Akhirnya Rute Baru untuk Bantuan Gempa Suriah Dibuka
Langkah Damaskus menambah pintu penyeberangan sepekan setelah gempa besar dinilai lebih bernuansa politis daripada kemanusiaan. Banyak pula kalangan yang mengkritik lamanya keputusan membuka penyeberangan itu.
Oleh
FRANSISCA ROMANA
·4 menit baca
DAMASKUS, RABU — Setelah delapan hari, sebuah konvoi bantuan korban gempa berhasil melewati penyeberangan perbatasan yang baru dibuka ke wilayah yang dikuasai pemberontak Suriah. Rombongan 11 truk milik Perserikatan Bangsa-Bangsa memasuki Suriah melalui titik perbatasan Bab al-Salama setelah Damaskus setuju untuk mengizinkan bantuan PBB itu melintas, Selasa (14/2/2023).
Beberapa jam sebelumnya PBB dan Pemerintah Suriah pimpinan Presiden Bashar al-Assad mencapai kesepakatan untuk mengizinkan sementara dua penyeberangan perbatasan baru ke wilayah kekuasaan pemberontak yang diguncang gempa. Pejabat Suriah di Damaskus mengatakan, keputusan itu menunjukkan komitmen mereka membantu korban gempa di seluruh wilayah.
Pembukaan penyeberangan perbatasan ini akan meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan bagi para korban gempa. Namun, sejumlah kritikus menilai kesepakatan itu juga menjadi kemenangan politik bagi Presiden Assad dan meninggalkan kesan dia memiliki kewenangan di wilayah yang dikuasai lawan-lawannya.
Langkah Damaskus menambah pintu penyeberangan sepekan setelah gempa besar dinilai lebih bernuansa politis daripada kemanusiaan. ”Itu cara rezim untuk menegaskan kedaulatannya, sentralitasnya, dan memanfaatkan tragedi ini untuk tujuan politiknya sendiri,” kata Joseph Daher, peneliti dan profesor pada European University Institute di Florence, Italia.
Banyak pula kalangan yang mengkritik lamanya keputusan membuka penyeberangan itu. Duta Besar Suriah untuk PBB Bassam Sabbagh mengatakan kepada wartawan, ”Kenapa bertanya kepada saya? Kami tidak mengendalikan perbatasan itu.”
Sebelum kesepakatan pembukaan pintu penyeberangan itu, sejumlah pihak mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mendukung pembukaan secara permanen lebih banyak penyeberangan perbatasan agar lebih banyak bantuan bisa masuk. Langkah ini hampir pasti diveto Rusia. Rusia mendukung pemerintahan Presiden Assad yang dikenai sanksi oleh Barat.
Saat gempa melanda, PBB tidak bisa segera mengakses Bab al-Hawa karena kerusakan infrastruktur. Akibatnya, para korban tidak mendapatkan bantuan signifikan selama 72 jam. Organisasi pertahanan sipil di Suriah, Helm Putih, menyebutkan, tertundanya bantuan dan kegagalan PBB mengambil langkah segera dalam beberapa hari pertama menyebabkan korban semakin banyak.
PBB mencoba mengirim bantuan ke Provinsi Idlib yang dikuasai kelompok pemberontak melalui wilayah yang dikuasai Pemerintah Suriah pada Minggu. Namun, pengiriman bantuan dihentikan setelah Hayat Tahrir al-Sham, organisasi yang menguasai wilayah itu, menolak bantuan yang datang dari wilayah kekuasaan Assad.
Juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Paul Dillon, mengatakan, truk-truk tersebut mengangkut bantuan kemanusiaan penting, termasuk material tenda, matras, selimut, dan karpet. Para aktivis dan tim tanggap darurat menilai PBB terlalu lambat dalam merespons dampak gempa di wilayah yang dikuasai pemberontak dibandingkan bantuan yang dikirim ke Pemerintah Suriah.
PBB menyerukan permintaan bantuan senilai 397 juta dollar AS untuk membiayai upaya penyelamatan selama tiga bulan bagi korban gempa di Suriah. ”Jutaan orang di wilayah itu berjuang mempertahankan hidup, tak punya tempat berlindung dalam cuaca beku,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Meski bantuan sudah mulai masuk, ketakutan kini bertambah besar di kedua sisi perbatasan. Setelah lebih dari sepekan, menemukan penyintas gempa bakal makin sulit. Beberapa orang bisa ditarik dengan selamat dari reruntuhan, tetapi menjaga korban lain yang masih bertahan di bawah puing-puing cukup menyulitkan. ”Sungguh keajaiban menemukan korban masih selamat di bawah reruntuhan. Namun, sejak saat ini, penyintas kemungkinan besar dalam kondisi kritis,” kata Yilmaz Aydin, seorang dokter.
Bahkan, untuk menemukan jenazah korban pun tim penyelamat mengalami kesulitan. ”Kita sampai pada titik di mana menemukan jenazah saja sudah cukup melegakan,” kata seorang pejabat di Antakya.
PBB menyebutkan lebih dari 7 juta anak-anak terkena dampak gempa bermagnitudo 7,8 yang mengguncang Suriah dan Turki. Jumlah korban tewas sejauh ini mencapai lebih dari 35.000 orang di Turki dan hampir 4.000 orang di Suriah. ”Namun, jumlah korban jelas terus bertambah,” kata James Elder, juru bicara untuk Unicef.
Setelah gempa, warga berhadapan dengan realitas kota-kota yang berubah menjadi puing-puing di tengah musim dingin. Di wilayah Kahramanmaras, Turki, banyak orang yang mengandalkan satu-satunya toilet yang berfungsi di sebuah masjid. ”Saya berjalan 5 kilometer sehari agar bisa ke toilet di sini. Kami tidak bisa menemukan di tempat lain,” kata Erdal Lale, warga setempat. (AP/AFP)