Uni Afrika tidak menoleransi pergantian kekuasaan secara inkonstitusional. Organisasi ini juga mendorong kembalinya supremasi sipil di negara-negara yang mengalami kudeta militer.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
ADDIS ABABA, SENIN — Uni Afrika menyebut mereka tidak bisa menerima perubahan kekuasaan atau pergantian kepemimpinan yang tidak demokratis di wilayahnya. Mereka menyebut sikap itu sebagai zero tolerance terhadap pergantian kepemimpinan atau perubahan kekuasaan yang dilakukan melalui cara-cara yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi.
Sikap itu mengemuka di akhir Konferensi Tingkat Tinggi Uni Afrika yang berlangsung di Addis Ababa, Ibu Kota Etiopia, Minggu (19/2/2023).
"Majelis menegaskan kembali toleransi nol terhadap perubahan inkonstitusional (pemerintahan). Kami siapmendukung negara-negara anggota untuk kembali ke tatanan konstitusional. Idenya adalah demokrasi harus mengakar dan harus dipromosikan dan dilindungi. Perlu ditekankan kembali bahwa AU tetap tidak toleran terhadap segala cara tidak demokratis untuk kekuasaan politik,” kata Bankole Adeoye, Komisaris Urusan Politik, Perdamaian dan Keamanan AU.
Sebanyak empat negara anggota AU, yaitu Burkina Faso, Mali, Guinea dan Sudan, telah diskors dari keanggotaan AU karena perubahan kekuasaan di negara itu, dalam pandangan AU, dilakukan melalui mekanisme yang inkonstitusional. Tiga negara, yaitu Mali, Guinea dan Burkina Faso, bahkan diskors dari keanggotaan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) karena hal yang sama. Akibatnya mereka tidak bisa ikut serta dalam pertemuan puncak AU tahun ini.
Meski para pejabat tinggi ketiga negara mencoba melobi negara-negara lain untuk melonggarkan sanksi atau bahkan mencabutnya, ECOWAS dan AU bergeming. Mereka tetap mempertahankan sikapnya.
Selain mempertahankan sikap, menangguhkan keanggotaan negara-negara tersebut, ECOWAS juga memutuskan untuk memberlakukan larangan bepergian pada pejabat pemerintah dan pemimpin senior di negara-negara tersebut serta memberlakukan sanksi ekonomi dan perdagangan yang keras, walau dalam kadar yang berbeda.
"Otoritas Kepala Negara dan Pemerintahan memutuskan untuk mempertahankan sanksi yang ada pada ketiga negara," kata blok itu dalam pernyataan yang ditandatangani pada Sabtu (18/2/2023) dan baru dibagikan sehari kemudian.
ECOWAS menyebut sanksi terpaksa dijatuhkan karena mereka mengkhawatirkan tindakan inkonstitusional itu menular dan menyebar ke wilayah lain. Blok ini mendesak pemulihan supremasi sipil paling lambat dilakukan pada 2024 pada Mali dan Burkina Faso. Sedangkan untuk Guinea, supremasi sipil diharapkan kembali pada tahun 2025.
Ketua Komisi Urusan Politik, Perdamaian dan Keamanan AU Moussa Faki Mahamat mereka akan membahas secara terpisah penangguhan keanggotaan keempat negara tersebut. Faki menyebut hingga saat ini belum ada keputusan dari komisi soal pemulihan status keanggotaan negara-negara itu. Faki juga tidak menyebut batas waktu penangguhan dan pencabutannya.
Dalam pidatonya di hadapan kepala negara peserta KTT, Sabtu (18/2/2023), Faki menyatakan, blok pan-Afrika perlu melihat strategi baru untuk melawan kemunduran demokrasi setelah mereka menilai sanksi tidak berbuah pada perubahan kebijakan atau bahkan kembalinya supremasi sipil di negara-negara itu.
"Sanksi yang dikenakan pada negara-negara anggota setelah perubahan pemerintahan yang tidak konstitusional tampaknya tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Tampaknya perlu untuk mempertimbangkan kembali sistem perlawanan terhadap perubahan inkonstitusional agar lebih efektif,” kata Faki.
Keamanan
KTT Uni Afrika berlangsung di tengah banyaknya persoalan keamanan dan ekonomi di wilayah berpenduduk 1,4 miliar jiwa ini. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres dalam pernyataannya mendesak para pemimpin negara-negara Afrika untuk berbuat lebih, mendorong upaya perdamaian dan stabilitas di berbagai negara Afrika yang tengah dilanda konflik.
Afrika terhuyung-huyung untuk memperbaiki kondisinya, mengejar ketertinggalan pembangunan dan perekonomiannya dari kawasan-kawasan lain di dunia. Kekeringan akibat perubahan iklim yang ekstrem di wilayah ini dan konflik yang berkepanjangan melingkupi pelaksanaan KTT Uni Afrika.
Guterres menyerukan Afrika untuk mengambil tindakan untuk perdamaian di seluruh kawasan. Dia mengatakan, kawasan itu mengalami ujian besar di setiap sisi.
"Saya sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan oleh kelompok bersenjata di Republik Demokratik Kongo timur baru-baru ini dan munculnya kelompok teroris di Sahel dan di tempat lain. Mekanisme perdamaian goyah," kata Guterres.
Pada pertemuan puncak mini pada hari Jumat, para pemimpin Komunitas Afrika Timur yang beranggotakan tujuh negara mendorong semua kelompok bersenjata untuk mundur dari daerah pendudukan di DRC timur pada akhir bulan depan.
Tuan rumah KTT, Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed, memuji peran blok yang memediasi kesepakatan damai antara pemerintahnya dan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) pada November tahun lalu, mengakhiri kekerasan di Ethiopia utara.
Sementara, di bidang ekonomi, Uni Afrika sepakat untuk meningkatakan perdagangan intrakawasan. AU, yang selama beberapa tahun ke depan akan dipimpin Presiden Komoro Azali Assoumani, bertekad meningkatkan volume perdagangan dari semula 15 persen menjadi 60 persen pada 2034. Untuk mendorong hal itu, Uni Afrika sepakat untuk menghapus semua hambatan tarif. (AFP)