Jokowi Harapkan China Turut Berkolaborasi Pulihkan Ekonomi Global
Jokowi menekankan China dan Indonesia adalah dua negara yang sama-sama besar dan memiliki potensi kerja sama yang sangat besar. Kerja sama bilateral yang intensif akan bermanfaat bagi kedua negara.
Oleh
LUKI AULIA dari BEIJING, CHINA
·5 menit baca
BEIJING,KOMPAS — Indonesia berharap Kongres Nasional Ke-20 Partai Komunis China berjalan dengan baik, menghasilkan kebijakan yang baik bagi rakyat China, serta menghasilkan keputusan yang berkontribusi pada stabilitas, kesejahteraan, perdamaian di kawasan dan seluruh dunia. China mempunyai kekuatan besar dalam upaya pemulihan ekonomi global, yang tidak bisa dilakukan sendirian. Upaya itu membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dari semua pihak.
Hal itu ditegaskan Presiden Joko Widodo ketika diwawancara Zou Yun dari Kelompok Media China CGTN dalam program ”CCTV Leaders talk: up close and personal: President Joko Widodo (Jokowi)”, dan disiarkan di CCTV13, Jumat (14/10/2022) malam. Wawancara berlangsung di Bali. ”Saya harap China menjadi bagian dari paradigma kolaborasi itu,” ujarnya.
Partai Komunis China (PKC) akan menggelar Kongres Nasional Ke-20 pada 16 Oktober di Balai Agung Rakyat atau Great Hall of the People, Beijing. Pada kongres yang diadakan di masa pandemi Covid-19 ini akan ditentukan kelanjutan kepemimpinan Presiden China Xi Jinping untuk periode ketiga dan penunjukan anggota Politbiro PKC baru yang akan menggantikan dua anggota Politbiro yang memasuki masa pensiun.
Indonesia siap untuk terus bermitra dengan China dalam rangka percepatan pencapaian SDGs ini.
Terkait dengan kerja sama bilateral, Jokowi menekankan China dan Indonesia adalah dua negara yang sama-sama besar dan memiliki potensi kerja sama yang sangat besar. Investasi dari China di Indonesia pun meningkat dan kini China berada di posisi nomor dua investor terbesar di Indonesia. Dalam dua tahun ke depan, prediksi Jokowi, China bisa menjadi nomor satu. Kerja sama bilateral ini diyakini akan meningkat terus karena kedua belah pihak sudah saling memahami kebutuhan masing-masing.
Kerja sama bilateral yang intensif akan bermanfaat bagi kedua pihak, apa pun kerja samanya, seperti pelabuhan laut, bandara, atau jalan tol. Jokowi yakin semua inisiatif akan berkontribusi positif bagi stabilitas kawasan dan dunia. Kolaborasi kedua negara harus saling menguntungkan dan Indonesia berharap Inisiatif Pembangunan Global dari China akan menjadi platform untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). ”Indonesia siap untuk terus bermitra dengan China dalam rangka percepatan pencapaian SDGs ini,” kata Jokowi.
Pada kesempatan wawancara itu, Jokowi ditanya mengenai gaya kepemimpinan Xi. Bagi Jokowi, Xi juga seperti dirinya yang dekat dengan rakyat dan bisa memahami persoalan yang dihadapi rakyat. Salah satu hal yang disoroti Jokowi adalah kemampuan China menekan angka kemiskinan dalam waktu cepat. ”Kemiskinan di China bisa turun sangat drastis karena kebijakan yang tajam dari Presiden Xi,” kata Jokowi.
Sensor internet
Menjelang pelaksanaan kongres, kantor berita AFP, Jumat, menyebutkan sensor internet China menghapus hampir semua referensi mengenai adanya laporan tentang protes dengan spanduk yang mencela Xi dan kebijakan Covid-19. Dari rekaman foto dan video yang tersebar di media sosial sejak Kamis, tampak seseorang memasang dua spanduk dengan tulisan tangan dan kalimat yang mengkritik kebijakan PKC. Bunyi kalimatnya: ”Tidak mau ada tes Covid-19, saya ingin mencari nafkah. Tidak mau ada revolusi kebudayaan, saya ingin reformasi. Tidak mau ada lockdown, saya ingin kebebasan. Tidak mau ada pemimpin, saya ingin memilih. Tidak mau ada kebohongan, saya ingin ada martabat. Saya tidak mau menjadi budak. Saya ingin menjadi warga negara”.
Ada spanduk lain yang bahkan menyerukan warga untuk mogok dan menyingkirkan Xi. Ada foto asap membubung dari api di jembatan dan terlihat aparat kepolisian bergegas untuk mencopot spanduk. Protes publik sangat jarang terjadi di Beijing dan mereka yang menentang aparat keamanan Beijing diancam hukuman serius. Sensor media sosial China sudah memblokir unggahan dan kata kunci yang terkait dengan protes itu, termasuk kata ”Jembatan Sitong”, nama jalan layang tempat spanduk-spanduk itu semula dipasang.
Hasil pencarian untuk kata kunci ”Beijing” di platform Weibo dibatasi hanya untuk akun terverifikasi. Bahkan jika menggunakan tagar ”Saya melihatnya”, tidak keluar hasil pencariannya hingga Jumat sore. ”Saya melihatnya” adalah salah satu tagar terakhir yang digunakan pengguna Weibo untuk membahas insiden itu dan salah satu pengguna mengunggah kalimat: ”Saya melihatnya. Saya tidak akan melupakannya.”
Harian People’s Daily, Rabu, menyebutkan Pemerintah China tidak akan tinggal diam dan akan tetap mempertahankan kebijakan Covid-19 agar tidak kehilangan kendali jika wabah menyebar. Selama beberapa hari terakhir, sejumlah kota besar, seperti Beijing dan Shanghai, memperketat protokol kesehatan Covid-19 seperti mewajibkan warga untuk lebih sering melakukan tes Covid-19. ”Hanya dengan kebijakan nol Covid-19 dinamis, kita akan terhindar sepenuhnya dari kemungkinan kehilangan kendali atas epidemi,” tulis People's Daily.
Otoritas kesehatan China melaporkan ada 1.760 kasus lokal baru pada 11 Oktober. Angka ini turun dari 2.089 sehari sebelumnya. ”Begitu pencegahan dan pengendalian epidemi dilonggarkan, akan ada banyak orang yang terinfeksi dalam waktu singkat, banyak kasus parah, dan kematian akan terjadi sehingga layanan kesehatan akan kewalahan,” tulis harian itu.
Dana Moneter Internasional dalam World Economic Outlook, Selasa, memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 dan 2023 untuk China masing-masing menjadi 3,2 persen dan 4,4 persen. Ini akibat seringnya pemberlakuan lockdown. Lantaran ukuran ekonomi China dan pentingnya rantai pasokan internasional, gangguan Covid-19 juga akan membebani perdagangan dan aktivitas global.
China berkeyakinan kebijakan Covid-19 akan menyelamatkan nyawa. ”Ada sejumlah negara yang memilih untuk diam saja dan mengadopsi kebijakan hidup berdampingan dengan virus. Bukan karena mereka tidak mau mencegah dan mengendalikan epidemi, tetapi karena mereka tidak mampu mencegah dan mengendalikannya,” sebut People’s Daily.