Balon China yang diklaim oleh AS sebagai perangkat mata-mata mengakibatkan persoalan geopolitik yang panjang dan meningkatkan ketegangan antara Beijing dan Washington.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
Insiden penembakan balon China yang diklaim oleh Amerika Serikat sebagai alat memata-matai mereka membuat hubungan kedua negara yang tengah bersitegang semakin memanas. Setelah sepakat membangun kembali relasi dan menghindari konflik pada Konferensi Tingkat Tinggi G20, November 2022 di Bali, pintu dialog kedua negara seolah kian menyempit.
Pemerintah China mengemukakan keberatan setelah AS menembak balon udara sipil China yang melayang di atas Negara Bagian Carolina Selatan, Minggu (5/2/2023). Kementerian Luar Negeri China telah mengeluarkan pernyataan bahwa balon itu bukan balon mata-mata. Itu balon penelitian milik akademisi sipil China yang, karena angin berembus, memasuki wilayah AS.
Isu balon itu santer di media arus utama dan media sosial AS. Sejumlah politikus yang anti-China, antara lain Gubernur Texas Greg Abbott, kadung menuduh itu balon mata-mata. Padahal, Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengatakan bahwa balon itu tidak mendatangkan ancaman militer.
Kemenlu China juga memberi tahu bahwa balon riset cuaca itu diterbangkan di atas Benua Amerika. Satu balon lagi dikabarkan melayang di atas wilayah Amerika Latin. Hal ini dibenarkan oleh militer Kolombia yang melaporkan ada balon serupa di atas negara tersebut.
Pemerintah AS akhirnya menembak balon itu. Pesawat yang diturunkan untuk menjalankan misi ini pun tidak sembarangan, yaitu jet tempur generasi kelima Lockheed Martin F-22 Raptor. Ketika balon melayang setinggi 18.200 meter di atas permukaan tanah, pesawat F-22 menembak dari ketinggian 17.000 meter. Rudal yang digunakan adalah Sidewinder termutakhir, yaitu 9X.
”Reaksi AS berlebihan sekali. Apalagi, kami telah menjelaskan bahwa balon itu milik sipil,” kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan China Kolonel Tan Kefei, seperti dikutip Global Times edisi, Senin (6/2/2023).
Tan mengatakan, China tengah membahas langkah untuk menanggapi tindakan AS ini. Berbagai pihak menafsirkan ucapan Tan bahwa penyerangan AS atas balon China ini menjadi dalih bagi China di masa depan untuk menyerang benda-benda tidak dikenal yang masuk ke wilayah mereka. Terdapat pula pendapat, AS sengaja menembak karena mereka ingin mempelajari teknologi yang dipakai pada balon itu.
Kemenlu China melalui pernyataan tertulis di laman resmi mereka menyayangkan kejadian itu. ”Hubungan China-AS yang penuh dengan hambatan sekarang makin memanas. Kami meminta AS menangani kelanjutan situasi ini dengan pantas dan tenang,” sebut pernyataan itu.
Gara-gara balon, Menlu AS Antony Blinken batal ke China. Rencananya, pekan depan, Blinken bertolak ke Beijing. Ia hendak memuluskan kembali hubungan AS-China dengan membahas berbagai isu strategis, di antaranya ialah mengenai perang teknologi, isu hak asasi manusia di Xinjiang dan Hong Kong, serta situasi di Selat Taiwan.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Nusa Dua, Bali, November 2022, Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Joe Biden menyepakati tidak ingin menambah risiko konflik antara kedua negara. Mereka berjanji untuk melanjutkan dialog yang substantif dan produktif demi kestabilan global. Namun, insiden balon ini menangguhkan kedatangan Blinken bertemu dengan Menlu China Qin Gang.
Ahli politik luar negeri dari Universitas Georgetown, Evan Medeiros, menjelaskan, pilihan dialog China semakin terbatas. Adanya insiden balon mengakibatkan kecurigaan AS, bahkan kemungkinan besar negara-negara lain, terhadap China semakin besar. Ini membuat pintu dialog yang awalnya terbuka lebar kian menyempit.
”China berada di posisi geopolitik yang terjepit. Mereka ketahuan berbuat tidak sepantasnya dan kali ini tidak bisa menutup-nutupi kelakuannya,” ujar penasihat urusan Asia-Pasifik di masa Presiden Barack Obama itu kepada The New York Times.
Medeiros berpendapat, kecil kemungkinan China akan menggugat masalah ini ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pemerintah China dikenal dengan budaya selalu menjaga reputasi. Mereka tidak akan membiarkan ada insiden yang mempermalukan negara itu. Akan tetapi, situasi di China sendiri sedang berada di bawah tekanan.
Presiden China Xi Jinping yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China tengah mempertahankan masa jabatannya yang ketiga. Perekonomian China masih lesu setelah selama tiga tahun pandemi Covid-19 diganjar penguncian wilayah yang ketat.
Xi masih pusing menghadapi ketidakpuasan rakyat China dan pada saat yang sama berusaha menurunkan ketegangan hubungan dengan negara-negara Barat. Memperbesar insiden balon ini diperkirakan memperkeruh suasana dan membawa lebih banyak hal negatif bagi China. (REUTERS)