Penyelesaian Sengketa Perbatasan RI-Malaysia jadi Prioritas Malaysia
Perundingan perbatasan laut dan darat dengan Indonesia akan menjadi prioritas Pemerintah Malaysia. Selain tujuh segmen batas darat di Kalimantan, negosiasi batas maritim di Laut SUlawesi dan Selat Malaka belum selesai.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·2 menit baca
KOMPAS/EDNA CAROLINE PATTISINA
Di dekat patok A4, perbatasan Indonesia-Malaysia, yang letaknya paling utara di Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Malaysia dan Indonesia mendirikan suar di wilayah masing-masing untuk panduan kapal. Tampak suar milik Indonesia yang tertinggi, dan dua suar Malaysia., Sabtu (15/10) dari helikopter milik Kodam XII/Tanjungpura yang membawa anggota Komisi II DPR mengunjungi wilayah tersebut.
Jakarta, Kompas — Pemerintah Malaysia menyatakan komitmennya untuk mencari kata sepakat dalam menyelesaikan persoalan sengketa perbatasan maritim dan darat dengan Indonesia. selain perbatasan segmen darat, Indonesia dan Malaysia juga masih terus berupaya menyelesaikan negosiasi batas maritim yang telah berlangsung sejak tahun 2005.
Hal demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abd. Kadir saat konferensi pers usai bertemu dengan Menlu RI Retno Marsudi di kantor Kementerian Luar NEgeri di Jakarta, Kamis (29/12/2022).
“Saya memberi jaminan bahwa Malaysia berkomitmen untuk mencapai penyelesaian, mengutamakan penyelesaian perbatasan maritim dan darat tersebut,” kata Zambry.
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia telah berlangsung selama bertahun-tahun dan belum selesai hingga saat ini. Menurut Menlu Retno, penyelesaian perbatasan maritim mendesak untuk diselesaikan.
Dalam catatan Kemlu RI, peyelesaian perbatasan maritim di Laut Sulawesi dan bagian paling selatan SElat Malaka adalah dua prioritas yang harus diselesaikan.
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA
Siswa dari Dusun Badat Lama, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, perbatasan Indonesia-Malaysia setiap harinya berjalan kaki dengan total 6 km pergi dan pulang sekolah menuju SD Negeri 14 Badat di Dusun Badat Baru. Mereka menyusuri jalan di perbukitan dengan kecuraman 30-40 derajat. Tak jarang mereka menangis menahan haus dan lapar, tergelincir saat hujan.
“Sementara itu untuk perbatasan darat, kami sepakat untuk mendorong penyelesaian Demarkasi Segmen Sebatik dan Sinapad-Sesai. Kami menargetkan penandatanganan nota kesepahaman pada tahun depan,” katanya.
Data yang diperoleh dari Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP), lembaga yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri, masih terdapat tujuh segmen batas wilayah negara yang berstatus outstanding boundary problems (OBP) dengan malaysia. Tujuh segmen batas wilayah itu, sebanyak empat segmen berada di Provinsi Kalimantan Barat dan tiga di Provinsi Kalimantan Utara.
Deputi Bidang Pengelolaan Batas WIlayah Negara BNPP Robert Simbolon mengatakan, segmen yang masih dirundingkan di Kalbar adalah Segmen Batu Aum, Segmen Titik D 400, Segmen Gunung Raya, dan Segmen Gunung Jagoi/Sungai Buan. Sementara di Kaltara adalah Segmen B2700-B3100, Segmen Sungai Sinapad, dan Segmen Pulau Sebatik.
KOMPAS/SUCIPTO
Perahu melintasi patok 1 perbatasan Indonesia-Malaysia di Sei Pancang, Kecamatan Sebatik Utara, Kalimantan Utara, Sabtu (10/8/2019).
Batas daratan antara Indonesia dan Malaysisa di Kalimantan terbentang dari barat ke timur sepanjang 2062 kilometer dengan jumlah pilar sebanyak 20329 buah. untuk mengamankan perbatasan darat, terdapat 113 pos pengamanan atau pamtas.
Sebanyak tujuh segmen yang saat ini berstatus OBP, menurut Robert, terjadi karena perbedaan penafsiran antara kedua negara. Robert mengatakan, bila melihat melalui prinsip uti possidetis juris, sebenarnya wilayah INdonesia dan Malaysia sudah cukup jelas, yaitu bahwa Indonesia mewarisi wilayah yang sudah final dari Belanda. SEmentara, Malaysia mewarisi wilayah Inggris.
Akan tetapi, dalam proses negosiasi, menurutnya, ada perbedaan tafsir atas teks perjanjian Belanda dan Inggris.
"Hal ini membuat langkah demarkasi tertunda, karena marka-marka berupa pilar atau patok batas negara yang dibuat Inggris dan Belanda dalam konteks Kalimantan harus ditinjau ulang," kata Robert. (MHD)