AS bersama Jepang dan Korsel sudah berulang kali menggelar latihan dengan skenario menangkal Korut. Latihan itu disikapi Korut dengan berkali-kali menembakkan rudal.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
PYONGYANG, SELASA - Latihan gabungan yang digelar Amerika Serikat beberapa bulan terakhir tidak menyurutkan perlawanan Korea Utara. Dalam 1,5 pekan terakhir, Pyongyang malah menembakkan tujuh rudal ke arah Korea Selatan dan Jepang.
Uji tembak terbaru diarahkan ke Jepang pada Selasa (4/10/2022). Dilaporkan Kyodo News, rudal melintas di antara Pulau Honshu dan Pulau Hokkaido. Honshu merupakan pulau utama Jepang, tempat kota besar seperti Tokyo dan Osaka berada.
Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada menyebut, rudal itu paling jauh jangkauannya dibanding rudal lain yang pernah ditembakkan Korut. Dari Mupyong-Ri, rudal ditembakkan ke arah timur dan jatuh di timur Jepang. Tokyo menghentikan layanan transportasi di Hokkaido dan sebagian Honshu kala rudal itu diluncurkan.
Terakhir kali rudal Korut melintasi Jepang pada September 2022. Kyodo News menyebut, amat mungkin Pyongyang kembali menembakkan rudal melintasi Jepang.
Sementara Seoul malah khawatir Pyongyang akan kembali menguji senjata nuklirnya. Pengujian itu dilakukan setelah serangkaian penembakan rudal sukses dilakukan Korut.
Rudal yang ditembakkan pada Selasa pagi diduga seri Hwasong-12. Penembakan itu dilakukan kala AS bersama Jepang dan Korsel sedang berlatih perang laut di sekitar Korsel. Fokus latihan itu mengadang kapal selam Korut. Dalam dua bulan terakhir, AS bersama Jepang dan Korsel sudah berulang kali menggelar latihan dengan skenario menangkal Korut. Pada Agustus 2022, ribuan tentara dan pasukan cadangan AS-Korsel berlatih menanggulangi dan menyerang balik Korut.
Berbagai latihan itu disikapi Korut dengan berkali-kali menembakkan rudal. Bahkan, Pyongyang menembakkan rudal kala kapal induk AS USS Ronald Reagan tiba di perairan Korsel untuk bergabung dalam latihan anti kapal selam Korut.
Reaksi
Menyikapi penembakan rudal pada Selasa pagi, Korsel berlatih menggunakan bom berpengendali (JDAM). Bom yang dipesan pada Agustus 2021 dari AS itu ditembakkan dari jet F-15K. Seoul membayar 258 juta dollar AS untuk bom itu dan perangkat peluncurnya.
AS-Korsel mengerahkan empat F-15K dan F-16 dalam latihan itu. Meski ada delapan pesawat, hanya satu jet yang melepaskan bom ke arah Pulau Jikdo. “Lewat latihan gabungan ini, Korea Selatan dan AS menunjukkan kesiapan membalas pada apa pun ancaman Korut. Latihan ini juga untuk menunjukkan kemampuan menyerang di mana pun lokasi peluncuran,” demikian pernyataan Kantor Staf Gabungan militer (JSC) Korsel sebagaimana dikutip Kantor Berita Yonhap.
JSC juga mengungkap, Korut tidak menutup komunikasi. Setiap hari, Seoul-Pyongyang sepakat berkomunikasi dua kali melalui saluran kantor penghubung. Memang, pada Selasa pagi, untuk alasan yang belum dijelaskan sampai sekarang, Korut tidak menanggapi komunikasi dari Korsel. Pada Selasa sore waktu Seoul, Pyongyang menanggapi komunikasi lewat saluran khusus itu.
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol kembali mengingatkan Pyongyang bahwa penembakan itu melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. Penembakan itu juga mengancam kedamaian dan ketenangan Semenanjung Korea. Yoon meminta reaksi tegas atas provokasi itu. Korsel juga diarahkan berkoordinasi dengan para mitranya untuk memastikan tanggapan memadai atas ulah Korut.
Ia juga menyebut, provokasi Korut akan semakin mengeratkan kerja sama keamanan Korsel dengan mitranya. Peluncuran rudal itu menambah alasan untuk meningkatkan aras kerja sama keamanan Seoul dengan Tokyo dan Washington. “Seperti telah sampaikan pada 1 Oktober, dalam (peringatan) Hari Angkatan Bersenjata, provokasi nuklir yang ceroboh akan ditanggapi dengan keras dari kita dan sekutu kita, serta masyarakat internasional,” ujar Yoon.
Penasihat Keamanan Nasional Korsel Kim Sung-han juga dilaporkan menelepon koleganya di AS, Jake Sullivan, dan di Jepang, Takeo Akiba pada Selasa pagi. Seperti sebelumnya, peluncuran kali ini kembali ditanggapi dengan menyatakan siap membalas keras atas provokasi Korut.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Korsel mengaku, akan terus mencari cara agar Korut mau meninggalkan program nuklirnya. Seoul antara lain menjajaki kerja sama dengan Washington untuk menerapkan sanksi lebih keras kepada Pyongyang. Selain sanksi buatan sendiri, Korsel akan mendorong sanksi yang disahkan PBB untuk Korut.
Ada pun Menteri Penyatuan Korsel Kwon Young-se mengatakan, Korut berusaha menjinakkan pemerintahan Yoon lewat serangkaian ulahnya. “Mereka mencoba memanfaatkan hubungan sesama Korea sembari terus mengembangan senjata. Tujuan mereka menjinakkan pemerintahan baru di Korsel,” kata dia.
Ia juga menuding Korut mencoba mencari perhatian AS. Sebab, isu Korut tidak lagi diperhatikan pemerintahan AS saat ini. AS lebih sibuk dengan isu domestik dan kawasan lain. “Mereka cuma cari perhatian. Meski demikian, apa pun alasannya, provokasi tidak pernah cocok untuk kedamaian Korsel,” ujarnya.
Seperti Kemenlu Korsel, Kementerian Penyatuan Korsel juga menekankan peluang koordinasi dengan AS untuk menjatuhkan sanksi baru pada Korut. “Saya harap Korut segera mengakui demi kedamaian Semenanjung Korea, mereka perlu menyelesaikan masalah denuklirisasi melalui dialog dengan kami,” kata Kwon.
Sikap Kwon mencerminkan arah kebijakan Yoon. Beberapa hari setelah dilantik sebagai Presiden Korsel, Yoon menyebut bahwa hari-hari menyenangkan Korut sudah selesai. Korsel akan menggunakan pendekatan lebih tegas pada setiap provokasi Korut.
Yoon mengambil langkah berbeda dari pendahulunya, Moon Jae-in. Bahkan, Yoon menyebut Moon terlalu terobsesi pada Korut. Sebab, Moon dinilai terlalu fokus pada upaya mengejar perdamaian dengan Korut.