Di negara manapun, kenaikan harga bukan penyebab kerusuhan, tetapi hanya pemicu. Pokok persoalannya ialah keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi yang terabaikan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kerusuhan yang menelan korban jiwa di Kazakhstan mengingatkan betapa penting bagi negara untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan rakyat terwujud.
Kazakhstan sangat kaya sumber daya alam. Minyak, gas alam, hingga mineral penting seperti uranium dimiliki negara tanpa laut (landlocked) itu. Dahulu bagian dari Uni Soviet, Kazakhstan yang merdeka pada 1991 dipimpin tokoh sangat kuat, Nursultan Nazarbayev, sejak berdiri hingga tahun 2019. Nazarbayev digantikan Presiden Kassym-Jomart Tokayev.
Meski menerapkan pemilu secara reguler, posisi Nazarbayev sangat dominan dengan kemenangan kubunya yang meyakinkan, antara lain lebih dari 90 persen pada pilpres 2015. Hasil semacam itu tak ditemui dalam pemilu yang digelar di banyak negara lainnya.
Kazakhstan—dahulu bagian penting dari Jalur Sutera Asia-Eropa—menyita perhatian sepanjang minggu silam. Kerusuhan besar terjadi di sejumlah wilayah di negara itu, termasuk di Almaty, kota terbesar. Lebih dari 150 orang tewas, gedung pemerintah dibakar. Sejumlah rongsokan kendaraan bekas yang habis terbakar teronggok di jalan raya.
Pemicu kerusuhan ialah kenaikan harga gas hingga dua kali lipat. Kenaikan terjadi setelah pemerintah melepas pembatasan harga atau subsidi pada awal 2022. Masyarakat marah. Bisa jadi mereka sakit hati. Di negara yang memiliki banyak gas alam, mengapa harga komoditas itu melonjak tinggi. Ketidakpuasan lantas berkembang tak hanya menyangkut urusan harga komoditas, tetapi merembet pada kejengkelan karena melihat ada kelompok elite yang terus-terusan ”berkuasa”. Isu ketidakadilan muncul. Sumber daya politik dan ekonomi dikuasai ”orang-orang” itu saja.
Presiden Tokayev memahami situasi yang berkembang. Pemerintahan yang sehari-hari dikelola perdana menteri, dia ambil-alih. Nazarbayev pun diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Dewan Keamanan. Keponakan Nazarbayev, Samat Abish, orang kedua di jajaran kepolisian, juga dicopot. Karim Massimov, mantan perdana menteri di era Nazarbayev sebagai presiden, ditangkap setelah dicopot dari posisinya sebagai pemimpin badan intelijen. Pemerintah menuduh Massimov dalang kerusuhan.
Di tengah lonjakan harga komoditas di dunia, harga gas kembali disubsidi Kazakhstan, meski taruhannya keuangan negara. Tokayev ingin segera meredakan kerusuhan, mengingat stabilitas Kazakhstan sangat memengaruhi Asia Tengah, serta dua negara raksasa tetangganya, China serta Rusia.
Cerita di Kazakhstan tak asing lagi. Sejumlah negara lain memiliki cerita yang mirip. Ketidakpuasan rakyat terhadap rezim otoritarian yang menguasai sumber daya ekonomi memicu pergantian penguasa dan demokratisasi pun tak terbendung. Rakyat ingin keadilan ditegakkan.
Di negara manapun, kenaikan harga bukan penyebab kerusuhan, tetapi hanya pemicu. Pokok persoalannya ialah keadilan, kesejahteraan, dan demokrasi yang terabaikan.