Pekerja Migran Punya Peran Signifikan di Malaysia
Pekerja migran memiliki posisi penting dalam perekonomian Malaysia. Kekurangan pekerja migran turut memicu kontraksi ekonomi negeri jiran.
Jakarta, Kompas — Pemerintah Malaysia mengakui bahwa pekerja migran asal Indonesia, baik yang bekerja di sektor domestik maupun perkebunan di negeri jiran, memiliki kontribusi yang besar terhadap perkembangan ekonomi negara tersebut serta kehidupan sehari-hari warganya. Pemerintahan baru Malaysia yang dipimpin Perdana Menteri Anwar Ibrahim menyatakan akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia agar perlindungan pekerja-pekerja migran, terutama asal Indonesia, mendapatkan prioritas.
Termasuk di dalamnya adalah penuntasan kasus-kasus ketenagakerjaan yang melibatkan pekerja migran asal Indonesia agar mendapatkan keadilan, berdasarkan aturan hukum di Malaysia.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abd Kadir usai bertemu Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Kamis (29/12/2022). Indonesia adalah negara pertama yang dikunjungi Zambry setelah dia dilantik sebagai menlu pada kabinet Malaysia sekarang.
“Saya memberi jaminan bahwa Malaysia akan terus bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan pengambilan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Saya amat memahami keprihatinan soal pekerjam migran di Malaysia. Di bawah pemerintahan baru PM Anwar Ibrahim, pemerintah Malaysia akan melihat semua penanganan kasus-kasus pekerja migran agar tercapai keadilan berdasar peraturan perundangan yang ada,” katanya.
Baca juga : "Jalan Tol" Pemberangkatan Pekerja Migran Non Prosedural di Batam
Pemerintah Indonesia dan Malaysia memiliki beberapa kesepakatan soal penempatan dan perlindungan pekerja migran. Yang terbaru adalah Nota Kesepahaman atau MoU tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik di Malaysia, yang penandatanganannya disaksikan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri bin Yaakob di Istana Merdeka, Jakarta,Jumat (1/4/2022).
PM Ismail, dalam keterangannya, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet (Setkab) mengatakan, MoU yang baru ditandatangi akan memastikan segala proses perekrutan dan perlindungan bagi PMI Indonesia di Malaysia. “MoU ini akan memastikan segala proses pengambilan dan mekanisme perlindungan PDI (perkhidmat domestik Indonesia) akan dilaksanakan secara komprehensif oleh pihak-pihak yang berkaitan, mengikuti dasar dan perundangan di kedua negara,” ujar PM Ismail Sabri.
Mengutip data Bank Indonesia, jumlah Pekerja migran Indonesia di Malaysia pada tahun 2020 mencapai angka 1,633 juta orang pekerja. Jika ditambah dengan para pekerja migran ilegal (undocumented migrant workers) angka itu meningka menjadi sekitar dua juta pekerja. Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri pada Februari 2022, jumlah keberangkatan pekerja migran ilegal asal Indonesia meningkat hingga 146 persen antara tahun 2020-2021.
Menlu Retno Marsudi dalam pernyataannya mengatakan, perlindungan pekerja migran adalah salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia. Untuk itu, Retno mendorong Pemerintah malaysia untuk melakukan penegakan hukum terhadap setiap perlakuan buruk atau tindak kriminal yang menimpa para pekerja migran Indonesia untuk menunjukan rasa kemanusiaan dan keadilan.
Baca juga : Perahu Pengangkut Pekerja Migran Diduga Tenggelam di Batam
Pada saat yang sama, menurut Retno, pemenuhan hak-hak pekerja, termasuk hak finansialnya, juga harus diperhatikan. bersama dengan itu, pemenuhan hak atas pendidikan dan layanan kesehatan, termasuk bagi anak-anak pekerja migran, juga harus mendapat perhatian.
Retno juga mengingatkan adanya sistem satu kanal (one channel system) yang telah disepakati oleh kedua negara untuk perekrutan dan penempatan pekerja migran harus diikuti dengan komitmen yang riil agar bisa berjalan baik.
Signifikansi
Mengutip laman Departemen Statistik Malaysia, keberadaan pekerja migran di negara itu memiliki signifikansi pada perkembangan ekonominya. Selain banyak dipekerjakan di rumah-rumah warga Malaysia sebagai asisten rumah tangga (ART), pekerja asing juga banyak ditemukan di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. di sektor ini, jumlah pekerja asing mencapai persentase 32 persen.
kemudian di bidang jasa akomodasi, industri makanan dan minuman, jumlah pekerja migran mencapai 19,2 persen. Menyusul di bidang konstruksi serta manufaktur masing-masing 18,2 persen dan 15,7 persen. Menurut data Departemen Statistik Malaysia, jumlah pekerja migran terdaftar mencapai 1,7 juta pada waktu prapandemi dan menyusut menjadi sektiar 1,17 juta orang pada masa pandemi.
Baca juga : Sistem Maid Online Bahayakan Pekerja Migran
Prof Dr Chung Tin Fah dari HELP University mengatakan, kekurangan pekerja, terutama pekerja migran, membuat permasalahan pada rantai pasokan. “Banyak perusahaan manufaktur harus menolak pesanan karena mereka tidak memiliki cukup pekerja,” katanya.
Yeah Kim Leng, Direktur Program Studi Ekonomi Jeffrey Cheah Institute of Sunway University mengatakan, penurunan total lapangan kerja pada 2020 sejalan dengan kontraksi ekonomi yang menyusut hingga 5,6 persen dalam produk domestik bruto riil (PDB Riil). Angka PDB 2020 merupakan kinerja tahunan terburuk sejak 1998, pada saat krisis keuangan melanda Asia. “Ketika lapangan kerja menyusut dan jumlah pekerja juga menyusut, ekonomi turun 0,8 persen pada 2020. Sejalan dengan situasi ekonomi yang mulai membaik, lapangan kerja tumbuh dan pekerja mulai kembali, GDP juga tumbuh moderat, sebesar 3,1 persen di tahun 2021,” katanya.
Tan Theng Theng dan Jarud Ramadhan, peneliti pada Institut Khazahan, Malaysia, dalam tulisannya di blog London School of Economics, mengatakan, jumlah pekerja migran di sektor manufaktur dan jasa berkembang dengan pesat sejak tahun 2010. bahkan, di industri manufaktur, persentase pekerja asing di sini mencapai 63 persen.
kondisi itu, menurut Tan dan Jarud, sejalan dengan survei yang pernah dilakukan Malaysian Employers Federation (MEF) terhadap 101 perusahaan anggota mereka. sebanyak 78 persen perusahaan melaporkan bahwa alasan utama mereka merekrut pekerja migran adalah karena kekurangan pekerja lokal untuk mengisi posisi yang ditawarkan.
“Meskipun survei tersebut tidak mewakili secara nasional, survei tersebut memberikan gambaran yang luas tentang perjuangan yang dihadapi perusahaan dalam mempekerjakan pekerja lokal,” tulis Tan dan Jarud.
Konsensus ASEAN
Negara-negara ASEAN sebenarnya Sudah memiliki sebuah kesepakatan bersama soal pekerja migran, Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-hak Pekerja Migran tahun 2018. Beberapa pasal di dalamnya sudah mengatur kerja sama untuk menyelesaikan kasus pekerja migran yang akhirnya tidak memiliki dokumen bukan atas kesalahan mereka sendiri serta langkah pencegahan dan menahan arus pekerja migran tidak berdokumen (undocumented migrant workers).
Pasal 22 konsensus tersebut menyatakan, negara pengirim akan memastikan para Pekerja migran diberi tahu dan mengetahui syarat serta ketentuan pekerjaan melalui kontrak kerja tertulis atau dokumentasi resmi dalam bahasa yang mereka pahami. Pada pasal 36 huruf b disebutkan Negara Penerima memastikan bahwa pekerja migran diberi salinan Kontrak kerja atau dokumentasi tentang pekerjaan mereka sesuai dengan undang-undang, peraturan dan kebijakan yang berlaku di negara penerima.
Huruf c pada pasal yang sama menyatakan, negara penerima akan memeriksa kembali pekerja migra untuk memastikan bahwa syarat dan ketentuan kerja yang jelas, seperti upah, tunjangan kerja, kondisi kerja, kesehatan dan keselamatan hingga mekanisme perselisinan diatur dalam undang-undang dasar, peraturan, kontrak kerja atau dokumentasi lain yang semestinya.
Baca juga : Meski Ada Penghentian Penempatan PMI, Ribuan Orang dari NTB Masih Bisa ke Malaysia
Menurut Koordinator Migrant Care Wahyu Susilo, status sebagai sebuah konsensus membuat substansi kesepakatan tentang perlindungan pekerja migran negara-negara ASEAN menjadi tidak tercapai. “Seperti macan di atas kertas. Tidak mengikat secara hukum,” katanya.
Menurut Wahyu, menyelesaikan masalah pekerja migran yang tidak memiliki dokumen tidak bisa berbekal konsensus semata. Apalagi pada saat yang sama, tidak ada kesepakatan di antara negara-negara anggota ASEAN soal perspektif yang digunakan dalam menyelesaikan masalah pekerja migran.
Singapura, Thailand dan Malaysia, menurut Wahyu, menekankan pendekatan keamanan. Sementara Indonesia dan Filipina mendekati persoalan dari persoalan ketenagakerjaan. Tidak ada titik temu.
Sebagai Jalan tengah, Wahyu mengusulkan agar Konsensus Perlindungan Pekerja Migran itu dikonvergensi dengan dua konvensi lainnya di Lingkungan ASEAN, yaitu ASEAN Consensus on Trafficking in Person tahun 2015 dan Social Protection Portability ASEAN tahun 2022.
Peristiwa yang diungkapkan Harian Kompas di Batam bulan ini, menurut Wahyu, Sudah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana Perdagangan manusia. Pelakunya, dalam pandangan Wahyu, hampir dipastikan berjejaring, tidak hanya di dalam negeri (Indonesia), tapi juga di negara lain, dalam hal ini malaysia. “Ini Sudah kejahatan transnasional. Dalam melakukannya, kelompok ini membonceng proses penempatan Pekerja migran,” kata Wahyu.