ZEE dengan Vietnam Disepakati, Indonesia Lebih Kuat di Laut China Selatan
Penetapan batas ZEE juga menambah kekuatan Indonesia-Vietnam mengklaim sumber daya kelautan di Laut China Selatan. Kesepakatan itu juga menjadi modal Indonesia menyelesaikan batas maritim dengan negara lain.
Oleh
KRIS MADA, NINA SUSILO
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Posisi Indonesia di Laut China Selatan bisa lebih kuat selepas menyepakati perbatasan zona ekonomi ekslusif dengan Vietnam. Kesepakatan itu dapat pula dipakai Indonesia sebagai modal berunding dengan negara lain. Kesepakatan ini amat bersejarah bagi pemerintahah Joko Widodo.
Kesepakatan penentuan batas zona ekonomi ekslusif (ZEE) diumumkan Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc, Kamis (22/12/2022) di Bogor, Jawa Barat. ”Setelah melakukan perundingan intensif selama 12 tahun, Indonesia dan Vietnam akhirnya dapat menyelesaikan perundingan mengenai garis batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara berdasarkan UNCLOS 1982,” ujar Presiden.
Perundingan perbatasan ZEE Indonesia-Vietnam dimulai 2010. Selama perundingan, Indonesia menekankan pentingnya kepatuhan pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Selepas kesepakatan ini, diharapkan tidak ada lagi pencurian ikan. Tidak ada lagi pula baku tangkap nelayan antara Indonesia-Vietnam seperti selama ini terjadi. ”Kita harus memberikan momentum pada kerja sama Vietnam dan Indonesia bagi kebaikan masyarakat kedua negara. Sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi, kita telah menyepakati negosiasi ZEE berdasarkan hukum internasional dan UNCLOS 1982,” kata Presiden Phuc.
Pengajar Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada I Made Andi Arsana mengatakan, kesepakatan itu bersejarah. “Ini adalah kesepakatan batas maritim pertama bagi Pak Jokowi. Pertama sejak diluncurkannya visi Poros Maritim Dunia. Benar-benar bersejarah,” ujarnya.
Kesepakatan itu sekali lagi menunjukkan Indonesia konsisten menerapkan UNCLOS. Dengan demikian, terhadap negara lain, Indonesia semakin punya modal moral untuk menegakkan kedaulatan dan hak berdaulat dengan berdasarkan UCLOS.
Hak berdaulat dan kedaulatan memang berbeda. Kedaulatan adalah kewenangan penuh negara atas wilayah yang meliputi daratan, perairan kepulauan, dan laut teritorial. Laut teritorial adalah perairan hingga 12 mil dari garis pangkal. Hukum nasional negara berlaku di wilayah tersebut.
Sementara Hak berdaulat berlaku di luar laut teritorial seperti ZEE yang bisa membentang hingga 200 mil dari garis pangkal. Di sana, suatu negara memperoleh hak eksklusif untuk memanfaatkan sumber daya alam dan menerapkan hukum nasionalnya.
Arsana menyebut, kesepakatan itu amat penting bagi Indonesia dan Vietnam. Sebelum ini, Hanoi-Jakarta punya dua persoalan batas maritim. Batas landas kontinen atau dasar laut yang menjadi hak Indonesia-Vietnam akhirnya disepakati pada 2003. Sementara batas ZEE akhirnya disepakati pada 2022.
Kesepakatan Hanoi-Jakarta menegaskan di mana saja hak berdaulat Indonesia bisa ditegakkan di Laut China Selatan. “Ke depan, jelas (menentukan) ada pelanggaran atau tidak,” kata Arsana.
Kesepakatan Hanoi-Jakarta menegaskan di mana saja hak berdaulat Indonesia bisa ditegakkan di Laut China Selatan.
Selama ini, baku tangkap nelayan Indonesia-Vietnam terjadi antara lain karena Hanoi-Jakarta menetapkan batas ZEE secara sepihak. Gara-gara itu, pelanggaran batas menurut Indonesia belum tentu disetujui Vietnam. Ke depan, setelah kesepakatan ini, Indonesia-Vietnam bisa dengan tegas menetapkan pelanggaran batas ZEE. Aparat Indonesia-Vietnam tidak lagi ragu bertindak karena sudah jelas batas hak berdaulat kedua negara.
Penetapan batas ZEE juga menambah kekuatan Indonesia-Vietnam untuk mengklaim sumber daya kelautan di Laut China Selatan. Hanoi-Jakarta bisa lebih tegas menyatakan kepada pihak lain di mana saja batas hak berdaulat kedua negara.
Dampak Ke Negara LainArsana mengatakan, kesepakatan itu berdampak pula bagi Indonesia dan Vietnam dalam menghadapi negara lain. Ke depan, berbekal kesepakatan itu, Hanoi-Jakarta bisa lebih kompak menyatakan kepada negara lain yang dianggap melanggar ZEE Indonesia-Vietnam. Sebab, Indonesia-Vietnam sudah tahu batas ZEE masing-masing dan sudah menyelesaikan sengketa soal itu.
Bagi Indonesia, menurut Arsana, kesepakatan itu juga menjadi modal menyelesaikan batas maritim dengan sejumlah negara lain. Indonesia bisa menyampaikan ke negara lain tentang metode dan proses penyelesaian batas ZEE dengan Vietnam. Kini, Indonesia masih merundingkan perbatasan maritim dengan Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Palau, Papua Niugini, Australia, Timor Leste, dan India.
Perundingan perbatasan maritim panjang karena berbagai faktor. UNCLOS memang hanya memberi panduan jelas untuk laut teritorial atau wilayah kedaulatan. Panduan jelas juga diberikan untuk ZEE yang tidak terletak di perairan di antara dua negara. Ada pun untuk ZEE di perairan di antara dua negara, UNCLOS tidak memberi panduan jelas.
UNCLOS hanya menyebutkan, penetapan perbatasan diselesaikan dengan cara saling menguntungkan. UNCLOS menyerahkan kepada negara yang mengklaim untuk merundingkan cara yang paling menguntungkan. Padahal, makna saling menguntungkan bisa ditafsirkan berbeda oleh setiap negara.
Sejumlah negara malah punya konsep berbeda soal ZEE.
Bukan hanya definisi menguntungkan yang dimaknai berbeda. Sejumlah negara malah punya konsep berbeda soal ZEE. Bahkan, sejumlah negara masih berusaha menyangkal status negara kepulauan yang dijamin UNCLOS. Semua itu menyebabkan perundingan perbatasan maritim Indonesia dengan sejumlah negara tidak kunjung usai.
Arsana mengatakan, perundingan dengan Vietnam akan lebih baik jika perbatasan yang disepakati pada 2022 berbeda dari 2003. Perbedaan itu akan menguatkan argumen Indonesia bahwa batas landas kontinen berbeda dengan batas ZEE. (INA/RAZ)