Setiap Tahun Baru Imlek, kue keranjang tak pernah absen. Kue itu selalu hadir sebagai perlambang kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera di tahun yang baru.
Oleh
LUKI AULIA
·6 menit baca
Tahun Baru Imlek tanpa kue keranjang -atau nian gao dalam bahasa mandarin- rasanya tidak afdol. Kue beras manis itu hadir sebagai penyambut imlek. Nian gao 年糕melambangkan kemajuan dan pertumbuhan. Nián (年) berarti "tahun", dan gāo (糕) adalah homonim untuk gāo (高) yang artinya tinggi atau mahal. Dengan memakan kue ini diharapkan tahun yang baru akan menjadi tahun yang lebih baik dan lebih sejahtera.
Tidak mengherankan bila setiap keluarga pasti membeli atau membuat kue ini untuk imlek lalu membawanya ketika mengunjungi saudara dan teman saat liburan imlek. Dan menjelang imlek, warga Beijing, China, pun rela mengantri 40 menit sampai tujuh jam di toko roti tradisional yang tertua di Beijing, Daoxiangcun, untuk membeli kue keranjang. Kue keranjang yang dijual di toko itu tak hanya berbentuk bulat dan berwarna coklat seperti pada umumnya. Tetapi ada beberapa kue yang berbentuk kelinci, sesuai dengan tahun kelinci pada tahun ini.
Lexi Li (30), warga Beijing, rela mengantri sampai tujuh jam di saat suhu sedang sangat dingin, di bawah titik beku. “Saya sebenarnya tidak terlalu suka makanan penutup dan kue kering. Saya hanya mau membawa pulang sesuatu sebagai hadiah,” kata Li yang membeli delapan kotak kue untuk saudara dan temannya di kampung halamannya, Taiyuan, Provinsi Shanxi.
Makanan penutup untuk imlek di China tak hanya kue keranjang saja. Ada beragam kue yang berbahan dasar beras atau tepung. Seperti tang yuan atau bola nasi mochi dengan wijen hitam atau selai kacang dalam sup, bola wijen, kue almond, manisan biji teratai, dan kue kukus goh seperti kue mangkok yang juga dikenal sebagai kue kemakmuran atau kue kemakmuran.
Meski beragam, kue keranjang tetap yang paling populer. Bahan utamanya tepung beras ketan dengan tambahan bahan lain seperti talas, kurma, jujube, dan selai kacang merah. Ahli budaya makanan China di Hong Kong, Siu Yan Ho, menjelaskan tradisi kuliner China mempertahankan budaya makanan yang menghormati biji-bijian dan mengingatkan orang akan bagaimana festival tahun baru yang sudah dirayakan sejak abad ketujuh. “Makanan adalah ingatan dan ingatan ini berhubungan dengan perayaan,” ujarnya.
Seiring dengan perubahan zaman, kue keranjang ternyata juga ikut berubah di sebagian tempat. Bentuknya tidak hanya menjadi seperti kelinci di Daoxiangcun tetapi dimodifikasi menjadi seperti mochi dan juga bisa diolah menjadi kue keranjang kukus dengan santan dan lain-lain. Seperti yang dilakukan Kat Lieu, penulis buku masak “Modern Asian Baking at Home” di Seattle, Amerika Serikat, yang selalu membuat kue keranjang setiap tahun saat imlek. Tetapi kue keranjang yang dinikmati sebagai hidangan penutup saat sarapan itu sudah dimodifikasi sedikit menjadi kue keranjang kukus atau mochi.
Pendiri grup online Subtle Asian Baking itu juga akan membuat mochi yang dimasak dengan pandan hijau cerah. “Ini tidak mengubah tradisi tetapi justru lebih menghargainya,” kata Lieu yang berdarah China dan Vietnam itu.
Tidak seperti perayaan thanksgiving di Amerika Serikat yang hanya menyajikan pai, makanan penutup dan penganan di tahun baru imlek sangat beragam. Keluarga diaspora dari China, AS, hingga Vietnam merayakan tahun baru yang jatuh pada hari Minggu mendatang dengan tradisi makan malam dengan aneka ragam jenis dan amplop merah berisi uang angpo untuk anak-anak dan orangtua.
Selain kue keranjang yang biasa, semakin banyak hidangan pencuci mulut yang unik dan kreatif, mulai dari kue wijen hitam hingga kue miso selai kacang. Di Vietnam, orang juga makan kue keranjang yang disebut banh. Mereka juga makan che kho gao nep atau puding yang terbuat dari beras ketan dan campuran air, jahe, dan gula atau tetes tebu. Ada juga che kho dau xanh atau puding kacang hijau yang dibuat dengan santan dan gula, lalu banh tet chuoi atau kue beras ketan dengan pisang.
Sejarawan makanan Vietnam di University of Michigan, AS, Linh Trinh, mengatakan pada saat liburan imlek selama tiga hari biasanya orang akan keliling mengunjungi keluarga, teman, dan guru. Karena itu setiap orang harus menyimpan banyak makanan ringan di rumahnya agar orang-orang datang berkunjung dan minum teh. “Menjadi kebanggaan keluarga untuk bisa menyajikan jajanan tradisional mereka,” ujarnya.
Tradisi pencuci mulut manis saat imlek ini dimanfaatkan banyak perusahaan atau toko roti di AS yang membuat kue dengan menggabungkan elemen imlek. Seperti kue cupcake buatan toko roti Sprinkles di Beverly Hills yang bekerja sama dengan lembaga nirlaba yang mendukung budaya Asia, Gold House. Mereka menjual kue mangkuk merah dengan kerak kue almond dan frosting krim keju almond. Di Disney California Adventure Park, konsumen bisa memesan cheesecake teh susu dengan talas mousse.
Di dalam grup Subtle Asian Baking di media sosial facebook yang beranggotakan 150.000 orang, tampaknya banyak orang Asia yang lebih suka memamerkan kue yang mereka buat untuk imlek dan bukan kue yang mereka beli. Kreativitas kue dipamerkan lalu disebarkan. Komunitas itu berkembang pesat sejak Lieu memulainya tahun 2020. Untuk tahun ketiga ini, anggota bisa berbagi foto hasil karya macarons, kue sifon, dan kue kering lainnya. “Semua harus membuat inovasi untuk memberi apresiasi pada semua bahan dasar kue yang luar biasa. Ini bisa menjadi tradisimu sendiri,” kata Lieu.
Kelson Herman (44), pembuat kue dari San Francisco, AS, imlek tahun ini membuat kue bolu dengan ilustrasi kelinci perempuan bernama Miffy yang diambil dari seri buku anak-anak Belanda yang populer. Ia mendapatkan inspirasi ini setelah melihat apa yang dilakukan orang lain di online. “Banyak orang yang mencoba lebih kreatif dan saling melengkapi. Dan membuat kue atau roti itu selalu bermuara pada rasa yang membawa kembali ke kenangan keluarga. Bisa menjadi bahan obrolan keluarga,” ujarnya.
Di Queens, New York, AS, Karen Chin juga membuat kue dua tingkat yang dibekukan dengan krim mentega kelapa dengan topping kelinci cokelat putih. Satu lapisan adalah vanilla dengan pasta kacang merah. Lapisan lainnya adalah kue berbumbu dengan kapulaga dan dadih mangga. Ini sudah jauh berbeda dari bentuk kue goh gendut asli buatan neneknya.
“Saya sudah memberitahu nenek saya, saya akan membuat kue. Dan dia bilang ‘jangan membuatnya terlalu rumit’,” kata Chin sambil tertawa. Tetapi tetap saja Chin berkreasi membuat sesuatu yang berbeda dan ternyata neneknya suka. “Saya sangat tersentuh ketika dua nenek pernah datang dan makan kue buatan saya. Katanya, kue saya enak. Saya kaget sekaligus senang karena itu pertama kalinya dia memuji saya,” kata Chin.
Sue Ng yang lahir dan besar di Kanada tetapi sekarang tinggal di Hong Kong juga suka kue-kue yang “menggemaskan” yang dibuat khusus untuk acara-acara khusus. Selama pandemi Covid-19, ia akhirnya menemukan hasrat untuk menggabungkan kue dan kecintaannya pada budaya pop Asia. Pada saat imlek tahun lalu, ia membuat kue gulung yang bentuknya seperti White Rabbit Creamy Candy, merek permen di China yang sama ikoniknya dengan permen coklat Hershey.
Sue Ng mengajarkan ke kedua putrinya yang masih sekolah di Hong Kong tentang betapa pentingnya imlek bagi mereka, terutama makanan tradisionalnya. Selain makanan tradisional, ia juga sering membuat sesuatu yang berbeda, seperti kue wijen hitam dan kue kuning telur asin.
Makanan penutup imlek bagi Sue Ng adalah sesuatu yang dibuat dengan elemen Asia dengan mengacu pada semua bahan tradisional yang digunakan selama ini. “Sekarang kita bisa berkreasi dan membuat kue apa saja. Bisa kue berisi kue keranjang atau apa saja. Idenya tidak terbatas. Yang jelas, suguhan penganan manis itu harus ada. Karena itu menjadi lambang kehidupan yang manis,” ujarnya.
Jadi, mari mengudap kue keranjang manis aneka rupa, boleh beli boleh juga membuat sendiri, sambil menyeruput teh hangat. Selamat Tahun Baru Imlek! Gōng xǐ fā cái. (AP)