Dubes Vorobieva : Upaya Mendepak Rusia dari DK PBB Adalah Tindakan Absurd
Pemerintah Ukraina dan Komite Helsinki Kongres AS menggugat keberadaan Rusia di Dewan Keamanan PBB. Mereka menyebut invasi Rusia ke Ukraina sebagai sebuah pelanggaran Piagam PBB dan harus ada konsekuensi berat.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
AP PHOTO/EFREM LUKATSKY
Seorang perempuan dan anak melihat sisa-sisa kendaraan militer Rusia yang rusak dan kini diselimuti salju di sebuah lokasi di Kota Kyiv, Ukraina, Senin (12/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Kongres Amerika Serikat untuk mendukung langkah Pemerintah Ukraina mencabut keanggotaan Rusia pada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dinilai sebagai langkah yang absurd dan ahistoris. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk menghancurkan sendi-sendi PBB yang dibangun usai Perang Dunia II dan lebih jauh memungkinkan kembali terjadinya perang dunia.
Hal demikian disampaikan Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva di Jakarta, Rabu (21/12/2022). “Kita sama-sama mendirikan PBB agar hal itu (Perang Dunia) tidak terulang kembali. Tindakan ini (mengusulkan agar Rusia dikeluarkan dari DK PBB) adalah hal yang menyedihkan,” kata Vorobieva.
Upaya untuk mendepak Rusia dari Dewan Keamanan PBB telah digaungkan beberapa kali oleh sejumlah pihak. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, saat berbicara di depan Sidang Majelis Umum PBB secara daring pada September 2022 mendorong pencabutan hak veto Rusia di Dewan Keamanan PBB karena invasinya ke Ukraina dinilai melanggar PIagam PBB.
Sebelumnya, pada April 2022, usulan ini pertama kali dilayangkan oleh Zelenskyy ketika berbicara di depan pertemuan DK PBB. Saat itu dia mendesak DK PBB untuk membuat keputusan demi perdamaian di Ukraina. Bila tidak berfungsi, menurut Zelenskyy, DK PBB sebaiknya dibubarkan.
“Jika Anda tidak tahu bagaimana membuat keputusan ini, Anda dapat melakukan dua hal: Hapus Rusia sebagai agresor dan sumber perang sehingga tidak dapat menghalangi keputusan tentang agresinya sendiri. Atau opsi lainnya adalah tolong tunjukkan kami dapat mereformasi atau mengubah , bubarkan diri dan bekerja untuk perdamaian," katanya.
KOMPAS/MAHDI MUHAMMAD
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva, Rabu (21/12/2022), memberikan keterangan tentang sejumlah hal, termasuk upaya AS dan Ukraina mendepak Negeri Beruang Merah itu sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Rusia sendiri telah dikeluarkan dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB setelah muncul dugaan kejahatan perang di Ukraina. Presiden Amerika Serikat Joe Biden, saat berpidato di Majelis Umum PBB, menyatakan, dikeluarkannya Rusia dari Dewan HAM PBB adalah langkah kecil yang sangat berarti untuk menghukum Kremlin.
Di Amerika Serikat, upaya untuk mendepak Rusia dari DK PBB berlanjut. Komisi Helsinki atau Komisi Kerja Sama dan Keamanan (CSCE), lembaga independen yang dibentuk Kongres AS, memulai upaya untuk mendepak Rusia dari DK PBB. Melalui dua anggotanya, yaitu Senator Steve Cohen dan Joe Wilson telah mengirimkan sebuah resolusi ke Gedung Putih untuk mendesakkan hal ini. Mereka menilai kehadiran Rusia di DK PBB telah melanggar tujuan dan prinsip PBB.
Resolusi tersebut meminta Kongres memperlihatkan bukti pada dunia bahwa Federasi Rusia telah berulang kali, dengan sengaja, dan terang-terangan melanggar tujuan dan prinsip PBB. Resolusi tersebut juga mendesak Presiden Biden untuk mendorong Departemen Luar Negeri dan seluruh lembaga federal terkait untuk menggunakan seluruh opsi yang ada, bersama sekutu dan negara mitra, untuk membatasi, menangguhkan, atau menghentikan hak dan hak istimewa yang dijalankan Rusia di DK PBB.
AFP/GENYA SAVILOV
Seorang warga berjalan di depan apartemen yang rusak akibat perang di Kota Lyman, Donetsk, Rabu (14/12/2022). Harapan agar ada jeda atau gencatan senjata selama perayaan Natal di Ukraina, tidak akan terwujud.
Pada 12 Oktober, Cohen dan Wilson mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri Antony Blinken mendesaknya untuk memulai proses penggantian Rusia di DK PBB.
Pemerintah Ukraina, Selasa (20/12/2022), , dikutip dari kantor berita Turki Anadolu mengatakan, mereka tengah menyiapkan langkah resmi untuk membuktikan bahwa keberadaan Rusia di DK PBB adalah ilegal. Mereka juga mendesak agar Rusia didepak dari DK PBB.
"Ukraina sekarang sedang mempersiapkan langkah-langkah resmi yang akan membuktikan kehadiran ilegal Rusia di DK PBB dan meluncurkan proses politik yang harus mengarah pada pemecatannya dari kursi ini," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba dalam video briefing yang diunggah di Facebook. Kuleba mengklaim bahwa Rusia telah mengubah sistem di dalam PBB dan semua Organisasi internasional yang terafiliasi dengannya. Kuleba mengklaim bahwa keanggotaan Moskwa di DK PBB tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Vorobieva mengatakan usulan untuk mendepak negaranya dari DK PBB sama dengan menggembosi tatanan dunia yang sudah terbangun. Selain itu, tidak ada mekanisme dalam PBB yang bisa mendepak anggota tetap DK PBB. “Hal ini adalah permainan politik. Hal ini tidak akan berhasil,” ujarnya.
Hubungan Bilateral dengan Indonesia
Pada saat yang sama Vorobieva juga menjelaskan keinginan Kremlin untuk lebih intensif membangun kerja sama dengan pemerintah Indonesia. Menurut dia banyak sektor yang masih memiliki peluang untuk digarap bersama antara pemerintah dan entitas bisnis kedua negara.
Keinginan untuk memperdalam hubungan dengan Indonesia tidak terlepas dari sikap Indonesia sebagai Presidensi G20 yang dinilai Kremlin sangat berimbang. “Kami sangat menghargai posisi Indonesia yang sangat seimbang. Meski banyak tekanan, hal itu tidak membuat Indonesia memilih berada pada satu posisi tertentu. Kondisi itu juga tidak membuat hubungan Indonesia-Rusia terganggu,” katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara meningkat meski diakui ada kesulitan. Dengan nilai perdagangan antarkedua negara mencapai empat miliar dollar AS atau mengalami kenaikan hingga 15 persen, menurutnya, hal itu bisa digenjot lagi.
Beberapa sektor yang menarik untuk dikembangkan bersama oleh pemerintah dan entitas bisnis adalah sektor energi baru terbarukan, khususnya nuklir, pertahanan dan keamanan, minyak dan gas hingga transportasi dan teknologi.
Vorobieva juga mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin sejak tahun lalu sudah berencana untuk bisa datang dan berkunjung ke Indonesia. sejumlah dokumen kesepakatan, menurutnya, juga sudah disiapkan. Akan tetapi, melihat kondisi keamanan dan geopolitik, kedatangan Putin ke Indonesia masih belum dipastikan. “Semuanya tergantung pada situasi geopolitik terbaru tahun depan,” katanya.