Jelang Berakhirnya Perjanjian Gandum Ukraina-Rusia, PBB Serukan Perpanjangan
Perang Rusia dan Ukraina semakin mengancam pasokan pangan global serta membuat harga pangan tidak stabil dan cenderung melonjak.
Oleh
PASCAL S BIN SAJU
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Perang Rusia dan Ukraina semakin mengancam pasokan pangan global serta membuat harga pangan tidak stabil dan cenderung melonjak. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta para pihak melakukan segala upaya untuk memperpanjang pernjanjian ekspor gandum Ukraina, termasuk menghapus hambatan eskpor biji-bijian dan pupuk Rusia.
”Kami mendesak semua pihak melakukan segala upaya untuk memperbarui Black Sea Grain Initiative dan menerapkannya, termasuk menghapus hambatan untuk ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia,” kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, Jumat (28/10/2022).
Kesepakatan Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative ditandatangani PBB, Turki, Rusia, dan Ukraina di Istanbul, Turki, 22 Juli 2022. Perjanjian yang berakhir pada 19 November itu menciptakan prosedur untuk mengekspor biji-bijian dengan aman dari pelabuhan tertentu guna mengatasi krisis pangan global. Kini Guterres mendesak para pihak untuk memperpanjang kesepakatan tersebut.
Pada saat kesepakaatan itu diteken, setidaknya hampir 50 juta orang di dunia diperkirakan menderita kelaparan parah. Itu terjadi akibat melonjaknya harga pangan dunia yang terjadi akibat gangguan rantai pasok selama pandemi Covid-19 yang diperburuk dengan perang Ukraina-Rusia sejak 24 Februari 2022. Negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin terdampak karena bergantung pada impor gandum dan bahan bakar.
Melalui perjanjian itu, Ukraina bisa dapat memulai kembali ekspor biji-bijian, termasuk gandum, yang terhenti akibat invasi Rusia. Sampai pertengahan Oktober, lebih dari 350 kapal meninggalkan Ukraina membawa 9 juta ton gandum dan produk pangan lainnya. Sementara ekspor pupuk Rusia yang menjadi andalan pertanian di banyak negara pun secara formal dijamin distribusinya tanpa dijatuhi sanksi Barat.
Menurut Dujarric, kesepakatan awal berlangsung untuk 20 hari dengan opsi untuk diperbarui lagi pada 19 November 2022 jika tidak ada pihak yang keberatan. Guterres mengingatkan, sebagian penduduk dunia terancam kelaparan dan kekurangan pangan dengan harga yang cenderung naik sehingga para pihak diminta untuk segera membarui kesepakatan.
PBB mendesak para pihak memperbarui Black Sea Grain Initiative dan menerapkannya, termasuk penghapusan semua hambatan ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia. ”Kami tak meremehkan tantangan. Kami tahu itu bisa diatasi. Pemerintah, perusahaan pelayaran, pedagang biji-bijian dan pupuk, serta petani di seluruh dunia mencari kejelasan tentang kelanjutannya,” kata Dujarric.
Namun, Moskwa mengatakan, langkah untuk melakukan atau tidak melakukan perpanjangan atau pembaruan kesepakatan baru akan diputuskan pada 18 November 2022. Bahkan, sebagian kesepakatan lama belum bisa dilaksanakan sampai sekarang. Akibat sanksi Barat, misalnya, Rusia tetap kesulitan mengekspor biji-bijian dan pupuk.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan kepada wartawan, Kamis (27/10/2022), bahwa ekspor Rusia harus diizinkan sebelum Moskwa berkomitmen untuk perpanjangan kesepakatan. ”Saya sudah mengatakan sejak lama (bahwa) rintangannya tetap sama,” katanya.
”Kami tidak dapat melihat hasil apa pun dalam hal ini (terkait implementasi kesepakatan). Ini adalah fakta. Situasi ini tidak cocok untuk kami. Kami telah menyatakan ini di semua tingkatan. Kesepakatan itu dibuat dalam bentuk paket, dan semua bagian perlu diimplementasikan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, seperti dikutip media Turki, Kantor Berita Anadolu.
Awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken memperkirakan keputusan Moskwa untuk mengabaikan perjanjian gandum akan disambut dengan ”kemarahan besar” oleh negara-negara di seluruh dunia. Jika Rusia memilih tidak, tentu saja seluruh dunia akan mengecamnya karena hal itu akan berarti hampir 50 juta penduduk dunia berada dalam ancaman rawan pangan.
Saat meneken ”kesepakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya” pada Juli lalu, Guterres menyebutnya sebagai ”suar harapan” bagi dunia yang kesulitan. Itu untuk membantu menstabilkan harga pangan yang melonjak di seluruh dunia dan mencegah kelaparan. Prakarsa itu memungkinkan ekspor gandum dari tiga pelabuhan utama Ukraina di Laut Hitam, yakni Odesa, Chornomorsk, dan Yuzhny, bisa berjalan.
PBB sudah membentuk Pusat Koordinasi Bersama untuk memantau pelaksanaan kesepakatan. Kapal Ukraina akan memandu kapal kargo ke perairan internasional Laut Hitam, menghindari daerah ranjau yang dipasang Rusia. Kapal-kapal tersebut kemudian akan melanjutkan perjalanan menuju Selat Bosphorus di sepanjang koridor yang telah disepakati. (AFP/REUTERS)