Perusahaan Terkait Iran di China dan UEA Jadi Target Sanksi Baru AS
Departemen Keuangan AS mendaftar sebanyak 13 perusahaan di China daratan, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab, memfasilitasi penjualan produk minyak dan petrokimia Iran senilai ratusan juta dollar AS ke pembeli di Asia Timur.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Belasan perusahaan di China daratan, Hong Kong, dan Uni Emirat Arab yang terkait dengan kepentingan Iran menjadi target sanksi baru dari Amerika Serikat. Washington, Kamis (17/11/2022), menuding mereka memfasilitasi penjualan petrokimia dan minyak bumi Iran kepada para pembeli di Asia Timur.
Langkah terbaru AS itu untuk melawan penyelundupan minyak Iran dan terjadi di tengah upaya menghidupkan lagi kesepakatan nuklir, Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), tahun 2015 yang terhenti. Juga terjadi saat hubungan Iran dan Barat semakin tegang terkait unjuk rasa rakyat Iran menentang pemerintah pascatewasnya Mahsa Amini, September lalu.
Departemen Keuangan AS mendaftar sebanyak 13 perusahaan telah memfasilitasi penjualan produk minyak dan petrokimia Iran senilai ratusan juta dollar AS ke pembeli di Asia Timur. Perusahaan yang difasilitasi itu berada di bawah sanksi AS, termasuk Perusahaan Minyak Nasional Iran dan Triliance Petrochemical.
Wakil Menteri Keuangan AS Bidang Terorisme dan Intelijen Keuangan Brian Nelson menegaskan, AS akan terus menerapkan sanksi kepada para pelaku yang memfasilitasi penjualan. ”Tindakan ini menunjukkan metode penghindaran sanksi yang kompleks, yang digunakan Iran untuk menjual produk minyak bumi dan petrokimia secara ilegal,” kata Nelson dalam pernyataan tertulis.
Di antara mereka yang memfasilitasi kepentingan Iran itu adalah perusahaan-perusahaan yang berbasis di Uni Emirat Arab (UEA) dan Hong Kong. Departemen Keuangan AS menuduh perusahaan-perusahaan itu memiliki kaitan dengan Triliance Petrochemical Co Ltd.
Selain itu, perusahaan berbasis di Dubai, Access Technology Trading LLC, juga dituduh Departemen Keuangan AS telah membeli petrokimia dari Perusahaan Komersial Industri Petrokimia Teluk Persia senilai puluhan juta dollar AS untuk pengiriman ke China. East Asia Trading Import and Export Trade Co Ltd, perusahaan berbasis di China, juga masuk dalam daftar sanksi AS.
Washington menuduh perusahaan di China itu telah memfasilitasi pengiriman minyak ke pelanggan asing untuk Perusahaan Minyak Nasional Iran dan kantor-kantor pemasarannya. AS membekukan semua aset perusahaan yang terlibat. Washington juga melarang warganya untuk berurusan dengan perusahaan-perusahaan yang diberi sanksi.
Pihak-pihak perusahaan yang terkena sanksi tidak dapat dihubungi untuk diminta konfirmasi terkait langkah Pemerintah AS. Wakil Tetap Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, juga tidak segera menanggapi permintaan komentar terhadap isu tersebut.
Seruan IAEA
Di sisi lain, Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) beranggotakan 35 negara mengeluarkan resolusi yang meminta Iran untuk terbuka dan segera bekerja sama dengan penyelidikan IAEA terkait penemuan partikel uranium di tiga situs yang tidak diumumkan Teheran. Resolusi disusun AS, Inggris, Perancis, dan Jerman itu menegaskan ”penting dan mendesak” untuk Iran menjelaskan asal-usul partikel uranium.
Teheran juga harus memberikan IAEA semua jawaban yang diperlukan. Meskipun itu bukan resolusi pertama yang dikeluarkan Dewan Gubernur IAEA terhadap Iran tentang masalah ini, kata-kata dalam resolusi terbaru ini lebih keras. Resolusi sebelumnya telah dikeluarkan pada Juni 2022.
”Iran sekarang harus memberikan kerja sama yang diperlukan, tidak ada lagi janji kosong,” kata AS dalam pernyataannya kepada Dewan Gubernur IAEA sesaat sebelum resolusi diadopsi. Resolusi diadopsi setelah 26 suara mendukung, lima abstain. dan dua negara absen. Hanya Rusia dan China yang menentang.
Menurut pernyataan IAEA, jika Iran gagal untuk bekerja sama, Dewan siap untuk mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk tindakan sesuai Pasal XII C Statuta Keanggotaan. Pasal ini menjabarkan opsi ke DK PBB dengan merujuk Iran karena tidak mematuhi kewajiban terkait program nuklirnya.
Dewan Gubernur IAEA mengkritik Iran karena kurangnya kerja sama. Namun, Iran menegaskan, resolusi bisa berdampak pada kerja sama mereka. Teheran memperingatkan, resolusi yang diadopsi dapat ”mempengaruhi proses kerja sama negara kita” dengan IAEA yang berbasis di Vienna.
Teheran masih mempertimbangkan tindakan apa yang akan diambil. Pada Juni lalu, Iran mencopot peralatan pemantauan IAEA, termasuk kamera pemantau yang dipasang sesuai kesepakatan JCPOA 2015.
Utusan Iran untuk IAEA, Mohsen Naziri, seperti dikutip media Iran, mengatakan, ”Tujuan politik para pendiri resolusi anti-Iran ini tidak akan terwujud, tetapi dapat berdampak pada hubungan konstruktif antara Teheran dan badan tersebut.”
Sementara itu, Washington merasa tidak yakin Iran mampu mengembangkan rudal hipersonik berhulu ledak nuklir. Kantor berita semi-resmi Tasnim, Iran, pekan lalu mengutip Komandan Dirgantara Garda Revolusi yang mengatakan Iran telah membangun rudal balistik hipersonik yang dapat terbang lebih cepat dari lima kali kecepatan suara.
”Kami telah melihat laporan yang ditegaskan dan keluar dari Iran, kami tetap skeptis terhadap laporan tersebut,” kata Sabrina Singh, juru bicara Kementerian Pertahanan AS di Pentagon. (AFP/REUTERS)