Mantan PM Australia Scott Morrison Dikecam Parlemen
Mantan Perdana Menteri Australia Scott Morrison ketahuan merangkap beberapa jabatan kementerian selama bertugas.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·3 menit baca
CANBERRA, RABU — Perdana Menteri Australia periode 2018-2022 Scott Morrison dikecam oleh parlemen negara karena selama dua tahun terakhir masa jabatannya ketahuan memegang peranan ganda di sejumlah kementerian. Perbuatannya itu dinilai mencederai demokrasi serta menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin, ia tidak memiliki kepercayaan terhadap anak buahnya.
Kecaman itu dilontarkan di Canberra, Rabu (30/11/2022), oleh Ketua DPR Australia Tony Burke. Morrison adalah perdana menteri dari Partai Liberal. Pada pemilihan umum Mei lalu, ia dikalahkan oleh Anthony Albanese dari Partai Buruh.
Sebanyak 86 suara di DPR mengecam Morrison dan 50 suara mendukung mantan perdana menteri tersebut. Kecaman parlemen ini tidak berpengaruh pada administrasi ataupun operasionalisasi lembaga legislatif. Ini adalah simbol tidak ada kepercayaan kepada seorang politikus.
”Perbuatan Morrison ini tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, belum lagi ada aspek pembohongan publik. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Albanese.
Masyarakat menilai kinerja sejumlah kementerian Australia melambat pada periode pandemi Covid-19, tahun 2020-2022. Pada masa itu, Morrison ternyata melantik diri sendiri untuk menjalankan kewenangan sebagai menteri dalam negeri, menteri sumber daya alam, menteri lingkungan hidup dan pertanian, serta menteri perekonomian dan keuangan.
Perbuatan ini ia lakukan tanpa sepengetahuan parlemen, masyarakat, bahkan para anggota kabinet yang berasal dari Partai Liberal sendiri. Mantan Menteri Dalam Negeri Karen Andrews, misalnya, mengaku tidak tahu bahwa Morrison mengambil alih sebagian tugas dan kewenangannya. Hal ini baru ketahuan beberapa hari lalu sehingga membuat DPR melakukan rapat. Morrison sendiri sekarang merupakan anggota parlemen.
Perdana menteri sejatinya boleh merangkap tugas sebagai menteri teknis. Oleh sebab itu, perbuatan Morrison sebenarnya sah secara hukum. Akan tetapi, persoalannya adalah pada sisi etika. Keputusannya yang sepihak dianggap tidak etis.
Semestinya, ia menggelar rapat kabinet dan rapat dengan partai politiknya untuk membahas kandidat yang layak ditunjuk sebagai menteri. Jika rapat tidak memberi hasil, baru perdana menteri boleh mengajukan diri sebagai pemegang jabatan menteri teknis.
Penyelidikan parlemen mengungkapkan, Morrison hanya satu kali memakai kewenangan rangkapnya itu, yakni ketika melarang perpanjangan proyek eksplotasi gas PEP-11 oleh perusahaan BPH Energy. Ini adalah penambangan gas di lepas pantai Negara Bagian New South Wales. Pemerintah di bawah Morrison menolak memperpanjang izin untuk dua tahun ke depan dengan alasan pemerintah fokus melakukan peralihan pada energi terbarukan.
Ketika diberi kesempatan untuk membela diri, Morrison mengatakan bahwa ia tidak melihat dirinya bersalah. Ia berpendapat bahwa pemerintahan di bawahnya telah menunaikan tugas dengan baik. Segala tuduhan pelanggaran nilai demokrasi ini, menurut Morrison, adalah taktik politik dari lawan politik, yaitu Partai Buruh dan Partai Hijau.
”Siapa bilang saya tidak jujur? Kalau seandainya saat itu saya ditanya oleh wartawan untuk mengonfirmasi bahwa saya memegang jabatan rangkap, tentu dengan senang hati akan saya jawab,” kata Morrison.
Semua anggota Partai Liberal menolak kecaman terhadap Morrison, kecuali satu orang, yakni Bridget Archer. Dia mendukung mosi yang dilontarkan oleh Partai Buruh dan Partai Hijau. Kepada media ABC, ia menjelaskan bahwa ini adalah soal prinsip demokrasi.
”Terlepas partai politik, setiap warga Australia memercayai nilai demokrasi. Perbuatan Morrison jelas melanggar komitmen ini. Meskipun ia adalah saudara separtai, saya harus berdiri dengan nilai demokrasi. Apalagi, ia tidak meminta maaf kepada publik,” ujarnya. (AFP/REUTERS)