Kazakhstan Lucuti Hak-hak Istimewa Mantan Presiden Nazarbayev dan Keluarganya
Setelah dilucuti hak-hak istimewanya, mantan Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev dan keluarganya kini bisa dituntut secara hukum atas berbagai tuduhan korupsi, kolusi, nepotisme, dan kejahatan pidana serta perdata.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
ASTANA, JUMAT - Parlemen Kazakhstan membatalkan Undang-Undang Presiden Pertama yang menempatkan mantan Presiden Nursultan Nazarbayev pada status sangat istimewa. Berkat penghapusan itu, keluarga Nazarbayev yang menjabat sebagai presiden selama 30 tahun bisa digugat secara pidana.
Keputusan tersebut diambil dalam sidang bersama antara Majelis Tinggi (Senat) dan Majelis Rendah (Mazhilis) di parlemen di Astana, Jumat (13/1/2023).
"Berbagai upaya untuk mengonsentrasikan seluruh kekuasaan di tangan satu orang, monopolisasi institusi-institusi politik di Kazakhstan, sebagaimana yang berlangsung selama ini, dapat mengurangi nilai-nilai politik dan memengaruhi secara negatif pembangunan negara. Karena itu, suatu keharusan menghapus celah-celah sosial politik tersebut di masa depan," kata Yerlan Sairov, anggota Majelis Rendah, saat menyampaikan draf perubahan UU, seperti dikutip media The Astana Times.
"Dalam periode transformasi politik yang dalam, saat Kazakhstan berubah menuju demokrasi dan pluralisme, penting untuk tidak membiarkan mekanisme apa pun yang mengarah pada pemberian kekuasaan oleh kelompok-kelompok terpisah," ujar Yerlan Sairov, Wakil Majelis Rendah, yang dilansir kantor berita Kazinform.
Pada Kamis (12/1/2023) malam waktu setempat atau Jumat (13/1/2023) pagi waktu Indonesia, Majelis Tinggi Parlemen Kazakhstan mengumumkan mereka mendapat keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa UU Presiden Pertama dicabut.
"UU Presiden Pertama ini tidak sesuai dengan hasil referendum nasional 5 Juni 2022. Rakyat tidak menginginkan lagi Nazarbayev memegang posisi di pemerintahan," kata Maulen Ashimbayev, Ketua Majelis Tinggi Parlemen.
Nazarbayev (82) adalah Elbasy atau Bapak Negara Kazakhstan. Ia memimpin Kazakhstan sejak negara itu lepas dari Uni Soviet pada tahun 1989 sampai dengan tahun 2019. Setelah ia mundur, pendukungnya, Kassym-Jomart Tokayev, terpilih menjadi presiden.
Namun, hubungan dua tokoh itu kemudian merenggang. Tokayev ingin membawa Kazakhstan keluar dari pengaruh Navarbayev. Ibu kota yang pada tahun 2019 berganti nama dari Astana menjadi Nursultan--nama depan Nazarbayev--oleh Tokayev dikembalikan ke nama semula, yaitu Astana.
Ibu kota yang pada tahun 2019 berganti nama dari Astana menjadi Nursultan--nama depan Nazarbayev--oleh Tokayev dikembalikan ke nama semula, yaitu Astana.
UU Presiden Pertama disahkan pada tahun 2010. Pada tahun 2019, ditambahkan klausul mengenai Elbasy dalam UU tersebut. Berkat klausul itu, Nazarbayev menjadi senator kehormatan dan berhak mengikuti rapat-rapat DPR. Anugerah tersebut diberikan kepada Nazarbayev oleh putrinya sendiri, Dariga, yang ketika itu menjabat ketua DPR Kazakhstan.
Dibatalkannya UU itu membuat Nazarbayev dapat diperlakukan seperti mantan presiden lain di dunia. Ia diberi fasilitas pengawalan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan, tetapi ia dan keluarganya tidak memperoleh perlindungan khusus dari tuntutan hukum.
Anak, menantu, dan keponakan Nazarbayev selama ini menduduki posisi-posisi penting di pemerintahan eksekutif, jabatan legislatif, dan badan-badan usaha milik negara. Bahkan, anak perempuan Nazarbayev, Dinara, dan suaminya, Timur Kulibayov, merupakan pasangan terkaya di negara tersebut.
Mereka semua sekarang bisa dituntut secara hukum atas berbagai tuduhan korupsi, kolusi, nepotisme, dan kejahatan pidana maupun perdata lainnya. Keponakan Nazarbayev, Kairat Satybaldy, telah ditahan terkait korupsi di salah satu BUMN pertambangan.
Januari berdarah
Perubahan politik di Kazakhstan ini dipicu oleh peristiwa "Januari Berdarah" atau Qandy Qatar dalam bahasa Kazakhs. Peristiwa itu merujuk pada unjuk rasa sepekan, yang berakhir dengan kerusuhan, Januari 2022. Para pengunjuk rasa menduduki dan membakar gedung-gedung pemerintah di sejumlah kota. Mereka juga bentrok dengan aparat keamanan.
Sebanyak 238 orang tewas, termasuk 19 orang aparat penegak hukum. Diduga, ada enam korban tewas akibat dianiaya di tahanan. Selain itu, ada 12.000 orang ditahan polisi.
Ketika itu, masyarakat berunjuk rasa di berbagai penjuru Kazakhstan guna memprotes kenaikan harga gas petroleum cair atau elpiji. Bahan bakar ini dikenal sebagai "bensinnya rakyat miskin" karena harganya sangat murah. Akan tetapi, harganya naik dua kali lipat, sementara ekonomi sedang krisis akibat pandemi Covid-19.
Presiden Tokayev menyatakan bahwa unjuk rasa itu didompleng rencana makar dari kubu Nazarbayev yang dibantu oleh jaringan teroris internasional. "Sejak awal negara ini berdiri, keluarga Nazarbayev menguasai ekonomi dan memainkan harga gas," ujarnya dalam pidato yang disiarkan stasiun-stasiun televisi.
Tokayev mencopot sejumlah kerabat dan orang dekat Nazarbayev dari posisi-posisi jabatan teras dalam pemerintahan.
Ia memerintahkan penggunaan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan pendemo. Massa mundur, tetapi setelah itu muncul kembali dalam jumlah lebih banyak. Kerusuhan pecah di Almaty, kota terbesar sekaligus pusat ekonomi Kazakhstan.
Setelah peristiwa tersebut, Tokayev mengambil alih posisi Nazarbayev sebagai kepala Dewan Keamanan Nasional. Lembaga ini memegang kekuasaan sangat besar. Tokayev juga mencopot sejumlah kerabat dan orang dekat Nazarbayev dari posisi-posisi jabatan teras dalam pemerintahan.
Masyarakat, terutama sanak saudara para korban tewas yang mayoritas adalah "wong cilik", tidak sepenuhnya memercayai perkataan Tokayev. "Ini murni unjuk rasa yang dimulai dari media sosial dan berkembang karena pemerintah menanggapi dengan buruk. Justru, para pengunjuk rasa ini ditunggangi agenda politik Tokayev yang ingin menyingkirkan Nazarbayev," kata Nurbek Nurgaliyev, pegiat demokrasi kepada majalah The Diplomat.
Tokayev sendiri kini relatif populer di kalangan masyarakat. Ia mengubah peraturan bahwa masa jabatan presiden adalah tujuh tahun. Jajak pendapat mengatakan, kepopuleran Tokayev adalah 81,3 persen. Ia mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua. (AFP/REUTERS/SAM)