AS-Barat Jatuhkan Sanksi kepada Iran Terkait Demo Kasus Kematian Amini
AS dan negara Barat lain menjatuhkan sanksi terhadap Pemerintah Iran yang dinilai membungkam kebebasan berbicara dalam kasus Mahsa Amini. Sebaliknya, Iran menuding AS dan Barat berada di balik demonstrasi warga Iran.
WASHINGTON, SELASA — Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Iran terkait penanganan unjuk rasa warga Iran dalam kasus kematian Mahsa Amini (22) di tangan polisi moral (Gasht-e Irsyad) Iran. Kanada, Jerman, dan beberapa negara anggota Uni Eropa juga tengah mempertimbangkan menjatuhkan sanksi bagi Iran.
”Pekan ini, Amerika Serikat akan menjatuhkan denda tambahan kepada pelaku kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai (di Iran). Kami akan terus meminta pertanggungjawaban pejabat Iran dan mendukung hak-hak warga Iran untuk berunjuk rasa secara bebas,” kata Presiden AS Joe Biden dalam sebuah pernyataan, Senin (3/10/2022).
Biden menyatakan keprihatinannya soal laporan yang menyebutkan penggunaan kekerasan berlebihan dan penindasan terhadap para pengunjuk rasa di seantero Iran. Menurut dia, demonstrasi damai menuntut transparansi dan pertanggungjawaban para pengambil kebijakan yang diduga telah mengakibatkan kematian Amini, perempuan muda berdarah Kurdi.
Baca juga : Demo di Iran Masuki Pekan Ketiga, Garda Revolusi Kehilangan Dua Pejabat Senior
Amini (22), perempuan asal kota Saqez, Provinsi Kurdistan, ditangkap polisi moral di Teheran pada 13 September 2022 karena dinilai berpakaian secara tidak pantas dan bertentangan dengan aturan berpakaian di Iran. Ia meninggal tiga hari kemudian saat masih dalam tahanan otoritas setempat.
Kematian Amini memantik unjuk rasa besar-besaran di seluruh wilayah Iran. Unjuk rasa ungkapan solidaritas terhadap kasus Amini juga berlangsung di banyak negara. Pengunjuk rasa meyakini Amini meninggal akibat mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian Iran.
Namun, Pemerintah Iran melalui Kedutaan Besar Iran di Jakarta, Jumat (30/9/2022), menegaskan belum ada bukti kekerasan terhadap mendiang Mahsa Amini. Teheran berjanji akan terus menyelidiki kasus itu dan menemukan penyebab kematian perempuan Kurdi tersebut.
Sepekan setelah pemakaman Amini, Kementerian Keuangan AS telah menjatuhkan sanksi kepada Gasht-e Irsyad secara institusi dan sejumlah pejabat keamanan serta intelijen Iran atas tindakan mereka terhadap para pengunjuk rasa. Beberapa nama yang mendapat sanksi dari Kementerian Keuangan AS adalah Mohammad Rostami Chesmeh Gachi (Kepala Gasht-e Irsyad), Esmail Khatib (Menteri Intelijen Iran), Salar Abnoush (Wakil Komandan Pasukan Paramiliter Iran), dan Kiyumash Hedari (salah seorang komandan di Pasukan Darat Iran).
Biden tidak memberikan indikasi denda tambahan apa yang akan dijatuhkan Washington kepada Teheran kali ini. Washington masih belum mencabut berbagai sanksi unilateral yang dijatuhkan mantan Presiden Donald Trump kepada Iran saat Pemerintah AS secara sepihak keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran tahun 2015, atau yang dikenal dengan nama resmi JCPOA.
Sejumlah negara Uni Eropa juga berencana untuk menjatuhkan sanksi bagi Teheran. Pemerintah Kanada lebih dulu menjatuhkan sanksi terhadap 25 individu dan sembilan entitas, termasuk Pasukan Garda Revolusi Iran, yang diduga terlibat dalam upaya membungkam demonstrasi warga sipil sepanjang beberapa pekan terakhir.
Baca juga : Internet Diblokir, Keran Informasi Mampet
”Sanksi ini sebagai tanggapan atas pelanggaran HAM berat yang telah dilakukan di Iran, termasuk penganiayaan sistematis terhadap perempuan dan khususnya tindakan mengerikan yang dilakukan oleh apa yang disebut polisi moral Iran yang menyebabkan kematian Mahsa Amini saat berada di bawah tahanan mereka,” kata Pemerintah Kanada dalam sebuah pernyataan.
”Penganiayaan yang berkelanjutan dan sistemik terhadap perempuan Iran harus dihentikan,” kata Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly. ”Kanada memuji keberanian dan tindakan orang Iran dan akan mendukung mereka saat mereka memperjuangkan hak dan martabat mereka.”
Belum ada tanggapan atau respons Teheran terhadap penjatuhan sanksi atau denda oleh negara-negara Barat tersebut. Namun, Wakil Tetap Iran untuk PBB di Geneva, Ali Bahraini, Senin (3/10/2022), seperti dikutip kantor berita IRNA, memperingatkan negara-negara tertentu agar tidak mengeluarkan pernyataan terburu-buru soal perkembangan di Iran akhir-akhir ini.
Saat berbicara pada Sidang Ke-51 Dewan HAM PBB, yang berlangsung 12 September hingga 7 Oktober 2022, di Geneva, Bahraini mengatakan bahwa konstitusi Iran mewajibkan pemerintah mendukung hak kebebasan berbicara dan berkumpul secara damai. Namun, dia menambahkan, seperti yang dikatakan Presiden Ebrahim Raisi, kekerasan dan ketidaktertiban memengaruhi keamanan rakyat dan hak-hak mereka.
Menurut Bahraini, Iran menerima dan mengapresiasi upaya-upaya yang ditujukan guna mendukung hak-hak perempuan. Ditambahkan, para perempuan Iran telah mencapai kemajuan signifikan di berbagai bidang, seperti industri, pendidikan, ekonomi, dan politik.
Pernyataan Khamenei
Sementara di Teheran, pembelaan terus dilakukan Pemerintah Iran atas tindakan polisi moral yang diduga telah menyebabkan kematian Amini, yang saat ditangkap tengah pelesir ke Teheran dari kota asalnya.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, saat menghadiri wisuda taruna kepolisian Iran, Senin (3/10/2022), menyatakan sedih atas kematian Amini. Akan tetapi, dia menuding tindakan pengunjuk rasa yang berlebihan telah membahayakan keamanan negara.
”Kami juga sedih. Tetapi, reaksi atas kejadian ini, sementara tidak ada penyelidikan yang dilakukan dan tidak ada yang pasti, seharusnya tidak ada orang yang datang dan membuat jalan tidak aman, menyebabkan orang merasa tidak aman, membahayakan keamanan, membakar Al-Quran, membuka jilbab perempuan, membakar masjid, membakar bank dan mobil orang,” katanya, dikutip dari kantor berita IRNA.
Khamenei menambahkan, para pengunjuk rasa juga melakukan tindakan yang tidak adil pada warga lain yang tidak berdemonstrasi.
Baca juga : Iran Belum Temukan Bukti Kekerasan terhadap Amini
Khamenei juga menuding bahwa gerakan itu sudah tidak murni lagi menyuarakan aspirasinya. ”Gerakan-gerakan ini tidak normal, tidak alami. Kerusuhan ini sudah direncanakan sebelumnya,” ujarnya. Dia menyebut AS dan Israel berada di balik gerakan tersebut.
Pernyataan Khamenei senada dengan pernyataan Presiden Iran Ebrahim Raisi sebelumnya yang menyebut ada konspirasi musuh untuk menjatuhkan Pemerintah Iran. ”Pada saat republik Islam mengatasi masalah ekonomi untuk menjadi lebih aktif di kawasan dan di dunia, musuh ikut bermain dengan tujuan mengisolasi negara, tetapi mereka gagal dalam konspirasi ini,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Gerakan protes terbaru Iran adalah gerakan massa terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga hingga ke perdesaan. Untuk mencegah situasi ini terus berkembang, Pemerintah Iran telah membatasi penggunaan internet, memberlakukan jam malam untuk membatasi kegiatan warga.
Walau demikian, aparat keamanan tidak berhenti melakukan kekerasan terhadap protes warga sipil, termasuk pelajar dan mahasiswa. Universitas Teknologi Sharif di Teheran memutuskan membatasi kegiatan perkuliahan dengan hanya mengizinkan mahasiswa program doktoral berada di kampus sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Lihat juga : Apa yang Terjadi di Teheran?
Para saksi, yang tak mau diungkap identitasnya karena khawatir akan pembalasan aparat, mengatakan bahwa polisi menahan ratusan mahasiswa di kampus dan menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstrasi. Asosiasi mahasiswa menyebutkan, petugas berpakaian preman mengepung kampus dari semua sisi ketika protes mengguncang kampus setelah malam tiba dan menahan sedikitnya 300 mahasiswa. Petugas berpakaian preman juga memukuli seorang profesor dan beberapa pegawai universitas, tambah asosiasi itu.
TV Pemerintah Iran menyebut jumlah korban tewas akibat bentrokan antara warga dan aparat berjumlah 41 orang. Akan tetapi, kelompok-kelompok hak asasi manusia melaporkan jumlah kematian yang lebih tinggi. Amnesty International yang berbasis di London, Inggris, mengatakan, mereka telah mengidentifikasi 52 korban dan yang lain menyebut jumlah lebih tinggi. Sekitar 1.500 orang ditangkap, termasuk jurnalis dan para aktivis.
Jumlah ini belum termasuk serangan militer Iran ke wilayah Kurdi di Irak, yang juga dituding Teheran berada di balik aksi protes warga Iran. (AP/AFP)