Tantangan utama dan pertama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva adalah menyatukan kembali rakyat Brasil yang terpecah belah oleh pertarungan politik dalam pemilu presiden Oktober 2022.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Antusiasme publik dilaporkan cukup tinggi ketika Luiz Inacio Lula da Silva kembali terpilih sebagai presiden Brasil untuk ketiga kalinya.
Pelantikan Lula berlangsung Minggu (1/1/2023) pagi atau Senin (2/1/2023) dini hari di Jakarta. Pelantikan itu menjadikan Lula sebagai presiden Brasil untuk masa jabatan ketiga meskipun tidak berturut-turut. Lula sebelumnya menjadi presiden pada periode 2003-2011.
Tantangan utama dan pertama Lula tentu saja menyatukan kembali rakyat Brasil yang terpecah belah oleh pertarungan politik dalam pemilu presiden Oktober 2022. Rakyat Brasil terbelah antara pendukung Lula dan pendukung saingannya, petahana Jair Bolsonaro, yang menolak hasil pemilu. Sebagai protes atas hasil pemilu, Bolsonaro meninggalkan Brasil. Ia ke Amerika Serikat (AS) dua hari sebelum pelantikan Lula.
Aksi Bolsonaro mengingatkan peristiwa hampir serupa saat Donald J Trump tidak menghadiri upacara pelantikan Presiden AS Joseph R Biden Jr awal tahun 2021. Meskipun tidak mengganggu keabsahan pelantikan, ketidakhadiran Bolsonaro atau Trump tetap memberikan isyarat negatif tentang ancaman perpecahan di masyarakat.
Tak kalah peliknya, bagaimana Lula mengembalikan kredibilitas dirinya yang sempat runtuh karena ditahan atas tuduhan korupsi sampai dipenjarakan tahun 2017-2019. Lula tersandung korupsi yang merebak di kalangan elite Brasil. Penerus Lula, Dilma Rousseff, dimakzulkan pada 2016 karena diduga mengelola dana federal secara ilegal.
Kiranya menjadi kajian menarik, mengapa Lula dalam usia 77 tahun terpilih kembali untuk ketiga kalinya. Terbayang, kaum elite kurang mendukung Lula karena pernah ditahan terkait kasus korupsi.
Rakyat banyak mengidolakan Lula sebagai ikon program kesejahteraan sosial.
Namun, ironisnya, rakyat banyak mengidolakan Lula sebagai ikon program kesejahteraan sosial. Melalui program seperti Bolsa Familia (Dompet Keluarga), pemerintahan Lula tahun 2003-2011 menyalurkan bantuan tunai langsung kepada keluarga miskin. Program bantuan tunai melalui rekening, yang hanya dipegang kaum ibu, dianggap sangat efektif mengurangi masalah kekurangan gizi dan angka kemiskinan di Brasil.
Setelah Lula mengakhiri dua periode kekuasaannya, program Bolsa Familia tampak kedodoran. Pemerintahan Presiden Bolsonaro yang berhaluan kanan dinilai kurang serius mengatasi kesenjangan sosial. Bahkan, Bolsonaro dinilai tak sepenuh hati dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan 680.000 dari 214 juta penduduk Brasil meninggal. Daya dukung terhadap Bolsonaro melemah.
Tantangan yang dihadapi pemerintahan Lula yang ketiga ini tentu sangat pelik. Brasil harus bergulat dengan isu kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi, keamanan, dan rasisme. Negara terbesar di Amerika Selatan, yang berbahasa Portugis, itu dikenal sangat rawan keamanan.
Tantangan serius lain tentu perubahan iklim dan krisis lingkungan. Brasil termasuk negara yang akan menentukan masa depan Bumi karena nilai strategis hutan Amazon sebagai paru-paru Bumi.