Setelah 18 Bulan, Persidangan Suu Kyi Berakhir, Total Hukuman 33 Tahun Penjara
Pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, divonis hukuman penjara tujuh tahun lagi untuk lima kasus dakwaan pada sidang terakhir. Total hukuman penjara yang harus dijalani Suu Kyi adalah 33 tahun.
Oleh
LUKI AULIA
·5 menit baca
BANGKOK, JUMAT — Proses panjang persidangan tokoh demokrasi dan pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi, selama 18 bulan berakhir sudah. Lima kasus terakhir yang didakwakan kepadanya, yakni kasus korupsi terkait penyewaan dan pemeliharaan helikopter saat masih menjadi pemimpin de facto Myanmar, diputuskan oleh pengadilan junta militer Myanmar, Jumat (30/12/2022).
Pengadilan militer, yang sejak awal berlangsung secara rahasia, menyatakan Suu Kyi terbukti bersalah dan menyebabkan kerugian negara dalam lima kasus terakhir itu. Suu Kyi pun dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun. Jika dijumlah secara total dengan seluruh vonis yang dijatuhkan kepadanya sejak menjalani persidangan dalam 18 bulan terakhir, Suu Kyi harus tinggal di penjara selama 33 tahun.
”Semua kasus sudah selesai dan tidak ada lagi dakwaan terhadapnya,” kata sumber yang meminta namanya dirahasiakan karena tidak berwenang berbicara kepada media.
Dalam persidangan, Jumat (30/12/2022), kelima dakwaan terhadap Suu Kyi itu masing-masing bisa membawa hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda. Sebelumnya, sejak menjadi tahanan militer menyusul kudeta 1 Februari 2021, Suu Kyi sudah dihukum penjara 26 tahun atas berbagai dakwaan yang dijatuhkan kepadanya.
Dakwaan terhadap Suu Kyi bervariasi, mulai dari korupsi hingga kepemilikan ilegal peralatan komunikasi jarak pendek atau walkie-talkie, menghasut, melanggar undang-undang rahasia negara, mencoba memengaruhi komisi pemilihan negara, hingga pelanggaran pembatasan atau lockdown terkait Covid-19 saat masa kampanye pemilu.
Pada persidangan kasus terakhir ini, Win Myat Aye, salah satu tokoh partai, disebutkan menggunakan helikopter sewaan hanya selama 84,95 jam antara tahun 2019 dan 2021, tetapi ia membayar total 720 jam terbang. Akibatnya, ada kerugian dana lebih dari 3,5 juta dollar AS.
Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah juga menyebutkan, ia juga diduga tidak mengikuti prosedur resmi dalam pembelian helikopter milik negara yang mengakibatkan kerugian sebesar 11 juta dollar AS.
Win Myat Aye kini menjadi Menteri Urusan Kemanusiaan dan Penanggulangan Bencana di Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk sebagai pemerintahan tandingan di Myanmar. Junta militer menyatakan NUG sebagai ”organisasi teroris” yang dilarang.
Suu Kyi dan Win Myat Aye membantah semua tuduhan. Pengacaranya akan mengajukan banding dalam beberapa hari mendatang. Negara-negara Barat menolak persidangan terhadap Suu Kyi yang dianggap palsu dan semua dakwaan hanya rekaan belaka untuk menjatuhkan musuh terbesar junta militer.
Kondisi Suu Kyi
Sumber itu menyebutkan, selama proses persidangan terakhir, Suu Kyi terlihat dalam kondisi sehat. Namun, tidak ada yang bisa memastikan kondisi Suu Kyi yang sebenarnya karena wartawan dilarang menghadiri sidang pengadilan. Pengacara Suu Kyi juga dilarang berbicara kepada media.
Sejak persidangan dimulai, Suu Kyi hanya pernah terlihat muncul sekali. Itu pun dalam bentuk foto yang buram dari media pemerintah. Saat itu ia terlihat berada di dalam ruang sidang yang kosong. Suu Kyi ditahan di paviliun penjara di ibu kota Naypyidaw. Ada tiga polisi perempuan yang bertugas membantunya.
Pemerintah junta militer bersikeras menyatakan semua dakwaan terhadap Suu Kyi sah dan proses hukum dilakukan oleh pengadilan yang independen.
Militer menggulingkan pemerintahan Suu Kyi dengan alasan ia gagal menangani dugaan penyimpangan pemilu 2020 yang dimenangi secara telak oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi.
Sejak kudeta, situasi politik Myanmar kacau. Menurut daftar yang disusun oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi nonpemerintah yang melacak pembunuhan dan penangkapan, militer Myanmar membunuh setidaknya 2.685 warga sipil dan menangkap 16.651 orang.
Pendukung dan analis independen Suu Kyi meyakini, berbagai tuduhan terhadap Suu Kyi dan para tokoh prodemokrasi di Myanmar hanya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer, sambil menyingkirkan Suu Kyi dari panggung politik sebelum pemilu yang dijanjikan akan digelar tahun depan.
Berbagai tuduhan terhadap Suu Kyi dan para tokoh prodemokrasi di Myanmar hanya untuk melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer, sambil menyingkirkan Suu Kyi dari panggung politik sebelum pemilu yang dijanjikan akan digelar tahun depan.
Dengan berakhirnya proses persidangan Suu Kyi, setidaknya untuk saat ini, kemungkinan Suu Kyi akan diizinkan untuk menjadi tahanan luar. Pemerintahan junta militer berulang kali menolak semua permintaan dari pihak mana pun untuk bertemu dengan Suu Kyi, termasuk perwakilan dari Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang membantu menengahi krisis Myanmar.
Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa Noeleen Heyzer bertemu pemimpin junta militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Agustus lalu. Hlaing sempat menjanjikan akan terbuka dan mengatur pertemuan antara Heyzer dan Suu Kyi pada waktu yang tepat. ”Bergantung pada keadaan setelah proses peradilan selesai. Kami akan mempertimbangkan kelanjutannya,” sebut pernyataan tertulis dari junta militer.
Akses bertemu dan berbicara dengan Suu Kyi ini yang menjadi tuntutan utama dari komunitas internasional terhadap junta militer yang menghadapi sanksi diplomatik dan politik atas pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan demokrasi. Pekan lalu, Dewan Keamanan (DK) PBB untuk pertama kali dalam 74 tahun mengeluarkan resolusi terkait situasi di Myanmar.
Melalui resolusi tersebut, DK PBB meminta junta militer segera membebaskan semua tahanan yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Suu Kyi. Resolusi itu juga menyerukan segera diakhirinya kekerasan di Myanmar dan mendesak semua pihak untuk memulai dialog dan rekonsiliasi demi menyelesaikan krisis secara damai.
Indonesia dan ASEAN menyambut positif resolusi DK PBB tersebut. ASEAN mendapat dukungan, termasuk dalam mengimplementasikan lima poin konsensus pemimpin ASEAN yang telah disepakati untuk menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN pada 2023. Krisis Myanmar merupakan salah satu persoalan yang harus diselesaikan pada masa keketuaan Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Myanmar menegaskan, situasi di Myanmar itu adalah urusan dalam negeri yang tidak menimbulkan risiko bagi perdamaian dan keamanan internasional. (REUTERS/AFP/AP)