Presiden Jokowi: Negara Berkembang Jadi Bagian Rantai Pasok Kesehatan Global
Saat membuka sesi kedua pertemuan KTT G20 tentang kesehatan, Presiden Joko Widodo mendorong adanya penguatan arsitektur kesehatan global. Rantai pasok kesehatan pun perlu diperbaiki dengan melibatkan negara berkembang.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS – Pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran bagi dunia untuk memperkuat kesiapsiagaan dalam menghadapi darurat kesehatan global. Negara berkembang pun harus semakin diberdayakan untuk menjadi bagian dari solusi kesehatan global.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo saat membuka sesi kedua terkait isu kesehatan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022). Pada sesi pertama sebelumnya dibahas mengenai keamanan pangan dan energi.
“Negara berkembang harus diberdayakan sebagai bagian dari solusi. Kesenjangan kapasitas kesehatan tidak dapat dibiarkan. Negara berkembang perlu diberdayakan dan harus jadi bagian dari rantai pasok kesehatan global, termasuk pusat manufaktur dan riset,” tuturnya.
Jokowi menyampaikan, hal tersebut dapat terwujud apabila investasi industri kesehatan di negara berkembang ditingkatkan. Selain itu, kerja sama riset dan transfer teknologi pun harus diperkuat serta akses bahan baku produksi untuk negara berkembang semakin diperluas.
Ia menambahkan, ketentuan mengenai Trips weaver atau pengabaian hak kekayaan intelektual juga perlu diperluas pada semua solusi kesehatan, termasuk pada diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun didorong untuk bisa merealisasikan komitmennya terkait hub and spoke atas solusi kesehatan.
“Dunia tidak boleh mengulang kesalahan yang sama saat pandemi Covid-19. Ini adalah pelajaran berharga untuk menyiapkan dunia dari darurat kesehatan. Never again harus jadi mantra kita bersama,” ucap Jokowi.
Dalam pidato pembukanya, ia juga mengajak para pemimpin G20 untuk turut berkontribusi dalam Dana Pandemi atau Pandemic Fund. Penambahan kontribusi atas pendanaan ini diperlukan agar pemanfaatannya bisa optimal. Indonesia telah berkontribusi untuk Dana Pandemi sebesar 50 juta dollar AS.
“G20 juga harus ikut mengawal proses pembentukan traktat pandemi. Ini penting untuk memperkuat kesiapsiagaan di tingkat nasional, kawasan, dan global. Kesiapsiagaan akan menyelamatkan nyawa dan perekonomian. G20 harus ambil langkah dan segera,” tuturnya.
Negara berkembang harus diberdayakan sebagai bagian dari solusi. Negara berkembang perlu diberdayakan dan harus jadi bagian dari rantai pasok kesehatan global. (Joko Widodo)
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Sekretariat Dana Pandemi Bank Dunia, Priya Basu menuturkan, komitmen atas Dana Pandemi kini telah terkumpul sekitar 1,4 miliar dollar AS dari 24 kontributor, yang terdiri dari negara anggota G20, negara non-anggota G20, dan lembaga filantropi internasional. Menurutnya, jumlah tersebut merupakan awal yang baik untuk mendorong keterlibatan yang lebih besar dari berbagai pihak.
Meski begitu, komitmen dari berbagai pihak masih dibutuhkan untuk menutup kesenjangan pembiayaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengestimasi kesenjangan pembiayaan untuk pandemi mencapai 10,5 milair dollar AS.
”Tidak akan ada negara yang aman dalam menghadapi pandemi jika masih ada negara yang belum aman. Karena itu, setiap negara harus punya kemauan politik dan investasi yang lebih baik untuk Dana Pandemi,” katanya.