Butuh Komitmen Berkelanjutan untuk Keberhasilan Dana Pandemi
Keberlanjutan komitmen terhadap Dana Pandemi menjadi kunci untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Semua pihak harus terlibat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
AW
Seorang wanita melakukan tes Covid-19 untuk persyaratan melakukan perjalanan di fasilitas pengujian Covid-19 di Beijing, China, Minggu (26/12/2021). Maskapai penerbangan China merupakan salah satu maskapai yang banyak melakukan pembatalan penerbangan karena langkah-langkah pengendalian pandemi yang ketat oleh Pemerintah China.
BADUNG, KOMPAS — Pembentukan Dana pandemi merupakan awal yang menjanjikan untuk meningkatkan kesiapan dunia dalam menghadapi pandemi di masa depan. Dana ini pula dibentuk untuk menyelesaikan ketimpangan pembiayaan, terutama bagi negara miskin dan berkembang. Namun, tujuan yang baik ini hanya bisa terwujud apabila ada komitmen bersama secara berkelanjutan.
Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menghitung pembiayaan untuk pencegahan, pengendalian, dan penanganan pandemi mencapai 31,1 miliar dollar AS per tahun. Dengan berbagai sumber pembiayaan yang tersedia, masih ada kesenjangan yang diestimasi mencapai 10,5 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Sekretariat Dana Pandemi Bank Dunia, Priya Basu, dalam diskusi sampingan (side event) G20 di Badung, Bali, Senin (14/11/2022) menuturkan, komitmen atas Dana Pandemi kini telah terkumpul sekitar 1,4 miliar dollar AS dari 24 kontributor, yang terdiri dari negara anggota G20, negara nonanggota G20, dan lembaga filantropi internasional. Jumlah tersebut merupakan awal yang baik untuk mendorong keterlibatan yang lebih besar dari berbagai pihak.
”Semua negara harus mendukung Dana Pandemi. Dengan begitu, pendanaan ini bisa disalurkan lebih cepat. Sekarang baru terkumpul 1,4 miliar dollar AS. Kita butuh lebih banyak negara untuk mengumpulkan dana yang lebih besar,” tutur Priya.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Direktur Eksekutif Sekretariat Dana Pandemi Bank Dunia, Priya Basu
Adapun negara atau pihak donor yang telah berkomitmen dalam Dana Pandemi, antara lain, Australia, Kanada, China, Komisi Eropa, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Afrika Selatan, Inggris, AS, dan Uni Emirat Arab. Selain itu, lembaga filantropi yang turut berkomitmen, yakni Bill and Melinda Gates Foundation, Rockefeller Foundation, dan Wellcome Trust. Indonesia telah berkomitmen 50 juta dollar atau sekitar Rp 740 miliar dollar AS.
Semua negara harus mendukung Dana Pandemi. Dengan begitu, pendanaan ini bisa disalurkan lebih cepat. Sekarang baru terkumpul 1,4 miliar dollar AS. Kita butuh lebih banyak negara untuk mengumpulkan dana yang lebih besar. (Priya Basu)
Menurut Priya, penyaluran Dana Pandemi akan diprioritaskan pada negara miskin dan berkembang untuk memperkuat sistem kesehatannya, terutama untuk mempermudah akses vaksin dan fasilitas kesehatan lain. Hal ini penting untuk memastikan bagian dari dunia lainnya bisa selamat dan aman.
”Tidak akan ada negara yang aman dalam menghadapi pandemi jika masih ada negara yang belum aman. Karena itu, setiap negara harus punya kemauan politik dan investasi yang lebih baik,” kata Priya.
Direktur Global Health Diplomacy Joep Lange Institute Christoph Hermann Benn menyampaikan bahwa keterlibatan dalam Dana Pandemi diharapkan bisa diikuti oleh banyak pihak. Hal itu tidak hanya melibatkan negara maju dengan penghasilan tinggi, tetapi juga negara-negara berkembang. Keterlibatan ini akan memunculkan rasa kepemilikan terhadap Dana Pandemi.
”Saya kira 10 miliar (dollar AS) merupakan jumlah yang wajar untuk memenuhi kebutuhan global. Namun, saat ini baru terkumpul 1,4 miliar, artinya masih butuh biaya yang sangat besar. Karena itu, komitmen untuk Dana Pandemi harus terus berlanjut,” ujar Benn.
KEMENTERIAN KESEHATAN
donor dan kontribusi dalam dana pandemi
Dalam setiap pertemuan antarnegara anggota G20, komitmen atas Dana Pandemi harus terus disuarakan. Pengumpulan dana untuk pandemi yang besar menjadi tantangan untuk mendukung negara-negara agar bisa memenuhi kebutuhannya dalam menghadapi pandemi di masa depan.
Perlu diapresiasi
Pendiri dan CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah S Saminarsih menambahkan, keberhasilan pembentukan Dana Pandemi dalam presidensi G20 Indonesia patut diapresiasi di tengah berbagai situasi, seperti konflik geopolitik, krisis energi dan pangan, serta pandemi Covid-19 yang belum usai. Meski begitu, hal ini justru baru awal dari upaya penguatan sistem kesehatan global.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilanjutkan dan disempurnakan oleh G20. Tujuan untuk menyelesaikan ketimpangan kapasitas pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi akan berhasil apabila ada keberlanjutan dari komitmen politik dari setiap negara.
”Dana Pandemi ini sebenarnya bagian dari estafet dari presidensi Italia ke Indonesia. Setelah ini harus lebih kuat lagi pada presidensi India, kemudian juga Brasil. Karena, dengan jumlah yang terkumpul saat ini sebesar 1,4 miliar (dollar AS), baru 10 persen dari total yang dibutuhkan,” tutur Diah.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sambutan pembuka dalam acara peluncuran Dana Pandemi di Nusa Dua, Bali, Minggu (13/11/2022).
Menurut Diah, keberlanjutan akan komitmen ini menjadi kunci agar Dana Pandemi bisa memberikan dampak yang signifikan. Indonesia pun dinilai memiliki kapasitas yang besar untuk menyuarakan kepentingan negara berpenghasilan rendah untuk mendapatkan manfaat lebih dari pendanaan ini.
Diah berpendapat, masyarakat sipil berperan untuk memastikan pengawasan pada penggunaan sumber daya tambahan dari Dana Pandemi. Dengan keterlibatan masyarakat sipil, penggunaan dana ini bisa berjalan baik dan transparan.
Untuk itu, diperlukan adanya sekretariat Dana Pandemi di tingkat nasional. Mekanisme koordinasi nasional yang kuat, seperti Country Coordinating Mechanism Global Fund yang saat ini sudah terbentuk, sangat penting untuk memastikan harmonisasi dan koordinasi yang baik mengenai prioritas yang harus dipilih.
”Dibutuhkan landasan prinsip nilai yang disepakati bersama dengan semangat inklusi dan kesetaraan agar pendanaan bisa bermanfaat dan mencapai negara-negara hingga komunitas-komunitas yang membutuhkannya,” ujar Diah.