Pemerintah Etiopia dan TPLF sepakat untuk menghentikan permusuhan dan melakukan gencatan senjata. Banyak pihak berharap kesepakatan ini akan langgeng dan membawa kedamaian di akar rumput.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
PRETORIA, KAMIS – Setelah dua tahun berkonflik, Pemerintah Etiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray atau TPLF, Rabu (2/11/2022), sepakat untuk menghentikan permusuhan. Konflik itu telah menewaskan ribuan orang, membuat jutaan orang terlantar, dan menyebabkan ratusan ribu orang kelaparan.
Semula, kesepakatan untuk mengakhiri permusuhan diperkirakan alot karena para pihak bersikeras pada posisi masing-masing. Uni Afrika, yang menjadi mediator perundingan damai, pada awalnya hanya akan memberikan keterangan pers soal situasi perundingan yang telah dimulai sejak pekan lalu di Pretoria, Afrika Selatan.
Akan tetapi, tiga jam sebelum acara berlangsung, beredar informasi bahwa kesepakatan gencatan senjata dan penghentian permusuhan diterima para pihak. Delegasi para pihak bertikai bersepakat untuk menandatangani perjanjian penghentian permusuhan secara permanen.
”Kedua pihak dalam konflik Etiopia secara resmi setuju menghentikan permusuhan serta menjalankan perlucutan senjata yang sistematis, tertib, lancar, dan terkoordinasi,” kata Olusegun Obasanjo, mantan Presiden Nigeria yang juga menjadi Ketua Tim Mediasi Uni Afrika. Dia menambahkan, perjanjian itu mencakup pemulihan hukum dan ketertiban, pemulihan layanan, akses tanpa hambatan pada bantuan kemanusiaan, hingga perlindungan sipil.
Obasanjo mengingatkan, penandatanganan kesepakatan tidak boleh dimaknai sebagai akhir dari proses perdamaian, tetapi hanya awal dari proses panjang hingga perdamaian benar-benar terwujud dan dirasakan oleh akar rumput. ”Pelaksanaan perjanjian damai yang ditandatangani hari ini sangat penting untuk keberhasilannya,” kata Obasanjo, seraya menambahkan hasil ini akan diawasi dan dipantau panel tingkat tinggi Uni Afrika.
Sebuah rancangan teks perjanjian, yang dibagikan kepada The Associated Press oleh seorang diplomat, menyebutkan, pasukan TPLF akan dilucuti, dimulai dengan senjata ringan dalam waktu 30 hari sejak kesepakatan itu ditandatangani. Pasukan keamanan federal Etiopia disebut akan mengambil kendali penuh atas semua fasilitas federal, instalasi, dan infrastruktur utama, seperti bandara dan jalan raya di provinsi tersebut.
Kesepakatan final yang detail tidak dipublikasikan. Akan tetapi, pernyataan bersama singkat mencatat ”program perlucutan senjata yang terperinci” dan ”pemulihan tatanan konstitusional” di Tigray.
Sementara Pemerintah Etiopia wajib memulihkan layanan dasar ke wilayah Tigray. Hubungan komunikasi, transportasi, hingga perbankan bagi sekitar 5 juta warga di wilayah tersebut telah diputus.
Menurut mantan Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, yang menjadi salah satu fasilitator perundingan, para pihak harus menyadari pelaksanaan perjanjian damai tidak akan mudah. ”Iblis akan ada dalam implementasinya,” ujar Kenyatta.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed menyampaikan terima kasih kepada Obasanjo dan mediator lainnya atas hasil konkret perundingan damai itu. Dia juga menyatakan komitmen pemerintahannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut.
”Komitmen kami untuk perdamaian tetap teguh. Dan, komitmen kami berkolaborasi untuk implementasi perjanjian juga sama kuatnya,” katanya dalam pernyataan di Twitter.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyambut baik gencatan senjata dan penghentian permusuhan. Melalui juru bicaranya, Stephan Dujarric, Guterres mengatakan, hal itu langkah pertama yang akan membawa pelipur lara bagi jutaan warga sipil yang menderita dalam konflik tersebut.
Alan Boswell, Direktur Proyek Tanduk Afrika di International Crisis Group, mengatakan, ujian besar pertama adalah apakah kedua pihak segera menghentikan pertempuran seperti yang disepakati.
”Ini terobosan besar yang melibatkan konsesi besar dari kedua belah pihak, bahkan jika pihak-pihak tersebut memberikan rincian paling sulit untuk pembicaraan damai di masa depan. Jika mereka berhenti berperang, hari ini hanya akan menjadi awal dari proses perdamaian yang sangat bergelombang, panjang, dan sulit,” katanya.
Kehancuran masif
Konflik Tigray dimulai sejak akhir 2019 ketika PM Ahmed berupaya mengakhiri federalisme etnis di wilayah tersebut. Sempat mengganti pemerintahan regional, yang selama ini dipegang oleh TPLF dengan pemerintahan sementara yang berpusat di Addis Ababa, tidak membuat konflik berakhir, tetapi makin meluas.
TPLF menuduh Ahmed memusatkan kekuasaan dengan mengorbankan daerah dan menindas Tigrayan, sebutan bagi rakyat yang tinggal di wilayah Tigray. Sebaliknya, Ahmed menuduh TPLF berusaha untuk kembali berkuasa di tingkat nasional, yang dibantah TPLF.
Laporan PBB pada Juni 2021 menyebutkan, lebih dari 350.000 warga Tigray mengalami kelaparan akut. Anak-anak, khususnya balita, mengalami malnutrisi akut hingga meninggal. Bantuan kemanusiaan dunia internasional tidak bisa mencapai lokasi karena para pihak berkonflik tidak menyetujui koridor kemanusiaan yang diperlukan agar bantuan pangan dan obat-obatan bisa mencapai Tigray.
Juru runding utama Pemerintah Etiopia, Redwan Hussein, mengatakan, tingkat kehancuran akibat konflik di wilayah itu sangat besar. Getachaw Reda, juru runding utama TPLF, mengungkapkan hal yang sama meski mengaku konsesi yang menyakitkan harus diserahkan kepada pemerintah.
Yang menjadi pertanyaan banyak pihak pascapenandatanganan kesepakatan adalah seberapa cepat bantuan kemanusiaan bisa kembali ke Tigray. Sejumlah dokter dan tenaga kesehatan menyatakan kehabisan obat-obatan dasar, seperti vaksin, antibiotik, insulin, hingga makanan terapeutik.
”Kami kembali ke operasi abad ke-18,” kata seorang ahli bedah di rumah sakit unggulan di kawasan itu, Fasika Amdeslasie, kepada para ahli kesehatan di sebuah acara daring, Rabu. ”Ini seperti penjara terbuka.”
Operasi kemanusiaan juga bisa segera dilakukan jika para pihak, terutama pemerintah, mau membuka akses ke wilayah tersebut. ”Sepenuhnya tergantung apa yang disetujui pemerintah. Jika mereka benar-benar memberi kami akses, kami dapat mulai bergerak dengan sangat cepat, dalam hitungan jam, bukan minggu,” kata sumber tersebut yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum. (AP/AFP/Reuters)