Tak Becus Jaga Keamanan, Gubernur Brasilia Dicopot
Situasi keamanan di ibukota Brasilia, Brasil, kembali pulih. Gedung Kongres, Istana Kepresidenan, dan Mahkamah Agung berhasil direbut kembali oleh pasukan keamanan.
BRASILIA, MINGGU - Hakim Mahkamah Agung Brasil, Alexandre de Moraes, mencopot Gubernur Brasilia, Ibaneis Rocha, selama 90 hari karena dianggap gagal menjaga keamanan Brasilia hingga memungkinkan terjadinya serangan atas gedung-gedung pemerintah oleh para pendukung mantan Presiden dari sayap kanan, Jair Bolsonaro. Moraes juga memutuskan kamp-kamp di luar pangkalan militer yang didirikan para pendukung Bolsonaro itu dibongkar dalam waktu 24 jam. Ia juga memerintahkan platform media sosial seperti facebook, twitter, dan tiktok memblokir akun pengguna yang menyebarkan propaganda anti-demokrasi.
Baca juga: Ribuan Pendukung Bolsonaro Duduki Kongres dan MA
Sebelum keputusan Moraes mencopot Rocha dikeluarkan, Minggu (8/1/2023) malam waktu setempat, Rocha memecat Kepala Keamanan Masyarakat Brasilia, Anderson Torres, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Kehakiman di masa Bolsonaro. Kantor Kejaksaan Agung Brasilia meminta Mahkamah Agung untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Torres dan semua pejabat publik lainnya yang bertanggungjawab atas kelalaian dalam hal keamanan hingga menyebabkan kerusuhan. Ia juga meminta pengadilan tinggi untuk mengizinkan penggunaan semua pasukan keamanan untuk merebut kembali gedung-gedung pemerintah federal dan membubarkan aksi protes anti-pemerintah di seluruh negeri.
Setelah selama beberapa jam terlibat bentrok dengan para pendukung Bolsonaro, pasukan keamanan Brasil berhasil merebut kembali Gedung Kongres, Istana kepresidenan, dan Mahkamah Agung. Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva (77), yang baru dilantik pada pekan lalu, mengecam serangan itu dan menganggapnya sebagai serangan “fasis”. Ketika serangan itu terjadi, Lula sedang berada di Kota Araraquara untuk mengunjungi wilayah yang dilanda bencana banjir.
Dari jarak jauh Lula menandatangani dekrit yang menyatakan intervensi federal di Brasilia, memberikan kekuasaan khusus kepada kepolisian setempat untuk memulihkan hukum dan ketertiban di ibu kota. “Para fanatik fasis ini telah melakukan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah negara ini,” kata veteran sayap kiri itu. Setelah kembali ke Brasilia, Lula langsung mendatangi gedung-gedung yang sempat diduduki para pengunjukrasa.
Aparat kepolisian menyebutkan sedikitnya 300 orang kini ditahan. Kekacauan terjadi setelah lautan pengunjukrasa yang mengenakan kamuflase bergaya militer dan bendera Brasil membanjiri Lapangan Tiga Kekuatan Brasilia, menyerbu Gedung Kongres menghancurkan gedung Mahkamah Agung, dan Istana Kepresidenan Planalto. Rekaman video yang beredar di media sosial menunjukkan para perusuh mendobrak pintu dan jendela untuk memasuki gedung itu kemudian mengalir masuk secara massal, mengotori kantor anggota parlemen, dan menggunakan mimbar miring di lantai Senat sebagai seluncuran saat mereka meneriakkan hinaan yang ditujukan kepada anggota parlemen yang tidak hadir.
Baca juga: Tantangan Pemerintah Baru Brasil
Para pengunjuk rasa merusak karya seni, benda-benda bersejarah, furnitur, dan dekorasi saat mereka membuat kerusuhan di gedung-gedung itu. Ada satu video yang menunjukkan kerumunan di luar menarik seorang polisi dari kudanya dan memukulinya hingga jatuh.
Aparat kepolisian yang memperketat penjagaan keamanan di sekitar alun-alun, menembakkan gas air mata untuk membubarkan para perusuh. Awalnya, upaya itu tidak berhasil. Pada saat itu, disebutkan ada lima wartawan yang diserang, termasuk seorang fotografer kantor berita AFP yang dipukuli pengunjukrasa dan peralatan kerjanya dirampas. Para pendukung garis keras Bolsonaro juga melakukan protes di luar pangkalan militer dan menyerukan agar ada intervensi militer untuk menghentikan Lula dan mengambil alih kekuasaannya. “Kami menuntut pemilu yang curang itu ditinjau kembali,” kata salah seorang pengunjukrasa, Sarah Lima (27) yang mengenakan seragam kuning tim sepakbola nasional Brasil.
Lula menang tipis di putaran kedua pemilu dengan hasil 50,9 persen berbanding 49,1 persen. Bolsonaro yang kemudian hengkang ke negara bagian Florida, Amerika Serikat, itu menganggap dirinya menjadi korban konspirasi pengadilan Brasil dan otoritas pemilu. Ia tidak mengakui kekalahan dan malah menuduh terjadi penipuan. Ia dan partainya kemudian mengajukan permintaan untuk membatalkan jutaan suara yang dengan cepat ditolak. Rakyat Brasil telah menggunakan pemungutan suara elektronik sejak 1996.
Pakar keamanan pemilu menganggap sistem seperti itu kurang aman dibandingkan kertas suara bertanda tangan karena tidak meninggalkan jejak kertas yang dapat diaudit. Namun, sistem pemilu Brasil itu sudah diteliti dengan cermat dan otoritas domestik serta pengamat internasional tidak pernah menemukan bukti bahwa sistem itu dieksploitasi untuk melakukan penipuan. Tetap saja, pendukung Bolsonaro menolak menerima hasil. Mereka memblokir jalan dan berkemah di luar gedung militer, mendesak angkatan bersenjata untuk turun tangan.
Seusai kerusuhan dan serangan para pendukungnya, Minggu, Bolsonaro juga ikut mengecam “penjarahan dan invasi gedung-gedung publik”. Kecaman ini ia unggah di twitter. Ia juga membantah tuduhan Lula yang menyebutnya telah menghasut serangan itu dan membela hak untuk “protes damai”.
Meniru Trump
Serangan yang mengingatkan akan serangan pendukung mantan Presiden AS, Donald Trump, di Gedung Capitol, dua tahun lalu, itu dikecam Menteri Kehakiman dan Keamanan Publik yang baru diangkat, Flavio Dino. Ia menyebut serangan itu sebagai upaya absurd untuk memaksakan kehendak dan upaya itu tidak akan menang.
“Ini merupakan terorisme dan kudeta. Pihak berwenang sudah mulai melacak mereka yang membayar bus yang mengangkut para pengunjukrasa ke ibukota. Mereka tidak akan berhasil menghancurkan demokrasi Brasil. Itu perlu kita sampaikan dengan segala ketegasan dan keyakinan. Kami tidak akan membiarkan kriminalitas melakukan pertarungan politik di Brasil. Penjahat akan diperlakukan seperti penjahat,” kata Dino.
Para pemimpin dunia pun ikut melayangkan kecaman, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Presiden AS, Joe Biden, menyebut serangan itu "keterlaluan”. Presiden Dewan Eropa Charles Michel juga mengecam lewat cuitan di twitter. Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta rakyat Brasil menghormati institusi Brasil dan mengirimkan Lula "dukungan Prancis yang tak tergoyahkan."
Bahkan Perdana Menteri sayap kanan Italia Giorgia Meloni pun mengecam kerusuhan. Serangkaian pemimpin Amerika Latin ikut bergabung, seperti Presiden Cile Gabriel Boric yang mencela insiden itu sebagai "serangan pengecut dan keji terhadap demokrasi" dan Andres Manuel Lopez Obrador dari Meksiko yang menyebutnya "upaya kudeta yang tercela".
Baca juga: Kemenangan Lula di Brasil Bukan Sekadar Perkara Ideologi
Serangan para pendukung Bolsonaro ini, kata Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Brasilia, Paulo Calman, meniru strategi yang digunakan para pendukung Trump. Peristiwa seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Brasil. “Ini upaya menggoyahkan demokrasi dan menunjukkan bahwa radikalisme otoriter dan populis sayap kanan ekstrem Brasil tetap aktif di bawah komando Bolsonaro,” ujarnya.
Analis politik di Medley Advisors, Mario Sérgio Lima, juga mengatakan Bolsonaro jelas aktor intelektual serangan itu. “Kelompok-kelompok ini diciptakan oleh Bolsonaro, oleh radikalisme yang dia terapkan pada politik,” ujarnya.
Berbeda dengan serangan pada tahun 2021 di AS, hanya sedikit pejabat yang bekerja di gedung-gedung tinggi pemerintah pada hari Minggu ketika serangan terjadi. Dan dari rekaman video terlibat tak banyak tentara di ibukota. Ini membuat banyak orang di Brasil yang mempertanyakan apakah polisi mengabaikan banyak hal peringatan, meremehkan kemampuan mereka atau barangkali malah terlibat dalam serangan itu.
Ada satu video yang menunjukkan sekelompok pengunjuk rasa sedang menerobos barikade polisi dengan relatif mudah. Hanya beberapa polisi saja yang menyebarkan tabung semprotan merica. Ada juga rekaman lain yang menunjukkan polisi hanya berdiri di tempat saat pengunjukrasa menyerbu kongres.
“Ini jelas kesalahan fatal dari pemerintah distrik federal. Ini tragedi yang sudah bisa diramalkan. Semua orang tahu mereka (pengunjukrasa) datang ke Brasilia. Mustinya pemerintah melindungi ibukota tetapi mereka tidak melakukannya,” kata Direktur Strategi di konsultan politik Arko Advice di Brasilia, Thiago de Aragão. (REUTERS/AFP/AP)