Uzbekistan Laporkan Kematian Anak-anak akibat Obat Sirop dari India
Bahan kimia yang ditemukan pada obat di Uzbekistan, yang diduga penyebab kematian sejumlah anak, sama dengan yang ditemukan pada obat sirop terkait kematian massal anak di Gambia dan Indonesia.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
TASHKENT, KAMIS — Setelah Gambia dan Indonesia, Uzbekistan melaporkan kematian massal anak-anak setelah mengonsumsi obat sirop. Kementerian Kesehatan Uzbekistan mengatakan, 18 anak meninggal setelah mengomsumsi obat buatan India.
Dilaporkan Reuters dan Al Jazeera pada Rabu (28/12/2022) malam, Kemenkes Uzbekistan telah mendata sedikitnya 21 kasus dalam peristiwa tersebut. Dari 21 anak itu, 18 anak tewas karena gangguan pernapasan akut.
Keseluruhan mereka diketahui mengonsumi obat demam dan pilek buatan Marion Biotech, India. Perusahaan Uzbekistan, Quramax Medical, disebut Kemenkes Uzbekistan sebagai importir obat itu. Kemenkes telah menarik seluruh obat yang dikonsumsi anak-anak tersebut.
Pada salah satu contoh produk yang diperiksa, Kemenkes Uzbekistan menemukan etilen glikol. Bahan kimia itu termasuk dalam kategori berbahaya untuk kesehatan sehingga memerlukan aturan khusus dalam penggunaannya.
Sejumlah terdakwa pembunuhan berencana di Amerika Serikat menggunakan etilen glikol untuk meracuni korban. Para pelakunya dihukum penjara, sementara sebagian lagi dihukum mati.
Bahan kimia yang ditemukan pada obat di Uzbekistan tersebut sama dengan yang ditemukan pada obat sirop terkait kematian massal anak di Gambia dan Indonesia. Di Gambia, 70 anak meninggal akibat gangguan ginjal akut setelah mengonsumsi obat sirop yang mengandung etilen glikol. Sementara di Indonesia, tercatat 202 anak meninggal dan 122 anak lain dirawat karena gangguan ginjal akut.
FAKHRI FADLURROHMAN
Deretan obat sirop yang menjadi barang bukti temuan penindakan industri farmasi yang memproduksi obat tidak memenuhi standar diperlihatkan saat rilis di kawasan PT Yarindo Farmatama, Serang, Banten, Senin (31/10/2022).
Pemerintah Gambia telah menyebut Maiden Pharmaceuticals, perusahaan India, sebagai pemasok sirop dan bahan baku obat yang mengandung etilen glikol. Kesimpulan itu didapatkan setelah ada lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak mulai Juli 2022.
Adapun Indonesia belum menyebut asal etilen glikol yang menyebabkan kematian ratusan anak. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI hanya menyebut CV Samudera Chemical sebagai importir bahan kimia berbahaya. Perusahaan yang beralamat di Depok, Jawa Barat, itu disebut mengimpor etilen glikol dengan kadar hingga 100 persen.
Padahal, kadar etilen glikol yang aman bagi manusia hanya 0,1 persen. BPOM juga menyebut, impor etilen glikol dan bahan kimia berbahaya lainnya tidak berdasarkan izin BPOM. Izinnya berasal dari Kementerian Perdagangan.
Perkembangan di India
Petaka di Uzbekistan terungkap sehari setelah India mengumumkan pemeriksaan terhadap industri farmasinya. India disebut sebagai pabrik obat global. India memasok lebih dari 40 persen obat generik dan bahan baku obat global.
Pemeriksaan tersebut digelar untuk menyikapi temuan di Gambia. Lembaga Pengawas Standar Obat Nasional India (CDSCO) ingin memastikan tidak ada perusahaan yang tidak memenuhi standar produksi.
India berusaha memulihkan reputasi industri farmasi setelah kasus Gambia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium di Swiss dan Ghana, menyimpulkan, kematian anak-anak di Gambia terkait dengan obat yang diproduksi Maiden Pharmaceuticals. Di sebagian obat produksi perusahaan India itu ditemukan kandungan etilen glikol dan dietilen glikol jauh melebihi ambang batas. WHO menyebut, bahan kimia itu seharusnya tidak pernah ada dalam obat apa pun. Sebab, bahan kimia itu berbahaya bagi manusia.
KOMPAS
Kemenkes menemukan 102 obat sirop yang mengandung senyawa berbahaya berupa etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butil ether.
Pada Oktober 2022, setelah pernyataan WHO, otoritas India menutup pabrik Maiden Pharmaceuticals. Pada 16 Desember 2022, manajemen Maiden mengupayakan pabriknya dibuka lagi. CDSCO menyimpulkan produksi di pabrik utama Maiden telah memenuhi standar serta tidak tercemar etilen glikol dan dietilen glikol.
”Kami sepenuhnya percaya pada regulator. Saya juga tidak melakukan kesalahan. Kami akan mencoba memohon kepada pihak berwenang untuk membuka lagi pabrik. Kami tidak tahu kapan,” kata Naresh Kumar Goyal, Direktur Pengelola Maiden Pharmaceuticals.
Selepas kasus Gambia, WHO memeriksa empat produk Maiden. Produk itu adalah Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Hasilnya, ditemukan kandungan etilen glikol dan dietilen glikol jauh melebihi ambang batas aman untuk manusia.
Sementara sejumlah sumber di India pernah mengungkap, pabrik Maiden di Negara Bagian Haryana diketahui tidak melakukan uji kadar etilen glikol, dietilen glikol, dan propilen glikol. Bahkan, beberapa kemasan propilen glikol di pabrik itu tidak mencantumkan waktu kedaluwarsa.
Dalam industri farmasi, etilen glikol dan dietilen glikol bisa menjadi alternatif gliserin. Industri farmasi membutuhkan gliserin untuk mengencerkan kandungan-kandungan pada berbagai obat berbentuk sirop. Masalahnya, dalam kasus di Gambia dan Indonesia, ditemukan kandungan etilen glikol dan dietilen glikol jauh melebihi ambang batas aman untuk dikonsumsi manusia. (REUTERS)