Tim Pencari Fakta Temukan Dugaan Kejahatan Sistematis
Posko pengaduan BPKN mengantongi enam data korban gangguan ginjal akut. Tim pencari fakta yang dibentuk BPKN juga sedang bekerja mencari akar permasalahan kasus yang menewaskan 194 jiwa ini.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Konferensi pers Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) terkait tim pencari fakta kasus gangguan ginjal akut di Kantor BPKN, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Tim pencari fakta yang dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional mengumumkan hasil temuan baru dari kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal. Hasil tersebut berupa dugaan kejahatan sistematis yang melibatkan pelaku usaha dan sistem pengawasan peredaran obat-obatan.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sekaligus ketua tim pencari fakta (TPF), Mufti Mubarok, dalam keterangan pers di Kantor BPKN, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022). BPKN beserta pemangku kepentingan lain akan mendorong pemerintah agar bertanggung jawab dan menginisiasi proses pidana kepada perusahaan yang diduga bersalah.
”Selain faktor produksi obat sirop yang tidak sesuai standar, ada juga kemungkinan kelalaian dalam pengawasan peredaran obat sirop,” katanya.
Menurut Mufti, peristiwa ini merupakan tragedi yang luar biasa karena menyangkut nyawa manusia. Angka kematian juga telah menembus angka 194 korban meninggal yang didominasi anak balita. Selain itu, korban juga dapat terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Merujuk pada data terbaru Kementerian Kesehatan per 6 November 2022, ada 324 kasus gangguan ginjal akut. Dari jumlah itu, 194 pasien meninggal, 102 pasien sembuh, dan 28 lainnya masih dalam perawatan.
”Saat ini posko pengaduan BPKN baru mengantongi enam data korban gangguan ginjal akut. Harapannya ke depan akan lebih banyak korban yang didata kemudian akan ada mobilisasi dan laporan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” ucapnya.
Keenam data yang diterima BPKN seluruhnya merupakan korban meninggal yang berusia di bawah lima tahun. Selain itu, ditemukan juga indikasi penggunaan obat sirop sebelum korban dinyatakan meninggal.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Wakil Ketua BPKN sekaligus ketua tim pencari fakta (TPF), Mufti Mubarok, dalam keterangan pers di Kantor BPKN, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (9/11/2022).
TPF akan mencari akar persoalan dari gangguan ginjal akut kemudian memberikan rekomendasi ke pemerintah untuk mendorong kasus ini cepat terselesaikan dan tidak terjadi kembali. ”Itu hasil rapat perdana hari ini, ke depannya akan terus dipublikasikan,” tambah Mufti.
Adapun keanggotaan TPF terdiri dari BPKN, LPSK, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Badan Intelijen Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Baintelkam Polri), akademisi, dan jurnalis.
Sebelumnya, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebutkan, korban dapat mengajukan gugatan pada perusahaan farmasi yang terbukti meracuni konsumen dan pengawas peredaran obat-obatan yang gagal menjalankan tugasnya.
"Ada tiga hal yang dibutuhkan korban. Satu, mereka berhak tahu apa penyebab kejadian ini. Dua, siapa yang harus bertanggung jawab. Tiga, bagaimana cara untuk mereka memperoleh keadilan atas peristiwa yang telah menimpa mereka," ucap Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Selasa (8/11/2022).
Faktor penyebab
Dokter spesialis anak sekaligus anggota IDAI, Yogi Prawira menegaskan, intoksikasi glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal akut atipikal. Pada saat anak-anak terpapar, di setiap rumah sakit rujukan tersedia antidot atau obatnya.
Senada dengan Yogi, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, fenomena ini terjadi karena terdapat lonjakan kasus gangguan ginjal akut yang bersifat fatal. Ini merupakan akibat dari konsumsi obat sirop yang tercemar EG dan DEG.
”Pada kasus anak yang tidak mengonsumsi obat sirop tetapi tetap mengidap gangguan ginjal akut, bisa saja kasusnya bukan atipikal. Atipikal berlaku untuk intoksikasi EG dan DEG,” ujarnya.
Dilansir dari laman resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 9 November 2022, ambang batas aman cemaran EG dan DEG pada bahan baku propilen glikol telah ditetapkan kurang dari 0,1 persen. Saat ini, total ada lima industri farmasi yang memproduksi obat sirop dengan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Ciubros Farma, dan PT Samco Farma.