Jutaan Pekerja Migran China Pulang Kampung
Jutaan pekerja migran di kota-kota besar di China mulai pulang ke kampung halaman masing-masing. Stasiun kereta dan bandara dipadati pemudik yang mayoritas tak bisa pulang kampung gara-gara kebijakan nol Covid-19.
BEIJING, RABU —Empat hari menjelang Tahun Baru China atau Imlek, jutaan pekerja yang berada di wilayah perkotaan mulai pulang kampung atau mudik ke sejumlah daerah di China. Puncak mudik kemungkinan akan terjadi pada Jumat mendatang. Stasiun kereta antarkota dan bandara tampak padat pemudik setelah selama tiga tahun terakhir sepi karena Pemerintah China masih memberlakukan kebijakan dinamis nol Covid-19 dengan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Setelah semua protokol kesehatan dicabut, pemerintah berharap gelombang pemudik ini akan bisa menggerakkan perekonomian di daerah. Namun, gelombang pemudik ini juga menimbulkan kekhawatiran akan meluasnya kasus Covid-19 ke daerah-daerah perdesaan.
”Semua aturan sudah dicabut jadi rasanya lebih tenang. Sekarang saatnya pulang kampung,” kata penata rambut di Beijing, Wang Lidan, Rabu (18/1/2023). Ia akhirnya bisa merayakan Festival Musim Semi tahun ini bersama keluarga besarnya di Provinsi Heilongjiang. Sudah tiga tahun ia tak bisa pulang karena aturan karantina yang ketat bagi siapa pun yang datang dari luar kota.
Tidak ada yang bisa menghindar dari kewajiban karantina karena semua pergerakan warga terpantau oleh kode QR di ponsel. Banyak pemerintah daerah juga memberlakukan ketentuan karantina sendiri bagi warga yang datang dari luar daerah. Itu yang membuat banyak warga kemudian malas bepergian. ”Dulu, aturannya kalau pulang kampung, saya harus dikarantina di kampung halaman. Ketika kembali ke Beijing lagi, saya harus karantina lagi. Lelah,” ujarnya.
Baca juga: Tekanan Omicron Tak Mempan Cegah Warga China Mudik Imlek
Festival Musim Semi ini menjadi satu-satunya waktu dalam setahun ketika pekerja di perkotaan bisa kembali ke kampung halaman. Warga Beijing yang berasal dari Provinsi Shandon, Hu Jinyuan, bisa mudik setiap tahun meski repot karena harus tes Covid-19 setiap hari dan karantina. Meski sekarang tidak ada kewajiban untuk itu, ia mengaku tetap akan tes Covid-19 sesampainya di kampung halaman agar tidak ada risiko menularkan Covid-19 ke keluarganya.
Kalau ternyata terinfeksi, ia akan mengisolasi diri di rumah. Ia menyadari kekhawatiran banyak orang mengenai penyebaran Covid-19 di perdesaan. Ini karena banyak warga di desa, terutama orang lanjut usia, yang belum divaksinasi dan sistem layanan kesehatan yang tidak sebaik di perkotaan. Berbeda dengan Wang Lidan dan Hu Jinyuan yang mudik, Wang Jingli malah memutuskan untuk bekerja saja selama liburan karena perusahaannya berjanji akan melipatgandakan upah lemburnya. Sementara anak dan istrinya tetap akan mudik ke Provinsi Henan.
Suasana di stasiun kereta bawah tanah di Beijing dan Shanghai ramai dengan banyak orang yang menyeret koper berukuran besar berisi makanan dan oleh-oleh untuk keluarga di kampung. ”Dulu saya takut dengan Covid-19. Sekarang sudah tidak. Kalau tertular Covid-19, tidak apa-apa karena paling hanya akan sakit selama dua hari saja,” kata pekerja migran Jiang Zhiguang (30) yang sedang menunggu keretanya datang di Stasiun Kereta Hongqiao, Shanghai. Para pekerja migran seperti Jiang ini yang dinilai para analis dan ekonom akan bisa mendongkrak konsumsi di daerah dan membantu perekonomian China yang melambat.
Baca juga: Banyak Daerah di China ”Megap-megap” Tak Punya Uang untuk Covid-19
Dari pengumuman pemerintah yang terakhir, Sabtu lalu, jumlah korban tewas akibat kasus Covid-19 dalam hampir satu bulan saja (8 Desember-12 Januari) mencapai sekitar 60.000 orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah meminta China memberikan data terbaru tetapi belum ada informasi. Harian China, The Global Times, yang mengutip para ahli China menyebutkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China sudah memantau data itu dan membutuhkan waktu sebelum dapat dirilis.
Dokter di rumah sakit umum dan swasta juga tidak diperbolehkan untuk langsung menghubungkan kematian dengan Covid-19. Minimnya informasi mengenai hal ini membuat banyak warga yang marah. Ditambah lagi kekecewaan pada pemerintah karena dianggap tidak siap melindungi lansia yang rentan sebelum pemerintah mencabut kebijakan dinamis nol Covid-19.
Kantor berita China, Xinhua, menyebutkan untuk melindungi warga lansia, tenaga medis di sejumlah daerah dikerahkan untuk melakukan vaksinasi dari rumah ke rumah di desa-desa terpencil. Klinik-klinik di perdesaan juga sudah dilengkapi dengan alat pernapasan dan kendaraan medis yang dikerahkan ke daerah-daerah yang dianggap berisiko. (REUTERS/AP)