Ledakan dua bom mobil di sebuah persimpangan yang padat pengunjung di Mogadishu, ibu kota Somalia, menyebabkan 100 orang warga tewas. Ledakan diduga dilakukan kelompok Al Shahab, yang diincar pemerintah untuk diberantas.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
MOGADISHU, MINGGU – Sedikitnya 100 orang tewas dan lebih dari 300 lainnya luka-luka setelah dua bom mobil meledak di sebuah persimpangan yang ramai di Ibu Kota Somalia, Mogadishu, Sabtu (29/10). Lokasi tempat terjadinya ledakan sama dengan lokasi ledakan tiga bom mobil lima tahun lalu, yang menewaskan lebih dari 500 orang, yang dilakukan kelompok teror Al Shahab.
Presiden Hassan Sheikh Mohamud meminta dunia internasional dan negara Muslim dunia mengirimkan tenaga kesehatan ke negara itu untuk membantu menangani para korban yang terluka. "Kami meminta mitra internasional kami dan Muslim di seluruh dunia untuk mengirim dokter mereka ke sini karena kami tidak dapat mengirim semua korban ke luar negeri untuk perawatan," katanya, Sabtu.
Dua mobil yang diduga menjadi sumber ledakan melintas di persimpangan Soobe yang padat. Bersamaan dengan ledakan, sejumlah tembakan juga diarahkan ke gedung perkantoran Kementerian Pendidikan Somalia. Gedung pertokoan dan kantor serta kendaraan yang ada di kanan kiri lokasi kejadian, hancur akibat ledakan. Serangan itu terjadi di persimpangan yang sama saat terjadi ledakan 14 Oktober 2017. Kala itu tiga bom mobil yang dibawa oleh tiga buah truk meledak, menewaskan 512 orang dan 300-an warga terluka.
Juru bicara Kepolisian Mogadishu Sadik Dudishe mengatakan, anak-anak dan perempuan menjadi korban ledakan tersebut. “Beberapa dari mereka tewas dengan anak-anak mereka yang masih dalam gendongan di punggung mereka,” katanya.
Halima Duwane mencari pamannya, Abdullahi Jama, yang diduga menjadi korban. "Kami tidak tahu apakah dia hidup atau mati. Terakhir kali kami berkomunikasi, dia ada di sekitar sini," katanya sambil menangis.
Saksi mata Abdirazak Hassan mengatakan saat ledakan pertama menghantam tembok perimeter Kementerian Pendidikan, tempat para pedagang kaki lima dan penukaran uang asing berada. "Saya tidak bisa menghitung mayat yang tergeletak di jalan karena banyaknya korban jiwa,” kata Hassan.
Wartawan kantor berita Associated Press yang kebetulan berada tidak jauh dari lokasi kejadian menuturkan ledakan kedua terjadi di depan sebuah restoran yang ramai saat jam makan siang. Ledakan menghancurkan tuk-tuk dan puluhan kendaraan yang terparkir di sekitar restoran dan hotel di area itu.
Organisasi jurnalis Somalia, mengutip keterangan polisi dan anggotanya, mengatakan seorang jurnalis tewas dan dua lainnya terluka dalam kejadian itu. Mereka diketahui tengah berupaya menuju ke lokasi ledakan pertama saat ledakan ke dua terjadi.
Tidak diketahui bagaimana kendaraan yang sarat dengan bahan peledak itu berhasil mencapai lokasi kejadian di Mogadishu. Selama ini, aparat keamanan menjaga tersebut kota tersebut dengan banyak pos pemeriksaan yang didirikan mengelilingi Mogadishu.
Pasca serangan bom terjadi, kelompok teror Al Shahab, yang memiliki keterkaitan dengan kelompok teror Al Qaeda, mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Dalam pernyataannya, mereka menyatakan serangan itu ditujukan pada Kementerian Pendidikan. Kelompok ini menilai Kementerian Pendidikan menjadi basis musuh karena menerima dukungan dari negara-negara non-Muslim dan memiliki komitmen untuk memengaruhi dan “mengeluarkan” anak-anak Somalia dari Islam.
Perang terhadap Teror
AL Shahab biasanya tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang menewaskan banyak orang. Akan tetapi, serangan baru ini diduga sebagai balasan atas rencana pemerintah untuk menutup akses finansial kelompok tersebut. Kelompok itu menyatakan tekadnya untuk terus berperang sampai Somalia didasari oleh hukum Islam. Mereka juga mengultimatum warga sipil untuk menjauh dari wilayah-wilayah perkantoran milik pemerintah.
Mohamud, yang baru terpilih pada Mei tahun ini telah mencanangkan perang terhadap kelompok Al Shabab. Pada hari kejadian, Mohamud tengah menggelar pertemuan dengan perdana menteri serta sejumlah pejabat senior lainnya untuk membahas upaya memerangi ekstremisme, teror dan kekerasan, terutama yang dilakukan oleh Al Shahab.
Bagi Mohamud, ini adalah perang terhadap teror yang ke dua, seperti pernah dinyatakan pada tahun 2012, saat dia berkuasa untuk pertama kalinya. Akan tetapi, saat itu dia tidak berhasil mewujudkan janjinya.
Untuk membantu perang terhadap teror, terutama kelompok Al Shahab, Mohamud membuat langkah mengejutkan dengan menunjuk mantan Wakil Pemimpin Al Shahab yang juga sekaligus juru bicaranya Mukhtar Robow sebagai menteri urusan agama.
Dikutip dari laman BBC, saat menunjuk Robow masuk dalam kabinetnya, Mohamud menyatakan, kelompok ini tidak bisa dikalahkan dengan kekerasan semata. Menurut dia, pemerintah perlu strategi baru untuk mengalahkan kelompok tersebut. salah satunya adalah dengan membawa “mantan musuh” pemerintah ke dalam kabinet.
Robow berselisih dengan Al Shabab pada tahun 2013. Tidak jelas perselisihan apa yang membuatnya memiliki sikap yang berbeda dengan pimpinan kelompok teror tersebut. Sejak tahun 2018 dia menjadi tahanan rumah pemerintah sampai penunjukkannya sebagai menteri oleh Mohamud.
Analis keamanan dari lembaga Hiraal, Mohamed Mubarak menilai, penunjukkan mantan pejabat senior Al Shahab yang dihargai 5 juta dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 75 miliar) ini sebagai ide brilian dari perspektif kontra-terorisme.
"Dia adalah alat yang kuat, terutama dalam hal ideologi, karena dia akan memberikan dorongan doktrinal yang kuat pada kelompok itu. Sebagai anggota pendiri kelompok, dia mengenal mereka luar dalam. Dia tahu bagaimana mereka berpikir dan bagaimana mereka bertindak,” kata Mubarak.
Akan tetapi, penunjukkan itu juga mendapat kritik.
"Penunjukan pembunuh hanya berarti satu hal: Al-Shabab telah secara resmi menyusup ke pemerintah Somalia,” celoteh seorang warga di Twitter. (AP/AFP)