Balon, Perangkat Mata-mata dan Serangan Udara sejak Dulu Kala
China mau memakai balon itu untuk menunjukkan mereka bisa masuk ke AS tanpa harus memanaskan keadaan secara berlebihan. Balon itu berbeda dengan balon cuaca pada umumnya.
Oleh
KRIS MADA
·5 menit baca
LARRY MAYER/THE BILLINGS GAZETTE VIA AP
Balon udara terbang melintas di atas Billings, Montana, Amerika Serikat, pada Rabu (1/2/2023). Pihak berwenang AS menduga balon mata-mata itu milik China. Pentagon memutuskan untuk tidak menembak jatuh balon itu karena puing-puingnya akan membahayakan warga di darat.
WASHINGTON, SABTU — Hubungan Amerika Serikat dan China kembali memanas. Kali ini, penyebabnya berupa balon yang diklaim China sebagai perangkat penelitian cuaca. Sebagai salah satu pemilik jaringan satelit terbanyak, China memang bisa berkilah tidak butuh perangkat sederhana seperti balon untuk memata-matai pihak lain.
Washington gusar saat Departemen Pertahanan AS membenarkan ada balon pemantau China di atas Montana pada Jumat (3/2/2023). Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan pembatalan kunjungan ke China. Blinken seharusnya terbang ke Beijing pada Jumat malam waktu Washington atau Sabtu pagi WIB.
”Kehadiran balon pemantau di wilayah udara AS adalah pelanggaran jelas terhadap kedaulatan AS dan hukum internasional. Tindakan tidak bertanggung jawab. Keputusan (China) melakukan tindakan ini menjelang kunjungan terencana saya membahayakan pembahasan yang seharusnya dilakukan,” tuturnya.
Ia telah menelepon mantan Menlu China yang kini menjadi Kepala Kebijakan Luar Negeri Partai Komunis China, Wang Yi. Kepada Wang, Blinken menyebut prioritas hubungan AS-China saat ini adalah menyingkirkan balon itu dari atas wilayah AS.
Kementerian Luar Negeri China menyebut balon itu sebenarnya alat penelitian cuaca. Karena tiupan angin dan tidak punya kemudi, balon itu akhirnya menyasar sampai wilayah AS. ”China menyesalkan kehadiran yang tidak direncanakan di wilayah udara AS,” demikian pernyataan Kemenlu China.
Juru bicara Departemen Pertahanan AS, Brigadir Jenderal Patrick Ryder, menyanggah balon itu tidak punya alat kendali. Sebab, pantauan AS menunjukkan balon itu berubah-ubah arah. Balon itu terbang pada ketinggian 18,2 kilometer. Pesawat komersial biasanya terbang pada ketinggian maksimal 12,1 km. Adapun jet tempur bisa terbang sampai 19,8 km. Menurut Pentagon, balon itu dilengkapi panel tenaga surya.
AFP/AAMIR QURESHI
Pesawat nirawak AS terbang di atas Kabul, Afghanistan, pada Agustus 2021. Selain untuk menyerang, salah satu fungsi pesawat nirawak adalah untuk memata-matai.
Balon itu dipekirakan tetap berada di wilayah udara AS sampai beberapa hari mendatang. Untuk saat ini, Pentagon belum melihat balon itu sebagai ancaman. Para penasihat militer kepresiden AS menyarankan penembakan balon itu. Sejauh ini, Presiden AS Joe Biden tidak setuju dengan saran itu. Sementara sejumlah Republikan, termasuk Donald Trump, mendesak balon segera ditembak.
Sudah lama
Analis senior RAND, Derek Grossman, menyebut bahwa AS-China sudah lama saling memata-matai. Pesawat-pesawat intai AS sering terbang di atas berbagai fasilitas sipil dan militer China. ”Beijing mengirim satu balon mata-mata dan semua merasa terbakar. Agak memalukan,” ujarnya.
Ia membenarkan, insiden itu terjadi pada saat yang sangat tidak tepat. Lawatan Blinken yang batal itu seharusnya menjadi momentum untuk mencairkan ketegangan AS-China. ”Sekarang, jelas keadaan berbalik,” ujarnya.
Seorang pejabat Pentagon menyebut, sebenarnya balon mata-mata China sudah sering terpantau di wilayah udara AS. Dulu, Washington mendiamkan saja balon-balon itu. Baru kali ini isu tersebut diramaikan sejumlah pihak.
Balon merupakan perangkat awal angkatan udara di banyak negara. Angkatan bersenjata Austria menggunakan balon berpeledak untuk menyerang Venesia pada 1848. Taktik serupa dipakai Jepang dalam Perang Dunia II. Adapun selama Perang Dingin, AS-Uni Soviet memakai balon untuk memata-mataui lawan. Pentagon juga sedang membuat balon yang bisa terbang hingga setinggi 37 km. Balon itu akan dipakai sebagai perangkat mata-mata.
Balon menjadi pilihan karena bisa berada di atas satu lokasi lebih lama dibandingkan satelit dan pesawat nirawak. Setiap satelit bisa berada di atas suatu lokasi selama beberapa menit saja setiap 1,5 jam. Sementara balon bisa berada di atas suatu lokasi lebih lama dan lebih rendah posisinya dibandingkan satelit.
Memang, ada batas ketinggian minimal untuk satelit. ”Anda bisa membuat balon berada lebih lama di atas suatu tempat agar bisa mengumpulkan lebih banyak data. Hal itu tidak bisa dilakukan dengan satelit,” kata peneliti King’s College London, Marina Miron.
US AIR FORCE/AFP
Pesawat intai nirawak RQ-4 Global Hawk milik Amerika Serikat berada di atas Selat Hormuz pada Juni 2019.
Pesawat nirawak dan satelit juga melaju lebih cepat dibandingkan balon. Seperti pesawat nirawak dan satelit, balon juga bisa dilengkapi kamera dan aneka perangkat pengawas lain.
Sengaja ketahuan
Sejumlah pihak menduga, China sengaja membiarkan AS tahu keberadaan balon itu. ”Beijing sepertinya memberi kode ke Washington: meski siap meningkatkan hubungan, kami juga siap melanjutkan persaingan, menggunakan perangkat apa pun, dan tanpa memanaskan keadaan secara berlebihan. Alat apa lagi untuk kondisi ini selain balon?” kata analis kekuatan udara He Yuan Ming kepada BBC.
Ia mengingatkan, seperti AS, China juga punya banyak satelit. Sebagian dari satelit itu bisa dipakai sebagai perangkat mata-mata.
Koordinator Kajian China pada S Rajaratnam School of International Studies Benjamin Ho mengatakan hal senada. ”Mereka (China) punya banyak perangkat mata-mata canggih. Balon hanya untuk memberi kode sekaligus menjajaki reaksi AS,” katanya.
Peneliti Carnegie Council for Ethics in International Affairs, Arthur Holland Michel, mengatakan, China cenderung membiarkan balon itu terlacak AS. ”Tujuannya memang itu. China mau memakai balon itu untuk menunjukkan mereka bisa masuk ke AS tanpa harus memanaskan keadaan secara berlebihan,” ujarnya.
Sejumlah pakar menyanggah balon China di atas AS sebagai perangkat penelitian cuaca. Balon penelitian cuaca biasanya berada di ketinggian 30 km. Balon-balon itu juga dilengkapi parasut pada perangkat pemantaunya. Sebab, balon-balon itu hanya tahan beberapa jam. Sementara balon China dilaporkan sudah terbang berhari-hari. Sejumlah pihak menduga, balon itu berada di rute aliran udara hangat di sekitar kutub.
Miron menduga, balon di atas AS amat mungkin jauh lebih canggih daripada yang diungkap China. ”Balon itu bisa jadi dikendalikan dari jauh. Bisa dinaikkan atau diturunkan sehingga sesuai dengan ketinggian aliran udara,” ujarnya. (AFP/REUTERS)