Nasib Agenda Biden dan Partai Demokrat Ditentukan Hari Ini
Komposisi DPR dan Senat yang terbentuk dari pemilu sela ini sangat menentukan pemerintahan. Apabila mayoritas diisi oleh legislator dan senator dari Partai Republik, ada kemungkinan berbagai program kerja Biden dicoret.
Oleh
LARASWATI ARIADNE ANWAR
·4 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Satu hari menjelang pemilihan umum sela di Amerika Serikat, Partai Demokrat dan Partai Republik semakin gencar melakukan kampanye. Presiden Joe Biden dan mantan Presiden Donald Trump masing-masing berusaha menggaet massa untuk memilih. Pemilu sela ini menentukan nasib program kerja Biden ataupun kemungkinan Trump maju lagi untuk pemilihan umum presiden pada 2024.
Pemilu sela berlangsung pada Selasa (8/11/2022). Ini peristiwa penting karena seluruh kursi DPR yang berjumlah 435 kursi diperebutkan. Di Senat, dari 100 kursi, ada 35 yang siap diperebutkan. Selain itu, juga ada pemilihan gubernur untuk 36 negara bagian dan teritorial AS, yaitu Guam, Kepulauan Mariana Utara, dan Kepulauan Virgin AS.
Biden merupakan presiden dari kubu Demokrat. Komposisi DPR dan Senat yang terbentuk dari pemilu sela ini sangat menentukan pemerintahannya. Apabila mayoritas diisi oleh legislator dan senator dari Partai Republik, ada kemungkinan kuat berbagai program kerja Biden akan dicoret atau setidaknya dikurangi anggarannya. Ini juga menentukan kesempatan Biden untuk mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden 2024.
Namun, sebelum 2024 pun pemerintahan Biden akan mendapat banyak sekali tantangan apabila parlemen dikuasai Partai Republik. Ada dugaan kuat akan ada penyelidikan terhadap Biden atas keputusan dia menarik pasukan AS dari Afghanistan yang berujung kepada kembalinya Taliban sebagai penguasa negara tersebut. Selain itu, diperkirakan ada penyelidikan terhadap kebijakan ekonomi dan penanganan pandemi Covid-19. Dua hal ini memiliki risiko pemakzulan Biden.
Sementara dari kubu Republik, mereka menilai kemarahan masyarakat terhadap inflasi ini sebagai angin untuk kembali berkuasa. Apalagi, salah satu agenda yang diusung oleh kubu Demokrat adalah memastikan ada hukum federal yang melindungi hak perempuan melakukan aborsi sebagai kedaulatan atas tubuh sendiri. Republik menarasikan isu ini tidak relevan dengan keadaan ekonomi negara.
Oleh sebab itu, satu hari menjelang pemilu, Biden sibuk berkampanye di Maryland. Adapun Trump berkampanye untuk Partai Republik di Ohio. Bagi Trump, kampanye ini sekaligus untuk mulai menarik dukungan masyarakat agar menyokong dia mencalonkan diri kembali di pilpres 2024.
Dalam kampanyenya, Biden mengatakan demokrasi di AS berada di bawah ancaman. Ia menyindir kubu Republik yang menolak hasil pilpres 2020 yang menyatakan pasangan Biden dan Kamala Harris menang. Pendukung Trump menganggap pilpres diutak-atik sehingga Trump kalah. Kemarahan mereka mengakibatkan pecahnya kerusuhan di Washington dan penyerangan ke Gedung Capitol.
”Demokrasi yang sah adalah hasil dari pilihan rakyat. Hanya karena ada pihak yang marah karena kalah, bukan berarti proses demokrasi itu tidak sah,” kata Biden menyindir Trump saat berkampanye di California. Ia mengajak agar masyarakat memilih Partai Demokrat dengan alasan sebagai garda demokrasi sejati AS.
Kepada media Politico, pakar politik dari Universitas Brown, Wendy Schiller, menjelaskan, baik Demokrat maupun Republik sama-sama menuduh pihak lawan hendak mengacaukan demokrasi AS. Mereka mengatakan kepada pendukung masing-masing bahwa, jika pihak lawan menang, itu bukan hal demokratis. Ini strategi kampanye terakhir yang menyasar emosi pemilih, bukan membahas rencana kebijakan ataupun program kerja lagi.
”Argumen demokrasi gagal apabila salah satu partai memenangi suara terbanyak itu tidak masuk akal. Jika memang itu pilihan masyarakat, demokrasi telah berhasil. Hanya, konteksnya adalah memantau kinerja pemerintah terpilih agar sesuai dengan kebutuhan bangsa. Dalam pemerintahan demokratis, inilah kekuatan rakyat,” paparnya.
Media NBC melaporkan, 41,3 juta masyarakat AS sudah menentukan pilihan karena mereka telah mengirim surat suara melalui pos. Metode ini semakin populer selama pandemi Covid-19 karena publik menghindari risiko keramaian di tempat pemungutan suara.
Universitas Tufts melakukan kajian dalam setiap pemilu bahwa rata-rata hanya 55 persen dari populasi AS yang layak memilih memutuskan mengikuti pesta demokrasi. Data Biro Sensus AS per Desember 2021 menyebutkan, jumlah warga negara tersebut adalah 331 juta jiwa. Sejak pilpres 2020, ada 8,3 juta warga AS yang memasuki umur 18 tahun. Pemilu sela ini adalah pengalaman pertama mereka memilih.
Para pengamat politik mengatakan, Demokrat berusaha menggaet para pemilih pemula ini karena kaum muda AS umumnya berpikiran progresif. Isu aborsi dan kedaulatan atas tubuh masing-masing menjadi jualan utama Demokrat. Apalagi, berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters dan Ipsos pada Mei lalu, sebanyak 71 persen responden menyetujui aborsi adalah hak yang diputuskan oleh setiap perempuan.
Demokrasi adalah ketika negara menghormati hak-hak pribadi dan mengetahui batas antara hal publik dan personal.
Keputusan Mahkamah Agung AS mencabut hak itu pada Juni mendatangkan kemarahan dari perempuan dan anak muda. Mereka berpendapat negara terlalu jauh memasuki kehidupan pribadi rakyat. Apalagi, mengingat angka kehamilan tidak diinginkan—baik akibat kekerasan seksual maupun kekeliruan perencanaan keluarga—masih tinggi.
Salah satu pendukung Demokrat yang mengampanyekan hak itu adalah Sean Edmonds (25) dari Feasterville, Negara Bagian Pennsylvania. Ia datang ke rumah-rumah warga yang terdaftar sebagai pendukung Demokrat dan mengingatkan mereka agar tidak lupa memilih. ”Demokrasi adalah ketika negara menghormati hak-hak pribadi dan mengetahui batas antara hal publik dan personal,” ujarnya.
Soal isu lainnya, para pengamat berpendapat tidak ada perbedaan mencolok antara Republik dan Demokrat. Persoalan imigran, misalnya, kedua partai sama-sama menerapkan aturan yang ketat dan menuai kritik lembaga hak asasi manusia. Demikian pula dengan peralihan energi fosil ke energi terbarukan. Di dalam tubuh Partai Demokrat sendiri belum ada kesepakatan soal itu. (REUTERS/AP)