Sejumlah pertemuan bilateral yang digelar oleh para pemimpin negara anggota G20 memperlihatkan suasana positif. Indonesia berharap KTT G20 menghasilkan deklarasi.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR, NINA SUSILO, B JOSIE SUSILO HARDIANTO
·5 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS - Sehari menjelang Konferensi Tingkat Tinggi G20 dibuka pada Selasa (15/11/2022) ini, Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan bilateral dengan beberapa pemimpin negara anggota G20. Pada Senin (14/11), Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan, serta Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung dengan hangat. Jokowi dan Biden, misalnya, bertemu di sebuah ruang di Hotel Apurva yang beralaskan karpet bermotif parang. Dalam khazanah budaya Jawa, motif parang menyimbolkan koneksi, kerja sama yang berkesinambungan.
Aura positif yang muncul dalam pertemuan-pertemuan itu membuka harapan bahwa pembahasan baik di serpa maupun jalur finansial dapat disepakati oleh para pemimpin G20 melalui deklarasi bersama.
Melalui pesan pendek, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, semangat cukup tinggi. ”Negosiasi masih jalan terus,” kata Retno.
Indo-Pasifik
Dalam pertemuan bilateral Indonesia-AS, Biden mengharapkan kedua negara dapat mempererat hubungan. Kerja sama juga tidak hanya antarnegara, tetapi juga di level Asia Tenggara dan Indo-Pasifik.
Duta Besar RI di Washington Rosan Perkasa Roeslani turut mendampingi Jokowi menerima Biden. Ia mengatakan, Biden yang memberi selamat atas keketuaan Indonesia untuk ASEAN pada 2023 berharap, hubungan bilateral AS-Indonesia ataupun AS-ASEAN semakin dekat. Washington ingin mempererat hubungan serta kehadiran mereka di kawasan Indo-Pasifik demi memastikan adanya kawasan yang bebas dan damai.
Dari segi hubungan ekonomi, Biden membahas Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) yang juga telah ditandatangani oleh Indonesia. Harapannya, IPEF bisa meningkatkan perdagangan dan investasi. Menanggapi itu, Jokowi berjanji segera menurunkan kerangka ini ke level kementerian dan lembaga. Tanggung jawab tentang hal ini dilimpahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Terkait ekonomi, AS juga setuju untuk memberi bantuan sebesar 20 miliar dollar AS yang akan digunakan untuk mendanai program-program transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan.
Ada pula bantuan Millennium Challenge Corporation sebesar 700 juta dollar AS. Skema MCC merupakan skema bantuan AS yang diberikan kepada negara berkembang dengan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang dinilai baik serta berkeadilan. Salah satu peruntukan dana MCC adalah untuk mengatasi kemiskinan rakyat.
Deklarasi bersama
Saat bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang digelar seusai bilateral AS-Indonesia, Jokowi mengharapkan dukungan Jepang untuk bersama-sama menyukseskan KTT G20. Jokowi berharap KTT G20 dapat melahirkan deklarasi bersama. ”Harapan dunia sangat besar terhadap G20 sebagai katalis pemulihan global. Kesuksesan G20 merupakan collective responsibility dari seluruh negara G20,” kata Jokowi.
Menanggapi ajakan itu, Kishida menyatakan siap mendukung Presidensi G20 Indonesia. Dia juga mengatakan ingin terus bekerja sama dengan Indonesia dalam menangani isu-isu kawasan dan isu-isu global. ”Saya ingin terus bekerja sama dengan Indonesia dalam menangani isu-isu di kawasan dan isu global, termasuk upaya-upaya dalam mewujudkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” ucap Kishida.
Kishida juga menambahkan, tahun 2023 akan menjadi tahun istimewa dalam hubungan Indonesia-Jepang. Hubungan diplomatik Indonesia-Jepang akan memasuki masa 65 tahun. Indonesia menjadi Ketua ASEAN, sedangkan Jepang menjadi ketua negara-negara G7. Masa ini juga bertepatan dengan 50 tahun persahabatan ASEAN-Jepang. Dia pun meyakini hubungan strategis Indonesia-Jepang akan semakin kuat.
Hal senada juga mengemuka saat Jokowi bertemu dengan Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Selain membahas perundingan kerja sama Indonesia-Uni Eropa melalui persetujuan kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA), kedua pemimpin juga membahas G20. Sebagaimana kepada Biden dan Kishida, Jokowi juga meminta Komisi Eropa dan G7 untuk dapat memberi dukungan dan fleksibilitas agar KTT G20 bisa menghasilkan deklarasi. ”Saya ingin hasil kerja konkret G20 yang ditunggu dunia tetap dapat dihasilkan. Sekali lagi, dukungan Yang Mulia akan sangat dihargai,” ujar Presiden.
Kepada Jokowi, Von der Leyen mengapresiasi kepemimpinan Indonesia dalam G20 yang terus berupaya merumuskan solusi bersama terhadap krisis global. Indonesia disebut sebagai mitra tepercaya dalam berbagai isu strategis, termasuk energi terbarukan dan keamanan pangan.
KTT ASEAN
Positifnya aura di G20 sejatinya tidak dapat dipisahkan dari hangatnya suasana yang terjalin dalam KTT ASEAN dan East Asia Summit yang digelar di Phnom Penh, Kamboja. Saat hadir di pertemuan ASEAN, Biden menegaskan kembali tentang kebijakan satu China. Hal itu membuat suasana di kawasan menjadi ”teduh”.
Tak hanya itu, di Nusa Dua, sehari jelang penyelenggaraan KTT G20, Presiden China Xi Jinping menggelar pertemuan dengan Presiden Joe Biden. Pertemuan tatap muka yang berlangsung sekitar 3,5 jam itu merupakan yang pertama bagi mereka sejak pandemi Covid-19 melanda dunia.
Dalam jumpa pers yang digelar Senin malam, Biden kembali menegaskan kebijakan AS tentang satu China. Pernyataan itu dapat dilihat sebagai upaya AS untuk mencairkan ketegangan.
Sementara itu, dalam jumpa pers pada Senin malam, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengungkapkan kekagumannya dengan apa yang telah dilakukan Indonesia dan Presiden Joko Widodo. Indonesia, menurut dia, menjadi ketua G20 ketika dunia diwarnai beragam krisis, baik krisis pangan, energi, maupun keuangan.
Presidensi G20 Indonesia, menurut Guterres, berlangsung saat dunia mendapat pukulan dari berbagai arah. Selain krisis pangan, energi, dan keuangan, dunia juga dibayangi konflik-konflik baru.
”Dalam kondisi seperti itu Indonesia terus berupaya mendorong dialog untuk mencari solusi. Indonesia mengawali presidensi negara-negara berkembang. Saya berharap India, Brasil, dan Afrika Selatan dapat mengikuti jejak yang telah dirintis Indonesia,” tutur Guterres.
Dihubungi secara terpisah, pendiri Foreign Policy Community Indonesia, Dino Patti Djalal, mengatakan, terlepas dari berbagai pertemuan bilateral dan adanya deklarasi ataupun komunike, ketegangan global tidak akan serta-merta berkurang. Oleh sebab itu, ada kemungkinan penerapan hasil KTT G20 ini tidak bisa terintegrasi secara penuh.
”Akan ada pengotak-ngotakan kinerja, misalnya negara-negara Barat melaksanakan dengan versi mereka dan untuk lingkaran mereka. Demikian pula dengan China dan Rusia akan ada kotak-kotak tersendiri,” katanya.