Ironi Penerima Nobel Perdamaian, Memicu Perang dan Abai Minoritas
Sebagian penerima Nobel Perdamaian memerintahkan perang tidak lama setelah menerima penghargaan itu. Ada pula yang diam kala kekerasan berkecamuk
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
AFP/YASUYOSHI CHIBA
Sejumlah pengungsi Etiopia beristirahat di bawah bayang-bayang sebuah gudang yang didirikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) di pusat transit Village Eight dekat perbatasan Etiopia di Gedaref, Sudan Timur, Rabu (2/12/2020).
Komite Nobel akan menyerahkan Nobel Perdamaian 2020 pada Kamis (10/12/2020). Tahun ini, penerima Nobel Perdamaian tidak akan menimbulkan kontroversi untuk perannya selepas menerima hadiah tersebut.
Program Pangan Dunia (WFP) yang ditetapkan sebagai penerima Nobel Perdamaian 2020 memang takkan mengikuti jejak Henry Kissinger, Aung San Suu Kyi, Barack Obama, atau Abiy Ahmed. WFP tidak mungkin menyetujui perang atau kekerasan terhadap pihak lain seperti dilakukan empat tokoh itu.
Pada 10 Desember 2019, Abiy menerima Nobel Perdamaian. Anugerah itu diperoleh karena di tahun pertama menjadi Perdana Menteri Etiopia, Abiy fokus pada perdamaian dengan Eritrea dan milisi Ogaden.
Abiy, politikus yang menulis disertasi doktoral soal resolusi konflik dan bina damai itu juga terlibat dalam aneka upaya peredaan konflik di berbagai penjuru Afrika.
Namun, 4 November 2020, ia menyetujui pengerahan pasukan pemerintah ke Tigray, provinsi di Etiopia utara yang dinamai sesuai dengan nama suku terbesar di sana. Beberapa pekan kemudian, ia juga menyetujui pengerahan pasukan dan persenjataan lebih besar ke Tigray.
Mantan anggota intelijen tentara Etiopia itu beralasan, milisi Pasukan Pembebasan Orang Tigray (TPLF) sudah diberi tenggat untuk menyerah sampai 16 November lalu. Tenggat tersebut diberikan setelah milisi TPLF menyerang markas tentara Etiopia di Tigray pada 3 November lalu.
Keputusan itu merusak citra Abiy sebagai sosok pembawa dan cinta damai. ”Benar atau salah dalam konfrontasi ini, hal yang jelas ialah reputasinya sebagai pembina damai sudah sangat rusak. Ada pelajaran bagi Komite Nobel. Kalau ragu, tunggu,” demikian tulis Financial Times.
Abiy bukan orang pertama yang menerima Nobel Perdamaian lalu menggelorakan perang. Jauh sebelum Abiy, ada Kissinger dan Obama.
Kissinger menerima Nobel Perdamaian pada 1973 karena menyepakati gencatatan senjata di Perang Vietnam. Kesepakatan dibuatnya bersama pimpinan Vietnam Utara, Le Duc Tho, yang juga mendapat Nobel Perdamaian di tahun yang sama dengan Kissinger.
Sayang, Le Duc Tho pula yang kemudian memimpin Vietnam Utara untuk menyerbu Vietnam Selatan pada 1975. Kissinger terluka dengan keputusan itu dan menawarkan pengembalian hadiahnya.
”Bukan hanya karena meneruskan perang di Vietnam. Ia juga memberi lampu hijau pada invansi Indonesia ke Timor Timur,” kata pakar Nobel, Asle Sveen, tentang Kissinger.
AFP/YASUYOSHI CHIBA
Anggota masyarakat lokal Sudan membawa karung sorgum untuk pengungsi Etiopia yang melarikan diri dari konflik Tigray Etiopia di gudang yang didirikan oleh Program Pangan Dunia (WFP) di kamp pengungsi Um Raquba di Gedaref, Sudan Timur, Minggu (6/12/2020).
Kissinger juga dikenal mendukung para diktator Amerika Selatan yang dekat dengan AS. Sebagai Menteri Luar Negeri AS, Kissinger ikut mewujudkan kebijakan luar negeri AS yang dinilai berstandar ganda.
Jauh setelah Kissinger, ada Obama yang menyetujui pengerahan tambahan 30.000 tentara AS ke Afghanistan. Pengerahan diputuskan beberapa hari sebelum Obama menerima Nobel Perdamaian.
Dalam pidato kala menerima anugerah itu pun, Obama membela keputusan untuk meningkatkan skala perang di Afghanistan. Sepanjang pidato, 35 kali ia mengucapkan ”hak untuk berperang” dan hanya 29 kali mengucapkan ”damai”.
Tidak hanya menambah pasukan ke Afghanistan, Obama juga menyetujui penggunaan pesawat tempur nirawak. Sepanjang 2016, menurut Council of Foreign Relations, pasukan AS menjatuhkan 26.000 bom ke tujuh negara. Apabila dirata-rata, AS meluncurkan tiga bom dalam setiap jam selama 2016.
Perdana Menteri Israel Menachem Begin pun seperti Obama dan Kissinger. Begin memerintahkan penyerbuan ke Lebanon pada 1982. Penyerbuan itu, antara lain, berdampak pada pembantaian pengungsi Palestina di Beirut. Perintah diberikan Begin 4 tahun setelah menerima Nobel Perdamaian tahun 1978.
Tidak semua penerima Nobel Perdamaian memerintahkan perang selepas menerima anugerah itu. Ada Suu Kyi yang tidak pernah memerintahkan perang. Walakin, ia dianggap gagal dan seharusnya mengembalikan Nobel Perdamaian karena terus diam atas kekejaman tentara Myanmar terhadap orang Rohingya.
AP/SHAFIQUR RAHMAN
Sejumlah pengungsi Rohingya tampak bersedih saat akan dipindahkan ke sebuah pulau terpencil bernama Bhasan Char dari tempat penampungan sementara di Ukhiya, Bangladesh, Kamis (31/12/2020).
Dengan jabatannya, sebagai Penasihat Negara dan Menlu Myanmar, Suu Kyi malah membela Myanmar kala sejumlah tokoh negara itu digugat di Mahkamah Kriminal Internasional atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan pada etnis Rohingya. (AFP/RAZ)