadi perang. Pemerintah Jerman akan meningkatkan anggaran untuk perlindungan warga sipil.
Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengatakan, saat ini ada 599 tempat penampungan umum di Jerman. Pemerintah kini akan memperkuat tempat parkir bawah tanah, stasiun kereta bawah tanah, dan ruang bawah tanah sehingga bisa menjadi tempat berlindung. Semasa Perang Dingin, Jerman juga memiliki banyak bunker yang tidak hanya menjadi tempat berlindung, tetapi juga menyimpan harta negara seperti uang.
Bank Sentral Jerman pernah menyimpan mata uang darurat senilai hampir 15 miliar mark di bunker nuklir seluas 1.500 meter persegi di bawah kota. Uang itu akan digunakan jika sistem moneter Jerman diserang. Kini, bunker itu menjadi museum.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina, minat terhadap bunker kembali tumbuh. Banyak warga Jerman yang mempertanyakan apakah ada bunker yang aman jika terjadi perang. Para pengunjung museum itu juga sering bertanya mengenai situasi keamanan saat ini dan apakah bisa mengarah ke perang nuklir.
Di dalam museum itu, di balik pintu besi yang berat, terlihat koridor panjang mengarah ke ruang dekontaminasi dan kantor yang dilengkapi mesin tik dan telepon putar. Ada ruang utama yang terdiri dari 12 ruang kecil-kecil yang selama ini menyimpan 18.300 kotak berisi jutaan uang kertas.
Museum bunker era Perang Dingin di Kanada juga menerima banyak pertanyaan dari pengunjung apakah masih bisa beroperasi. Lantaran sudah menjadi museum, pengelola museum menjawab, tentu saja tidak. Padahal, di dalamnya fasilitas sudah lengkap. Ada klinik medis, toilet, lemari besi untuk emas batangan, studio radio, dan ruangan kosong untuk pemimpin negara.
Bunker bawah tanah seluas 9.300 meter persegi itu dibangun antara tahun 1959 dan 1961 untuk menampung sekitar 500 pejabat penting sipil, militer, dan pemerintah untuk tetap menjalankan pemerintahan setelah terjadi serangan nuklir. Setelah 30 hari, ketika radiasi diperkirakan sudah turun ke tingkat yang lebih aman, barulah mereka boleh keluar bunker. Bunker ini dinonaktifkan pada 1991 pada akhir Perang Dingin dan dibuka kembali sebagai museum pada 1998 dan setiap tahunnya didatangi 70.000 pengunjung.
”Zaman dulu kita terus hidup dalam ketakutan, takut perang nuklir. Ketika Rusia menyerang Ukraina, banyak yang bertanya apakah bunker ini masih bisa jadi tempat berlindung. Museum ini seperti menjadi pengingat betapa dekatnya kita pada pemusnahan global selama Perang Dingin,” kata pemandu wisata museum, Graham Wheatley (67).
Baca juga: Cegah Penggunaan Senjata Nuklir
Pada awal Perang Dingin, di seluruh Kanada dibangun sedikitnya 2.000 bunker milik pemerintah dan swasta, baik di halaman belakang maupun di bawah tanah. Sejarawan Perang Dingin di Museum Perang Kanada, Andrew Burtch, menceritakan, jumlah bunker di Kanada jauh lebih sedikit ketimbang di Amerika Serikat atau Eropa.
Perang Dingin membawa momok pemusnahan oleh nuklir. Jadi, pemerintah di seluruh dunia, kata Burtch, harus memikirkan cara terbaik untuk mempersiapkan serangan nuklir dan bagaimana mengoordinasikan respons terhadapnya. Solusi yang diambil banyak negara itu membuat fasilitas bawah tanah untuk melindungi dari efek bom nuklir, yakni ledakan dan radiasi. ”Senjata nuklir ada di mana-mana selama Perang Dingin dan ancaman itu nyata. Sekarang kita ada di situasi yang sama seperti dulu,” ujarnya. (REUTERS/AFP)